webnovel

Kau Akan Merindukanku! 1

Beberapa hari kemudian, Ellen mulai berkemas dan ia benar-benar akan pergi. Liu tidak banyak bicara, ia tetap seperti biasa dan bertingkah seakan-akan ia tidak peduli, tapi Ellen beberapa kali memergoki Liu sedang menatapnya dengan waktu yang lama.

Wanita itu tidak menggoda Liu, bukan karena ia tidak ingin, tapi ia suka melihat Liu menatapnya.

Ellen jadi merasa istimewa sekali sekarang, bahkan jika ia bisa, ia akan berputar-putar di sekitar Liu selama seharian penuh agar ia ditatap oleh laki-laki itu.

Kepercayaan diri Ellen semakin meningkat, ia tidak hanya percaya kalau Liu mencintainya, tapi ia juga percaya kalau dirinya sangat cantik sekarang. Anggaplah ia terlalu halu, tapi pada dasarnya setengah dari otak Ellen memang diciptakan khusus untuk menciptakan segala kehaluan yang ia miliki.

Liu tidak tahu menahu tentang pikiran Ellen, tapi kepergian wanita itu untuk kegiatan praktikumnya membuatnya sedikit khawatir.

Apalagi Ellen terlihat seperti tidak mendengarkan apa yang ia katakan sama sekali.

Apa yang akan terjadi kalau Ellen bertemu Yena, apakah wanita bodoh di depannya ini sadar akan bahaya yang datang padanya, atau tidak?

Liu tidak tahu harus bersikap seperti apa, tapi ia sudah membuat persiapan yang cukup, setidaknya selama Yena tidak melakukan sesuatu yang serius, Ellen akan baik-baik saja.

"Aku siap."

Ellen tersenyum lebar, menggeret sebuah koper berwarna ungu muda dan tas di bahunya, ia tersenyum lebar dan menatap Liu dengan aneh.

"Tidak mau memberiku pelukan perpisahan? Kita tidak akan bertemu selama seminggu penuh, loh."

Ellen berkata di depan supir dan pelayan dengan sengaja, rencananya itu ia ingin membuat Liu malu, tapi yang tidak ia pikirkan kalau supir dan pelayan bukan manusia, mereka tidak akan peduli dengan ocehannya.

"Tidak, pergilah." Liu melambaikan tangan, apa yang ia harapkan dari Ellen agar wanita itu mengerti?

Tidak ada.

Tidak ada yang bisa diharapkan dari seorang Ellen Petunia, mungkin ia akan sedikit lebih pintar kalau jauh dari Liu.

"Kau tidak romantis." Ellen mencibir, tapi ia tetap merasa yakin di dalam hatinya kalau Liu sedang menutupi perasaan khawatir dengan sikapnya yang acuh. "Aku kecewa nih, awas kalau menghubungi atau mencariku, ya! Aku tidak mau melihat wajahmu!"

Ellen berpura-pura merajuk, berharap ia akan mendapatkan perhatian dari laki-laki yang ada di depannya, tapi yang ia dapat Liu justru mengambil kopernya dan memasukkan dalam mobil.

Itu memang perhatian sih, tapi bukan itu yang ia inginkan.

"Sudah, cepat pergi sana." Liu menutup bagasi mobil dengan suara yang keras, raut wajahnya tidak berubah sejak tadi. "Kalau kau terus tersenyum terus seperti orang bodoh, kau akan terlambat."

"Huh!" Ellen mendengkus, ia menyisingkan lengan bajunya dan tiba-tiba saja maju, memeluk Liu dengan erat. "Aku tidak akan gengsi sepertimu, aku mencintaimu sampai mati! Aku akan merindukanmu seminggu ini, tapi aku akan menahan diri tidak menghubungimu biar kau merasakan apa yang aku rasakan!"

Liu merasakan telinganya berdengung karena Ellen berteriak tepat di telinganya, wanita itu melepas pelukan mereka dan membanting pintu mobil dengan kasar.

"Awas ya, jangan cari aku!" Ellen menggembungkan pipinya, ia menutup kaca jendela mobil dan bersedekap.

Mobil melaju dengan cepat meninggalkan Liu yang masih berdiri di pinggir jalan, tidak ada teriakan yang memekikkan telinga lagi dan suasana menjadi sepi dan damai, laki-laki itu menghela napas panjang.

