webnovel

Aku Mendengarkan 3

"Melelahkan."

Ellen mengusak rambutnya, ia ingin menggerutu tapi tidak berani kalau Liu marah padanya dan ia diusir.

Yah, ambil kesempatan bagusnya saja, ia akhirnya bisa berduaan dengan Liu.

Dalam jarak dua puluh meter.

Apakah ini bisa disebut sebagai kencan? Ellen tidak merasakan adanya perasaan romantis, jangankan perhatian, ia bahkan tidak bisa melihat wajah Liu dengan jelas, rasanya saat ia menatap, ia malah melihat tanaman hijau dimana-mana.

Daripada kencan, Ellen lebih merasa dirinya saat ini sedang menjadi seorang petani.

"Kita istirahat."

"Oh!"

Ellen langsung melebarkan matanya dan tersenyum, akhirnya ia akan duduk berdua bersama Liu, minum es semangka yang segar dan tidur dengan semilir angin yang berhembus.

"Ayo, ayo, kita istirahat di mana?"

"Ke rumah." Liu mencuci tangannya yang penuh lumpur di keran, ia menatap Ellen yang cemberut. "Kau ingin ada di sini lebih lama lagi?"

"Kau ini tidak peka, setidaknya ajak aku minum jus semangka." Ellen mencuci tangan dengan asal-asalan, ia juga mencuci kakinya. "Aku sudah berkeringat dan kotor, di mana bayarannya?"

"Sini."

Liu melambaikan tangannya dan Ellen langsung berlari mendekat seperti anak kucing, wanita itu langsung mengulurkan tangannya dan Liu merogoh sakunya.

PLUK!

Sebuah permen berguling di tangan Ellen, wanita itu mengedipkan matanya. "Apa ini? Kenapa bukan uang?"

"Ini permen jahe." Liu tidak memedulikan reaksi Ellen, ia berjalan mengambil barang-barangnya di pondok. "Sebentar lagi akan hujan, kupikir kau membutuhkannya."

BLAR!

Petir menyambar tepat di tengah kebun, hujan deras langsung mengguyur mereka berdua, Ellen menatap permen jahe di tangannya yang basah lalu pada Liu yang membuka payung yang entah ia dapat darimana.

Ia semakin cemberut.

"Kemari." Liu menggerakkan payung, Ellen yang sudah terlanjur basah langsung mendekat dan menarik lengan Liu.

"Aku akan mati kedinginan."

"Lalu?"

"Tidak bisakah kau memberi aku jaket?"

"Apa kau tidak menggunakan matamu dengan benar? Aku tidak memakai jaket."

Ellen menatap Liu, ia semakin cemberut hingga wajahnya itu mengerut, tidak peduli dengan angin atau hujan yang menerpa, ia rasanya ingin menangis.

"Ya ampun, kau ini cengeng sekali." Liu menghela napas, kalau Ellen tidak berjalan ia juga tidak bisa berjalan.

Ellen mendengkus, ia melipat kedua tangannya di depan dada, berpura-pura merajuk.

Liu mengangkat tangannya dan merangkul Ellen, menarik wanita itu mendekat ke arahnya hingga tubuh mereka saling merapat.

"Apa sekarang kau masih kedinginan?"

"Tidak." Ellen yang tadinya cemberut langsung sumringah, ia memeluk pinggang Liu dan menyandarkan kepalanya. "Ayo kita jalan sambil berpelukan."

Liu tidak berkata apa-apa, semakin lama hujan turun semakin deras dan mereka harus berjalan dengan hati-hati agar tidak tergelincir, Ellen memasang senyuman lebar sepanjang jalan, merasa bersyukur karena hujan yang deras ini membuatnya bisa mesra dengan Liu.

Hingga mereka sampai ke teras, Ellen masih enggan melepaskan pelukan mereka hingga Liu menarik ujung pakaiannya.

"Ah, kenapa kita tidak berpelukan saja sampai masuk?" Ellen merasa kehilangan, tiba-tiba saja ia merasa dingin dan segera menggosok lengannya.

"Kita sudah sampai, untuk apa saling memeluk? Sana masuk dan mandi, jangan sampai besok kau demam." Liu menutup payung dan menaruhnya di sudut.

