Mantel cokelat hangat berbulu lembut membalut tubuh Avery pagi itu ketika ia telah siap untuk penjelajahannya bersama dengan Dorothy. Terusan rok cerah putihnya yang berpadu dengan legging tebal senada dan boot kasual cokelatnya membuat tampilannya terlihat manis serta modis.
"Cantik sekali, koleksi mantel istimewa ini ternyata pas dan terlihat menakjubkan di tubuhmu, Sayang," ucap Dorothy bangga.
"Apakah perlu sepagi ini untuk kalian 'menjelajah' dan bersosialisasi di area sekitar? Aku dapat mengantar kalian dengan mobilku, alih-alih menggunakan kereta kuda yang membosankan itu." Dom yang sedari tadi bersandar di sisi pintu masuk, menatap penuh harap pada kedua wanita kesayangannya itu.
"Mobilmu yang terlihat kasar itu maksudmu? Ah, tak perlu. Tak usah, Nak. Aku dan Avery akan memilih terlihat elegan seperti seorang putri dengan mengendarai kereta kuda dibandingkan harus naik mobil pengangkut prajurit dengan roda berantai itu!" protes Dorothy seolah mencemooh mobil yang disebutkan Dom tadi.
Dom memutar kedua bola matanya seolah tak percaya. "Yang kau sebut dengan kendaraan kasar itu adalah barang berharga di sini, Mom! Kau tak tahu bagaimana perjuanganku membawa itu dari dunia manusia?!"
"Ya ... ya ... aku percaya, pergilah ... jangan mengganggu kegiatan kami," ucap Dorothy sambil mengayunkan jemarinya seolah sedang mengusir Dom.
"Dan kau, Sayang, apa kau yakin akan mengikuti kemana pun Mom membawamu hari ini? Kurasa ini bukan ide yang bagus. Apa kau sungguh yakin?" tanyanya pada Avery.
Avery yang sebelumnya sedang bercermin, kemudian memutar tubuhnya untuk menatap Dom. "Ya, tentu saja. Itu pasti akan menyenangkan. Ini adalah kegiatan menantu dan ibu mertua yang sangat kunanti-nantikan," jawabnya sambil tersenyum cerah.
"Dengan berkeliling dan menghadiri perjamuan minum teh, lalu mengobrol tak tentu arah sambil menggosip serta menciptakan masalah baru? Well, dunia wanita ternyata cukup rumit juga," ucap Dom seolah meremehkan.
"Hei, jangan kasar, Dom. Bersosialisasi itu penting. Kau dapat memperoleh banyak 'cerita' dan 'informasi' berharga setelahnya," timpal Dorothy penuh makna.
Dom menggeleng-geleng. "Ya, informasi dari hasil menggosip, tentu saja," balasnya.
Dom kemudian mendekati Avery dan menariknya ke dalam pelukannya. "Jangan terlalu lama, Sayang. Dan tak perlu terpengaruh oleh apapun yang mungkin kau temui nanti," ucapnya sambil mempererat pelukannya.
"Terpengaruh? Dari apa? Para fans wanitamu?" tanya Avery.
Dom mengembuskan napasnya. "Oh, ya ampun. Ucapanku salah lagi, bukan? Tak cukupkah kau mendiamkanku semalam hingga kini kau kembali sinis padaku?" ucap Dom seolah tak percaya. "Please ... jangan membuatku menderita, Sayang," rajuknya kemudian.
"Entahlah ... tergantung bagaimana nanti aku memperlakukanmu," jawab Avery sengaja menggoda Dom.
"Oh bagus! Ini gara-gara kau, Mom! Jika saja kau tak bercerita macam-macam pada Avery, ia tak mungkin akan memperlakukanku seperti sekarang ini," tuduh Dom.
"Aku? Kenapa? Memang apa yang telah kuperbuat? Aku hanya bercerita karena ingin menghabiskan waktu dengan putriku saja," ucapnya membela diri. "Aku yakin, Avery akan baik-baik saja setelah rasa penasarannya terpuaskan, benar begitu Avery Sayangku," lanjutnya.
"Benar, Mom. Aku tak sedangkal itu," balas Avery sambil tersenyum manis.
"Oh yang benar saja, ingat aku bisa membaca apa saja yang kau pikirkan, Sayang?" gumam Dom tak percaya.
"Sudahlah, habiskan saja waktumu dengan ayahmu hari ini. Baiklah, kami pergi dulu." Dorothy kemudian mencium kedua pipi Dom. Diikuti oleh Avery.
"Jangan menunggu kami, karena aku tak tahu kapan kami akan kembali," ucap Avery sambil tersenyum puas.
"Wanita jahat, kau kan bisa mengajakku dan menanyakan apapun yang ingin kau ketahui tentangku. Aku pastikan akan menghukummu jika kau berani mengabaikanku malam ini dan setelah kau kembali nanti," bisiknya sambil kemudian mencium mesra bibir Avery.
