"Ya, Avery ... ini aku. Aku adalah seorang manusia serigala, dan kalian para manusia biasa menyebutku werewolf," jelasnya dengan sosok serigala.
Avery hanya membeku di tempatnya dan menatap Dom yang berwujud serigala di hadapannya dengan rasa takjub sekaligus tak percaya. "Tolong ... jangan takut padaku, Avery," ucapnya lagi. Serigala itu kemudian menyurukkan kepalanya di antara leher Avery dan mengusap-usapkan bulunya dengan lembut pada wajah Avery.
"Apa kau takut padaku? Tolong jangan. Sekarang ... sentuhlah aku Avery ...," bisiknya kemudian. "Kau bilang aku begitu lembut dan menggemaskan, bukan?" ucap serigala Dom sambil masih mengusap-usapkan bulu-bulu halusnya pada Avery. "Aku tak akan melukaimu."
"E ... entahlah ...," gumamnya. Avery perlahan-lahan mulai mengangkat tangannya dan balik membelai serigala Dom tanpa ia sadari. Ia mendesah tertahan ketika kemudian lidah Dom menjilati leher dan bibirnya. Entah sejak kapan, bahkan Avery akhirnya sudah kembali berbaring dengan Dom yang tengah memanjakannya dalam wujud serigala.
Avery merasakan kelembutan dan kehangatan dari wujud sosok serigala Dom yang kini ikut berbaring di sebelahnya dan menyandarkan tubuh berbulunya di atas dada Avery. Avery memeluk erat dan membelainya seolah ia boneka berbulu raksasa yang sangat nyaman.
"Kau memang hangat dan menggemaskan ...," desahnya sambil memejamkan mata.
Setelah beberapa saat pergumulan hangat mereka berlangsung, Dom akhirnya kembali lagi berwujud manusia dan telah bertelanjang polos saat ia masih berada di atas Avery.
"Aku akan menyelimutimu dengan bauku," bisiknya. Ia kemudian menelusuri leher Avery dan mulai menciuminya, menghisapnya di beberapa titik untuk meninggalkan kissmark dan menjilatnya.
Dom menelusuri leher Avery hingga ke dagu dan akhirnya kembali melumat bibirnya. Pagutan Dom yang basah dan lembab, serta pertukaran saliva yang melimpah, membuat Avery kehabisan napas setelah beberapa kali Dom menghisap dan menggigit bibirnya dengan kuat.
"Akh ... kau menggigitku," rintih kecil Avery ketika ia merasakan sudut bawah bibirnya merasakan sedikit sengatan kecil. Dom telah menggigit bibir lembutnya hingga sedikit berdarah.
"Hanya sedikit tanda kecil yang kutinggalkan, Sayang. Ini akan segera menghilang," bisik Dom. Ia kemudian menjilat luka Avery dengan lembut. "Sekarang, kau sudah memiliki bauku," geramnya penuh kepuasan.
Dom kemudian bangkit dari ranjang dan kembali berubah menjadi serigala. Avery mengikuti arah kepergian Dom yang kemudian melompat melalui jendelanya yang sebelumnya telah Dom buka. Dengan segera, Dom melompat menuruni lantai tiga melalui sisi jendela Avery ke bawah, ke area halaman depan mansion.
Serigala Dom berdiri tegak seolah siap menghadapi serigala-serigala lain yang tengah berkeliaran di depan mansionnya. Ia menggeram rendah dan memperlihatkan taringnya pada semua lawannya. Semua lawannya terilhat sedikit mundur dan menciut dengan gertakan Dom. Kemudian, ia melolong seolah mengumandangkan kepemilikan Avery sekaligus mengusir para pesaing.
Berangsur-angsur kemudian, para serigala yang sebelumnya mengitari mansion, merunduk dan mundur teratur. Tak ada satupun yang kembali mendekat. Serigala Dom berbalik dan menatap Avery dari halaman bawah seolah memberitahukan kepada Avery bahwa tak akan ada yang bisa mendekatinya kecuali dirinya.
Dom kemudian melesat, melompat keluar perbatasan mansion dan menuju kedalam hutan yang terlihat pekat di malam itu. Beberapa saat setelahnya, lolongan serigala terdengar lagi dari kejauhan. Avery kemudian menutup jendela dan merebahkan dirinya di atas ranjangnya.
Ia memutuskan untuk kembali tidur. Kejadian luar biasa yang telah terjadi hari ini masih membuatnya sedikit tidak percaya. Bagaimana wujud Dom berubah, dan bagaimana penerimaan dirinya sendiri terhadap pria itu, sejujurnya juga membuatnya terkejut.
Avery yang telah berbaring, dan perlahan-lahan mulai memejamkan matanya.