Ellen tidak marah, ia masih senang karena pelukan mereka dan berjalan masuk ke dalam rumah. Liu ikut masuk ke dalam rumah dan langsung masuk ke kamarnya.

Hujan terus berlangsung sampai sore, membuat Ellen tidak bisa melakukan apa-apa, ia berjalan keluar kamar dan mencari Liu.

Liu sedang duduk di dekat jendela, menulis sesuatu di bukunya, mungkin semacam resep obat atau apalah itu, Ellen berinisiatif membuat teh hangat dan membawakannya untuk laki-laki itu.

"Nah, minumlah." Ellen tersenyum, duduk di depan Liu dengan tingkah manisnya, jika Ellen terus sepeti ini Liu merasa wanita ini sangat baik.

Tapi kalau tingkah aslinya kambuh, Liu tidak tahu harus mengatakan ia baik atau buruk.

"Ada apa?"

"Tidak ada, aku hanya ingin duduk bersamamu." Ellen bersandar di kursi, merasa puas dengan keadaan mereka saat ini. "Lanjutkan saja, aku tidak akan menganggu."

Ellen memegang gelas teh yang mengepul, membiarkan hawa panas mengenai wajahnya dan ia merasa sangat santai.

Liu tidak memedulikan apa yang Ellen lakukan, ia menulis resep obat di bukunya, ia harus melakukan beberapa percobaan sampai benar-benar menemukan ramuan yang pas agar ia bisa menekan rasa mualnya ketika berhadapan dengan para rubah.

"Oh, aku ingin mengatakan sesuatu." Ellen meletakkan gelas teh yang tersisa setengah, ia ingin mengatakan hal ini dari tadi, tapi lupa. "Ada kegiatan praktik kampus dan mungkin aku akan pergi selama seminggu ke tempat terpencil."

"Seminggu?" Liu langsung menatap Ellen, gerakan tangannya langsung berhenti. "Ke mana kau akan pergi?"

"Ah, suatu tempat." Ellen mengambil ponsel di sakunya dan menggesek layar beberapa kali. "Ini cukup jauh dan terpencil, ada banyak pasien yang kurang perawatan di sana."

Ellen menyerahkan ponselnya dan memperlihatkan pada Liu sebuah artikel suatu desa, ia juga tidak ingin ke sana, tapi dosen dan nilai mata kuliahnya akan dipertaruhkan.

Ia akan berpisah dengan Liu, itu membuatnya sangat tidak nyaman. Ia berharap semoga Liu tidak keberatan kalau ia melakukan panggilan video setiap hari.

"Berapa orang yang akan pergi?"

Liu mengembalikan ponsel Ellen ke tangan wanita itu, lalu kembali meraih pena.

"Yah, sekitar lima belas bersama dosen dan asisten." Ellen mengusap dagu, karena ia memiliki nilai yang bagus, ia tidak akan khawatir dengan perjalanan ini.

Tapi masalahnya, teman-temannya … ah tidak, ia tidak punya teman baik. Olive dan Teresa pasti juga ada di sana, belum lagi ada Elmer.

Ellen sepertinya harus menyiapkan dirinya untuk bersabar, ia juga harus menahan diri untuk tidak bersikap yang aneh selama ia jauh dari Liu.

"Begitu …" Liu menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia kembali melanjutkan tulisannya. "Berhati-hatilah dan ingat pesanku saat kau pergi."

"Pesan? Pesan yang mana?" Ellen mengusap gelas, mencoba mengingat, tapi sepertinya ia tidak mengingat apa pun tentang pesan yang dimaksud oleh Liu. "Kau mencintaiku?"

Liu tidak mengatakan apa-apa, terlalu malas jika sudah berhadapan dengn Ellen yang seperti ini.

"Jangan khawatir, aku juga mencintaimu. Aku tidak akan selingkuh dan dekat dengan orang bernama Elmer itu, aku ini setia!" Ellen berkata dengan senyuman lebar di wajahnya, merasa bangga dengan apa yang ia katakan.

Lagipula ia tidak pernah memiliki sedikit pun niat untuk selingkuh, laki-laki yang ada di depanya ini terlalu khawatir, ia cemburu dan pura-pura cuek di depan Ellen.

"Kau ini ternyata manis sekali ya." Ellen terkekeh sendiri, sementara itu Liu hanya menghela napas panjang.