"Ada apa? Pagi-pagi aku sudah mendengar teriakan Ellen." Larson mengusap wajahnya, ia sepertinya baru saja bangun dari tidur dan disuruh Istvan keluar mengajak jalan-jalan bayinya.

"Maaf, apa Kent terkejut?" Liu tersenyum lemah, menatap bayi yang digendong oleh Larson, mata hijau itu berkedip pelan, tertawa.

"Tidak, dia justru senang karena aku yang terkejut." Larson menguap, ia terjatuh karena teriakan Ellen dari atas ranjang dan mendapat tawa mengejek dari putranya sendiri. "Sudahlah, jangan pikirkan itu. Kau dan Ellen berkelahi lagi?"

Bukan satu kali dua kali Larson mendengar teriakan Ellen, meski ia tidak berniat menguping masalah mereka, tapi karena Ellen yang berteriak, mau tidak mau, Larson mendengar permasalah mereka.

Yah, pada intinya selalu berputar tentang Liu yang tidak peka, Ellen yang bodoh dan obrolan mereka yang sama sekali tidak ada romantis-romantisnya.

"Tidak." Liu langsung membantah, ia tidak pernah menghandapi Ellen dengan emosi, tapi wanita itu … kebalikan dari dirinya. "Entahlah, aku tidak yakin."

"Ha, baru kali ini aku melihatmu ragu." Larson terkekeh, tangan Kent meremas pipinya. "Tapi Liu, dia itu manusia, dia berbeda dengan kita."

Larson tahu mungkin Liu tidak akan melupakan fakta penting antara mereka dan manusia, apalagi para rubah sudah mulai menampakkan dirinya.

Liu menatap Larson yang menggendong anaknya, lalu menatap ke ujung jalan yang kini telah sepi.

Ia tahu, Ellen adalah manusia.

Manusia berumur pendek, perjalanan hidup mereka sangat singkat.

"Aku tidak yakin untuk mengatakan ini padamu, tapi semakin lama, kalian akan semakin terikat."

Larson pernah menjalin hubungan dengan beberapa manusia sebelum ia bertemu kembali dengan Istvan, sedalam apa pun ia mencintai seorang manusia, ia sadar kalau perasaannya tidak akan abadi, mereka akan menua, mereka juga akan mati.

Sangat menyakitkan kalau harus melihat kekasih kalian menua dan akhirnya pikun, lalu mati dan mereka, para Ksatria Naga adalah orang yang satu-satunya tidak berubah.

"Aku tahu," sahut Liu sambil tersenyum, ia mengerti kekhawatiran yang dimiliki oleh Larson.

Jauh di lubuk hatinya, ia juga mengkhawatirkan hal yang sama. Ellen terlalu muda untuk dirinya yang sudah berusia ratusan tahun, ia juga cepat atau lambat akan menua dan dewasa.

"Pikirkanlah baik-baik, jangan sampai kalian akan saling menyakiti di akhir." Larson menarik tangan Kent yang mencakar pipinya, ada tanda merah panjang yang tercetak di sana. "Kalau kau ingin memilikinya, lakukanlah selagi masih ada waktu. Tapi kalau kau tidak ingin memilikinya, kembalikan saja dia."

Liu mendongak tanpa sadar, ia tidak pernah melihat Larson berkata sesuatu yang serius sebelumnya.

"Memiliki, ya?"

"Kau tahu apa yang aku maksud, aduh …." Larson meringis ketika cakaran Kent mengenai pipinya lagi. "Yah, pokoknya pikirkan saja."

Liu mengangguk, tanpa Larson beritahu pun apa yang akan terjadi selanjutnya ia akan memikirkan hal ini lebih bai lagi.

Larson melambaikan tangannya, ia masuk ke dalam rumah sebelum Kent mencakar pipinya lagi untuk yang kesekian kalinya.

Liu menatap ke arah langit yang terlihat cerah, tanpa ada awan-awan putih yang menghalangi, angin berhembus pelan menggerakkan dedaunan.

Seharusnya, Ellen akan baik-baik saja untuk seminggu ke depan dan ia harus memikirkan, langkah apa yang harus ia lakukan selanjut dirinya dan juga Ellen.