"Kita lihat saja nanti," balas Avery sambil tersenyum.
"Ohh! Kalian sungguh keterlaluan," gumam Dom.
****
Setelah mengitari beberapa area dan lokasi-lokasi menarik yang Dorothy tunjukkan di lingkungan sekitar mereka, wanita itu kemudian membawa Avery berkunjung pada salah satu rumah dengan bangunan semi modern yang bercampur dengan bangunan klasik yang tak jauh dari keberadaan mereka sebelumnya, dengan kereta kuda mereka.
"Ini adalah kediaman Miriam, ibu dari Ariana. Keluarga mereka pernah membantu Lucius saat suatu ketika ia berada dalam bahaya. Saat itu, Keith suami Miriam dan dirinya sendiri pernah menyelamatkan Lucius ketika tragedi berdarah terjadi pada kami, kaum beast," ucap Dorothy sebelum mereka turun dari kereta kuda. "Apa tak masalah jika kita berkunjung dan sedikit menyapa mereka? Karena jalur yang kita lewati juga sejalan dengan kediaman Miriam, Sayang?" tanya Dorothy penuh arti.
Avery tersenyum dan mengangguk pada wanita berambut hitam bergelombang itu. "Oke, Mom, tak masalah bagiku," balasnya.
Ia tahu Dorothy hanya ingin menegaskan statusnya pada orang-orang 'tertentu' yang memang ingin ia beri tahu. Dan karena Miriam adalah salah satu teman terbaik sekaligus penolong suaminya, maka ia merasa perlu melakukan itu. Terlebih, ketika Dorothy mengatakan bahwa putri mereka secara terang-terangan tertarik pada Dom. Avery sungguh tahu, jika ia hanya ingin menegaskan garis lurus dan kejelasan saja bagi keluarga tersebut.
Ketika mereka turun dari kereta kuda yang mereka tunggangi, dari kediaman itu kemudian keluar sesosok wanita dewasa elegan sebaya Dorothy yang memiliki rambut kemerahan dengan gaun senada yang melekat sempurna oada tubuh berlekuknya. Avery sedikit heran dan bercampur takjub karena wanita kaum beast sungguh sangat menakjubkan dengan kecantikan dan memiliki tubuh yang rata-rata begitu nyaris sempurna.
"Dorothy, aku senang kau berkunjung," sapa wanita itu sambil memeluknya.
"Ya, Miriam, aku pun merasa seperti itu. Aku senang mengunjungi rumahmu yang indah ini," balasnya.
"Oh, kau terlalu memuji," balasnya setelah mencium kedua pipi Dorothy. "Lalu, siapakah gadis di belakangmu itu?" ucapnya penuh tanya ketika wanita bersanggul elegan itu menatap Avery.
Dorothy tersenyum. "Oh, benar, perkenalkanlah ia adalah putriku, Luna-nya Dom. Kami akan segera mengadakan jamuan setelah Dom menandainya sepenuhnya sebagai mate miliknya," terang Dorothy. Miriam tampak sedikit menganga karena sedikit terkejut mendengar penuturan Dorothy.
"Luna?" timpal seseorang tiba-tiba.
Dari belakang Miriam, Avery dapat melihat sesosok wanita berambut merah sebahu keluar dengan raut terkejut. Ia jelas sudah dapat menduga siapa wanita tersebut.
"Apa ia Luna-nya Dom?" tanyanya lagi.
Avery sedikit terkesiap dengan tatapan wanita yang sudah pasti bernama Ariana itu. Wanita cantik berkulit bersih dan dengan rambut panjang kemerahan serta mata birunya, membuat Ariana terlihat sungguh mempesona. Dan jelas, lekuk tubuhnya tak perlu diragukan lagi. Itu sama indahnya dengan parasnya.
"Oh, Ariana, Sayang, kau mengejutkanku," ucap Miriam tersenyum sedikit gugup saat mendekati putrinya. Dari tatapannya, ia seolah was-was.
"Halo, Ariana Sayang, bagaimana kabarmu, Nak," sapa Dorothy sambil tersenyum ramah. Sapaan yang hangat itu jelas menampakkan hubungan yang akrab diantara mereka.
"BURUK," jawab Ariana singkat.
Tak hanya Dorothy, Miriam, bahkan Avery sendiri dibuat terkejut oleh jawabannya itu. Terlebih saat Ariana menatap lurus dan tajam padanya. Ia sempat berpikir mungkin ide 'berkunjung' ini memang ide yang buruk, seperti yang dikatakan Dom sebelumnya.
Avery sedikit mengerutkan alisnya karena ia tahu benar apa arti tatapan itu. Tatapan yang datar tapi menyiratkan permusuhan dan kebencian itu, dapat Avery rasakan dengan jelas.
____****____