Avery menatap pintu kayu di hadapannya dengan raut kebingungan. Ketika Dom membuka pintu itu tadi, ia merasakan terpaan angin dingin yang berhembus ke wajahnya seketika.
Bukan hanya angin dingin yang bertiup ke arahnya yang mengejutkannya, tetapi lebih kepada pemandangan di hadapannya yang membuatnya menganga. Bagaimana tidak, saat ini di seberang pintu yang terbuka itu ada pemandangan ganjil yang tak masuk akal yang sulit dipercaya.
"Malam hari bersalju?" ucap Avery takjub. "Apa itu? Apakah semacam ilusi atau apa?" Avery menatap lekat-lekat pemandangan malam yang bersalju yang ada di balik pintu itu. Jika itu adalah ilusi, mengapa angin yang menderu-deru seakan terdengar asli dan suhu dingin yang menerpanya begitu menusuk?
"Kau melihatnya? Jalan masuk ke dalam Anima?" tanya Dom dengan nada memastikan. Karena pintu masuk Anima memang tak dapat sembarangan bisa terlihat oleh manusia biasa.
"Tentu saja!" jawab Avery. "Apa itu duniamu? Malam hari dan sedang bersalju?" tanya Avery lagi.
"Ya, saat ini di sana sedang malam hari, dan seminggu lagi di sana, kau baru akan menemukan waktu yang sama seperti di sini. Yah, katakanlah, seminggu di sana sama dengan sehari di sini." Dom menjelaskan dengan tenang.
"Be ... benarkah?"
"Tentu saja," tegas Dom lagi. Ia kemudian melangkah masuk ke dalam pintu tersebut dan berdiri di tengah-tengah malam bersalju dengan tenang. "Tidak semua manusia bisa masuk ke dalam sini dengan mudah jika kau ...." Ucapan Dom terpotong ketika kemudian Avery ikut melangkah masuk dengan tenang ke dalam pintu itu dan berdiri di sisinya.
"A ... apa?!!" ucapnya tak percaya. Tapi kemudian ia tertawa dan menggeleng. "Tentu saja ... kau memang bukan manusia biasa," gumamnya geli.
"Dingin sekali," komentar Avery ketika ia diterjang angin bersalju. Kakinya terkubur ke dalam salju tebal yang menyambutnya ketika ia masuk tadi.
"Peluk aku, kau tak akan kedinginan," ucap Dom. "Suhu tubuhku mampu menghangatkanmu dalam keadaan cuaca ekstrim sekalipun," jelasnya lagi sambil kemudian menarik Avery ke dalam pelukannya.
Avery menempelkan wajahnya pada dada Dom. "Hangat," gumam Avery setelahnya.
"Sudah kubilang... Maka, teruslah memelukku jika kau tak ingin membeku. Kita sedang berada di daerah paling Selatan dengan wilayah kekuasaanku. Pintu masuk mansion membawa kita ke area ini." Dom menjelaskan pada Avery sambil memeluk tubuh mungil gadis itu.
"Kekuasaanmu?" tanya Avery.
"Ya, Sayang, aku adalah Southern Wolf Alpha, pemimpin Alpha bagian selatan. Aku pengganti ayahku, Wolf Aiken. Aku telah memimpin Pack (kelompok) selama beberapa ratus tahun ini. Dan hanya keluarga Aiken yang memiliki beberapa kemampuan sihir dibanding dengan alpha dari keluarga wolf lainnya."
Avery mendongak menatap Dom dengan takjub selama pria itu menjelaskan padanya tentang dirinya. "I am the leader of the animal beast, here, Honey ...," ucapnya kemudian sambil tersenyum lembut pada Avery.
"Akulah pemimpin binatang buas di sini, jika kau ingin tahu itu. Aku memimpin empat bagian Pack di sini. Termasuk bagian barat, utara dan timur. Karena akulah yang paling kuat diantara Alpha lainnya," jelasnya lagi.
"Haruskah aku melakukan sesuatu untuk itu?" tanya Avery kemudian. "Tak heran jika kau dikelilingi oleh begitu banyak wanita yang menatapmu dengan lapar," gumam Avery.
Dom tertawa. "Tak ada yang perlu kau lakukan untuk itu. Aku sudah menjadi pasanganmu, dan pasangan yang ditakdirkan bagi kami kaum werewolf, hanyalah satu saja seumur hidup kami."
"Terdengar cukup meyakinkan," gumam Avery dengan nada seolah meragukan ucapan Dom.
"Apa maksudmu? Aku mengatakan yang sebenarnya, Sayang," terang Dom.
