webnovel

Beautiful Mate

Warning, 21+ mohon bijak dalam membaca. Avery Selena Dawn, seorang gadis yatim piatu 25 tahun yang baru saja lulus dari jurusan fashion design memutuskan untuk nekat mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan fashion kulit dan bulu yang terkenal bernama Anima, karena kesulitan yang sedang melilit panti asuhan tempatnya tinggal dahulu yang menyebabkan anak-anak di sana kelaparan. Ia tentu saja sangat bersemangat ketika pada akhirnya diterima pada perusahaan itu. Perusahaan yang terkenal sangat ketat dan sulit menerima karyawan baru itu, bahkan memberinya kontrak khusus dan pendapatan yang terbilang tinggi untuk karyawan canggung yang tak berpengalaman sepertinya. Awalnya Avery mengira kontrak untuknya hanyalah sekadar kontrak kerja biasa sampai ia mengetahui bahwa kontrak itu adalah kontrak yang dibuat sendiri oleh Dominic Lucius Aiken, sang CEO sekaligus pemilik perusahaan itu ketika ia telah tinggal di mansion tua mewah yang sebelumnya ia kira adalah tempat khusus untuk para karyawan Anima. Tetapi dugaannya salah, ketika sang CEO sendiri ternyata juga bertempat tinggal di sana. Dominic, pria yang begitu tampan, gagah, misterius dan sangat mempesona itu, yang selalu terlihat dikelilingi oleh para wanita kemana pun ia pergi, membuat Avery sedikit muak. Pasalnya, ketika para wanita yang ternyata juga tinggal seatap dengannya, kerap memusuhinya dan selalu mencoba membuatnya tampak buruk ketika mereka mengira ia adalah 'mainan' baru sang Alpha! Tunggu, Alpha? Siapa? Dominic? Siapa ia sebenarnya hingga para wanita menyebutnya Alpha?!

Jasmine_JJ · Fantasy
Not enough ratings
84 Chs

Kembar Tiga

"BRAAKK!!"

Gebrakan keras yang datangnya tiba-tiba pada meja makan saat Avery menyantap hidangan penutup, membuatnya terlonjak. Seorang wanita bersetelan kerja masuk ke dalam ruang makan dan menatap Avery dengan tajam ketika ia mendapatinya sedang duduk sendiri di sana.

"Siapa kau? Sedang apa kau di sini?" tanyanya tanpa berbasa-basi, penuh permusuhan dan dengan tatapan menyelidik. Wanita berambut pirang dan bermakeup sedikit tebal itu kini berdiri di samping Avery setelah ia muncul dari belakangnya tadi.

Avery sedikit mengerutkan alisnya dan menatap wanita itu dengan tenang setelah meletakkan sendok kecilnya yang ia gunakan untuk menyantap hidangan penutupnya tadi.

"Aku akan memperkenalkan diriku. Tapi sebelumnya aku ingin mengatakan bahwa kurasa kau sudah berlaku tidak sopan, Nona," ucap Avery mengingatkan.

"Cih!" Ia tersenyum meremehkan sambil menyibak rambut pirang halusnya dengan sinis. "Katakan saja siapa kau, Manusia?! Dan apa hubunganmu dengan Tuan Dominic?!" teriaknya. Wanita ber-rok span mini itu mulai melotot padanya.

"Nona Camila, saya mohon kendalikan diri Anda. Seperti yang Anda tahu, Tuan tidak menyukai keributan di sini," tegas John yang entah sejak kapan sudah muncul di sana.

Wanita yang bernama Camila itu menatap John tak suka. Ia sedikit menggeram dan kembali beralih menatap Avery. "Cepat katakan siapa kau, sebelum aku mencabikmu," geramnya tertahan.

Walau tak suka dengan sikapnya, Avery akhirnya menjawab. "Aku adalah Avery. Dan seperti yang kau tahu, karena mulai sekarang aku tinggal dan menempati fasilitas kantor di sini, maka pastinya aku adalah karyawan Tuan Dominic."

Avery menjawab wanita itu tanpa menunjukkan keraguannya. Walau sejujurnya ia belum pulih dari keterkejutannya, ia dapat menutupi itu dengan baik. Ia hanya sedikit heran mengapa wanita itu tiba-tiba murka dan mempertanyakan hubungannya dengan pemilik Anima yang bahkan sudah sangat jelas itu. Tentu ia adalah karyawannya, dan bukankah karena itu ia tinggal di sini?

"Hanya mainan baru rupanya," balas Camila sambil tersenyum sinis.

"Camila! Jangan tidak sopan pada tamu kita." Seorang wanita lainnya masuk dan menyahut saat Camila mulai menampakkan lagi wajah permusuhannya.

Avery sedikit terkejut saat melihat seorang wanita berambut pirang panjang yang mirip dengan Camila masuk dengan tenang ke dalam ruang makan. Ia diikuti oleh seorang wanita lainnya yang berjalan di belakangnya, yang sangat mirip dengannya juga.

"Selamat malam, Avery, aku adalah Caren," ucapnya memperkenalkan diri. "Ini adalah saudari kembarku Ciara, dan seperti yang telah kau dengar tadi, ia adalah Camila. Kami bertiga adalah saudari kembar tidak serupa. Selamat datang di Mansion Aiken," jawabnya sambil tersenyum.

Avery mengerjap menatap ketiga wanita cantik itu. "Terima kasih," jawab Avery. Walau Caren tersenyum padanya, ia bisa merasakan sikap dingin di dalamnya.