****
Malam semakin larut ketika seberkas cahaya kecil yang berkerlipan masuk melalui jendela kamar Avery. Avery yang tengah terlelap dalam tidurnya mulai bergerak gelisah. Ia merasakan hawa panas dan merasa terusik karena sayup-sayup mendengar sebuah suara seseorang yang halus dan lembut memanggil namanya ....
"Aveeryyy ... Aveeeryyy ...," bisik lirih suara itu.
Suara yang berasal dari cahaya yang berkerlipan itu mulai menyelubungi wajah Avery. Hingga setelah itu, Avery bangkit dan duduk di samping ranjangnya. Ia menyibak selimut yang masih membelitnya dan turun dari ranjangnya begitu saja.
Seperti seolah sedang terhipnotis, Avery mulai berjalan dari tidurnya dan mengikuti cahaya yang berkerlipan itu. Ia masih memejamkan matanya dan berjalan perlahan- lahan ketika cahaya itu seperti menuntunnya bergerak menuju ke suatu tempat.
Pintu kamar Avery terbuka perlahan-lahan karena cahaya tersebut. Ia keluar dari kamarnya dengan gaun tidur krem sepanjang mata kakinya. Avery berjalan dan berjalan dengan mata terpejam. Ia menuruni tangga dan menyusuri satu demi satu lantai di mansion itu, hingga ia akhirnya berdiri pada satu pintu besi yang berada di ruang bawah tanah kediaman Dominic.
Pintu besi yang tampak berat dan tebal itu lagi-lagi terbuka perlahan begitu saja ketika cahaya itu menyelubunginya. Sama seperti sebelumnya, Avery lalu berjalan masuk dan menuruni tangga-tangga gelap yang lembab di ruang bawah tanah itu dengan mata yang masih terpejam.
Ia berjalan ... dan berjalan ... menyusuri lorong gelap dan panjang. Hingga pada satu titik, ia berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu kuno yang tampak klasik.
"Aveerryy ... terimalah kekuatanmu ...," bisik suara itu lagi. Suara seorang wanita yang halus dan lembut yang menuntunnya hingga ke ruang bawah tanah.
Avery perlahan-lahan mengulurkan tangannya pada gagang pintu klasik itu. Seberkas cahaya yang membimbingnya tadi tiba-tiba berkumpul dan membentuk sinar bola biru yang berkilauan dari dalam gerendel pintu klasik itu. Lalu, sinar yang bercahaya terang itu memendar ke segala penjuru arah ketika kemudian telapak tangan Avery terbuka untuk menerima bola sinar tersebut.
"PLAAAASSSHHHH!!!!"
Terang, hangat, dan begitu menyilaukan ketika sinar tersebut masuk ke dalam telapak tangan Avery beberapa saat setelah ia menerima sinar itu. Telapak tangan Avery telah menghisap habis sinar tersebut ke dalam tangannya. Tak hanya sinar saja, karena setelah itu Avery seperti diselimuti oleh sebuah aura kabut lembut yang berwarna pink samar yang tiba-tiba menguar dari tubuhnya.
Sinar yang sepenuhnya telah lenyap itu, kini berganti dengan selimut tipis kabut halus. Avery yang masih memejamkan matanya mulai tampak lemas dan ambruk, tepat ke dalam dekapan Dominic yang sebelumnya telah melesat untuk menangkapnya karena panggilan sebuah kekuatan dahsyat telah berpendar dari ruang bawah tanahnya.
"Oh ... Tu ... Tuan, Nona Avery telah membuka segel batu kristal ...," ucap John tertegun ketika ia sebelumnya telah tergopoh-gopoh menuju ke ruang bawah tanah dan muncul di belakang Dominic dengan senter di salah satu tangannya.
Dominic mengerutkan alisnya. "Ya, dan tak hanya itu ... feromonnya menjadi semakin meningkat," geram Dominic tertahan.
Ia menyuntikkan kembali obat suppressant yang sebelumnya telah ia persiapkan, pada dirinya sendiri dan Avery. Dominic kemudian membopong Avery yang masih terpejam. Ia berdiri dan menghadap ke sebuah pintu kayu klasik itu dengan tatapan serius.
"Segel dunia 'Anima' telah terbuka," ucapnya dengan raut tegas dan menatap pintu klasik yang tengah terbuka itu. Pintu yang selama ratusan tahun selalu terkunci rapat-rapat, kini telah terbuka lebar di hadapannya. Secuil pemandangan kelamnya hutan malam terlihat dari balik pintu yang telah terbuka itu.
Dominic mengerutkan alisnya lagi dan menatap Avery kembali. "John, segel kembali pintu itu. Aku akan membawa Avery ke dalam kamarnya lagi," ucapnya.
"Baik, Tuan," jawab John patuh.
____****____