"Lalu mengapa kau mengoleksi wanita-wanita ke dalam mansionmu? Jika kau hanya ditakdirkan untuk satu orang wanita, apakah itu artinya kecukupan pemuasanmu masih belum dapat terpenuhi hanya dengan satu wanita saja?!"
Dom tergelak dan menatap Avery dengan gemas. "Apa sekarang kau sedang cemburu dan bersifat posesif padaku, my mate?" tanyanya penuh binar. "Kembar tiga adalah salah satu pengawalku yang cukup berbakat. Mereka berada di sampingku karena memang itulah tugas mereka, Sayang," jelas Dom.
"Oh, benarkah? Apa karena itu kaupun bersenang-senang dengan mereka juga?" ucap Avery seolah mencibir. "Aku akan menolakmu sebagai pasanganku jika ...."
"Hentikan, Sayang," ucap Dom tiba-tiba memotong perkataan Avery sambil membekap mulutnya. "Jangan keluarkan sepatah kata pun tentang kau menolakku atau apapun itu, Sayang. Aku bisa mati jika kau menolakku sebagai pasanganmu," jelasnya serius. "Jangan pernah sekalipun mengatakan itu, kecuali jika kau ingin aku tersiksa, sekarat, dan akhirnya mati dengan mengenaskan."
Avery menelan ludahnya dan menatap kedua mata indah Dom dengan serius. Entah mengapa, memikirkan apa yang berusan dikatan Dom, seketika membuatnya nyeri. Avery bisa melihat kesungguhan ucapan itu dari raut wajah Dom.
"Ma ... mafkan aku," lirihnya tanpa sadar.
"Dimaafkan," balas Dom sambil kemudian melumat bibir Avery. Ia mencium Avery dengan penuh perasaan dan kelembutan. "Tak pernah sekalipun aku menyentuh seorang wanita maupun shewolf lainnya selain dirimu, Sayang," ucapnya setelah melepas pagutannya.
"Selama ratusan tahun ini, aku dapat mengendalikan diriku sendiri. Mungkin Selena, Moon Goddess (dewi bulan) sendiri akan kagum dengan kegigihanku menahan diri sebelum aku bertemu dengan mate, pasanganku, yaitu dirimu."
Avery bergetar dan berdegup secara bersamaan ketika Dom mengucapkan kata-kata manis yang sarat akan kesungguhannya itu."Bagaimana jika bukan aku pasanganmu?" tanyanya lirih dibawah napas panas Dom yang masih menyelubunginya.
"Tidak, Sayang, itu adalah kau. Kau adalah takdirku selamanya. Aku tahu itu karena aku bisa merasakannya. Perasaan dan ikatan kuat yang tak pernah aku rasakan pada wanita maupun shewolf lainnya kecuali pada dirimu. Pikiranku, hatiku, dan hasrat terbesarku adalah kau, Avery sayang," jelas Dom.
"K ... kau sudah membuatku tampak seperti seorang wanita pencemburu, Dom," protes Avery untuk mengalihkan debaran jantungnya.
Dom kembali tersenyum puas. "Kau memang pencemburu, Sayang, begitu juga diriku. Kita sudah tergila-gila dan tak terpisahkan satu sama lain. Oh ... haruskah kita melakukan pelekatan ikatan dan aku menandaimu sekarang? Karena aku sekarang seakan ingin meledak hanya dengan menghirup aromamu," desah Dom kemudian.
Avery mengerjap dan membasahi bawah bibirnya dengan gugup. "A ... aku belum siap, Dom dan ...."
"Aku tahu, Sayang ... ayo kita kembali. Aku harus menyuntik suppressant lagi agar aku tidak menerkammu sekarang juga," bisiknya. Ia kemudian membimbing Avery untuk kembali masuk ke dalam pintu tak kasat mata yang menghubungkannya dengan ruang bawah tanah mansion.
"Apakah obat itu berbahaya?" tanya Avery.
"Obat oenekan feromon itu? Yah, memang ada beberapa efek samping ketika kau sering menggunakannya. Seperti kepala berputar, mulut kering, hormon tidak stabil, dan kacaunya siklus rut-ku maupun siklus heat-mu."
"Adakah cara lain selain menggunakan itu?"
"Ada, tentu saja."
"Apa itu?" tanya Avery lagi.
"Dengan melakukan penetrasi dan pelepasan seluruh semenku ke dalam sini, untuk menampung buah anak-anak kita, kelak," bisik Dom sengaja menggoda Avery sambil mengusap lembut perut datar gadis itu.
"Dom!" Avery terpekik tertahan dan merona. Wajahnya memanas seketika. Gelak tawa Dom yang renyah kemudian terdengar ke segala penjuru lorong bawah tanah.
____****____