"Nona Avery, karena Anda sudah selesai makan malam, ada baiknya Anda kembali ke dalam kamar. Anda masih membutuhkan istirahat setelah kepindahan Anda hari ini. Pasti Anda masih merasa lelah," ucap John kemudian.

Avery mengangguk dan menatap John serta ketiga bersaudari itu secara bergantian. "Baiklah, aku akan kembali ke kamarku. Kurasa aku akan menyelesaikan membenahi barang-barangku malam ini."

"Silakan, Nona," ucap John sambil memberi isyarat dengan tangannya.

"Tunggu!" panggil Camila saat Avery berdiri dan beranjak pergi. "Di mana kamarnya!?" tanyanya pada John.

John membeku sejenak sebelum akhirnya ia menjawab dengan wajah datarnya. "Tuan memerintahkan untuk menempatkan Nona Avery di kamar lantai tiga," ucapnya.

"AAPAA!!" teriakan keterkejutan lagi-lagi terdengar dari mulut Camila. Setelahnya ia menggeram dan bahkan mengumpat lirih. Avery sedikit terkejut dengan reaksi yang diperlihatkan Camila.

Walau tak memperlihatkan keterkejutannya dengan kata-kata atau secara terang-terangan, Avery juga dapat melihat keterkejutan dari raut wajah Caren dan Ciara saat John mengatakan tentang kamarnya. Ia tak tahu apa yang salah, hanya saja ia sangat yakin jika mereka juga tampak tak suka padanya. Terlebih ketika mengetahui letak kamarnya.

"Mari, Nona," ucap John.

"Baiklah ...," jawab Avery sedikit was-was. Ia mengikuti John yang membimbingnya ke arah tangga lebar yang sekarang seakan tampak menjulang dramatis dalam pikiran Avery. Bagaimana tidak, ia dapat merasakan dengan jelas tatapan menusuk yang seolah ingin melubangi punggungnya dari ketiga bersaudari itu.

"Terima kasih, John. Tak perlu mengantarku," ucapnya ketika ia sampai di ujung tangga. John hanya mengangguk dan membiarkan Avery naik sendiri.

Karena tak ingin membuang waktunya lagi, Avery segera bergegas menuju ke kamarnya sendiri. Setelah sampai, ia kemudian memutuskan untuk membasuh tubuhnya dan tidur. Ia hanya ingin beristirahat dari hari yang terasa panjang ini.

Setelah memakai gaun tidurnya yang terasa nyaman, Avery perlahan mulai terlelap. Ia merasa asing dengan tempat barunya, tapi sekaligus merasa sangat familiar. Mungkin karena ia terlalu lelah, ia sedikit tidak mempedulikan suasana sepi dan temaram yang jauh berbeda dari suasana kamar panti tempatnya tinggal dulu.

Napas Avery sudah mengalun teratur dan halus ketika dari sudut kegelapan di dalam kamarnya muncul sepasang mata yang mengilat keemasan yang seolah sedang mengintainya dari balik kegelapan.

Sosok pemilik mata tersebut perlahan-lahan keluar tanpa suara dari balik bayangan hitam siluet tubuhnya sendiri. Ia menatap Avery, dan perlahan mendekat ke arah ranjangnya. Dari tepi ranjang gadis itu, ia dapat dengan jelas melihat wajah mulus dan rambut cokelat tergerainya yang tertimpa sinar bulan.

"Kau tak memiliki bau ... tapi, mengapa ada sesuatu yang seolah menarik?" gumamnya. "Tak heran, para serigala menatapmu penasaran. Tak berbau, tapi tampak begitu lezat untuk disantap," lanjutnya lagi sambil menggeram rendah.

Ia berlutut dan meraih sejumput rambut yang terurai dari gadis itu. Kali ini ia harus memeriksa dan menciumnya sendiri dari dekat untuk memastikan baunya. Tetap tak ada bau. Aneh. Seorang manusia biasa seharusnya tetap memiliki 'bau' bukan?

"Aku akan mencari tahu siapa kau sebenarnya dan apa tujuanmu," gumamnya lirih.

Avery perlahan membuka kelopak matanya. Ia tiba-tiba terjaga. Ia merasa ada sesuatu dalam kamarnya. Entah apa, tapi ia dapat merasakannya. Tanpa tahu apa yang dicari, Avery menatap sekeliling kamarnya.

Karena tak ada apapun, ia kemudian hanya menarik selimutnya dan mencoba memejamkan matanya lagi ketika siluet hitam tadi telah berada di balik pintu di depan kamarnya. Dan dengan tenang, ia berjalan melewati lorong menuju ke bangunan kaca yang berseberangan dengan kamar Avery tanpa bersuara.

Dominic, memutuskan untuk kembali ke kamarnya setelah ia melihat dari dekat gadis manusia yang begitu membuatnya penasaran seharian ini. Ditambah dengan laporan John tadi tentang si kembar tiga yang bersikap sinis padanya, membuatnya tergelitik untuk sekadar melihat gadis itu. Tak ada sisa-sisa tangisan atau kesedihan apapun di wajahnya tadi. Jika sampai si kembar tiga sudah bersikap sinis, setidaknya sebagai manusia biasa, ia pasti akan ketakutan dan nyalinya menciut. Tapi, tampaknya ia tadi baik-baik saja.

"Hmm ... menarik," gumam Dom sambil tersenyum samar.

____****____