webnovel

BARA

Cintanya terkhianati, ketika gadis yang begitu ia cintai itu kemudian lebih memilih menikah dengan putra bungsu Presiden yang sedang berkuasa penuh di negaranya itu. Ia kemudian hendak dijodohkan dengan seorang dokter cantik oleh sang nenek. Bukannya setuju, ia malah membantu dokter itu jadian sama laki-laki lain yang dokter itu cintai. Dan ketika kemudian ia menemukan cinta barunya, gadis itu kembali datang kepadanya. Meminta kembali tempat dihati Bara yang pernah ia miliki sebelumnya. Mana yang akan Bara pilih? Cinta barunya atau cinta yang menorehkan luka? Novel ini merupakan pengembangan dari novel yang saya tulis di platform sebelah. Dimana kisah Bara pertama kali saya tulis. Selamat membaca.

Kim_Aikko · Urban
Not enough ratings
130 Chs

Sepenuhnya ...

"Aabbiii ...." Septi terengah-engah ketika ia merasakan ada sesuatu keluar dari kemaluannya.

Bara menatap manik mata itu, mata mereka saling pandang dan tanpa suara sekalipun mata mereka seolah saling mengirim sinyal dibalik tatapan berkabut dua insan itu.

Bara kembali meraih bibir itu, dengan lembut penuh nafsu. Septi sendiri sudah lupa pada penolakannya, kini bukan hanya tubuhnya yang seolah suka pada setiap sentuhan-sentuhan dan sensasi yang Bara berikan, namun otaknya juga! Ada sesuatu dalam dirinya yang menginginkan semua lebih dari ini.

"Bolehkah aku ...,"

"Iya!" belum selesai Bara melanjutkan permintaannya, Septi lebih dulu menjawab. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi, semua sentuhan Bara benar-benar membuatnya gila!

Bara tersenyum, mereka sudah polos tanpa sehelai pakaian pun yang menempel. Dan Bara mulai melakukan apa yang sudah sangat lama sekali tidak ia lakukan. Ia mengarahkan miliknya, menggeseknya sesaat, kemudian mendorongnya masuk ke dalam.

Septi mencengkeram kuat-kuat lengan Bara, rasanya begitu pedih ketika benda itu mulai masuk ke pangkal selangkangannya.

Bara tersentak ketika menyadari betapa sempit milik tunangannya itu dan rasanya seperti ... Bara benar-benar penasaran, dengan satu hentakan ia mendorong penuh miliknya masuk.

"Sssakkiitt ...," desis Septi dengan linangan air mata. Wajahnya memerah luar biasa, antara menahan sakit dan gejolak yang sudah membara dalam dirinya itu.

Nafas Bara makin memburu, sekali lagi ia jadi laki-laki pertama untuk seorang gadis! Gila! Kenapa ia macam fuckboy yang gemar tidur dengan banyak wanita? Gemar merampas mahkota kehormatan wanita? Ahh ... ia buru-buru melenyapkan semua pikiran itu dari kepalanya. Fokusnya sekarang adalah pada permainannya siang ini.

"Tarik keluar, sakit banget ini!" desis Septi sambil terisak.

Namun Bara tidak peduli, ia mulai menggoyang pinggulnya perlahan-lahan. Rasanya ... Bara benar-benar merasa kembali terbang tinggi ke angkasa, siapa yang mengira bukan? Puasanya setahun lebih terbayar oleh sensasi senikmat ini?

"Sakitnya cuma sebentar, aku janji." bisik Bara dengan nafas memburu, matanya terpejam dan ia mulai mendesah perlahan, sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata lagi kenikmatan tubuh tunangannya ini.

Septi menggigit bibirnya kuat-kuat, pedih itu masih begitu menyiksanya hingga kemudian lamat-lamat ia mulai merasakan sensasi lain yang membuatnya nyaman.

Bara tahu betul apa yang perlu ia lakukan jika berhadapan dengan gadis bersegel seperti ini, dan itulah yang sekarang sedang ia lakukan. Mencoba memacu Septi agar ia dapat menikmati setiap sentuhan dan dorongannya itu.

***

"Ssaaayyaaanggg ...," desahan Bara berubah jadi pekikan panjang yang begitu keras ketika akhirnya ia sampai pada puncaknya.

Nafasnya tersengal-sengal, ia membelai lembut dan mengecup bibir itu sekali lagi. Tubuh mereka basah oleh keringat. Dengan perlahan Bara mencabut miliknya dari dalam diri Septi. Bisa ia lihat dengan jelas miliknya itu berlumuran darah dan cairan kental miliknya.

Benar dugaannya, Septi benar-benar masih perawan. Setidaknya beberapa puluh menit yang lalu, kalau sekarang tentu tidak perlu ditanyakan lagi!

Septi memejamkan matanya erat-erat, bulir bening itu lolos dari sela-sela matanya yang terpejam. Bara kembali menindih tubuh itu, menyeka air matanya dan memeluknya erat-erat.

"Bolehkah bulan depan aku menikahimu?" bisik Bara sambil membenamkan kepalanya di dada Septi.

"Kamu ingin bulan depan?" tanya Septi lirih, i masih enggan membuka matanya.

"Inginku besok malahan, namun terlalu mendadak. Bulan depan saja ya." mohon Bara sambil mengangkat wajahnya dan menatap Septi.

"Biarkan aku bicara dulu dengan orangtua ku, Bi."

"Apa perlu aku yang bilang?"

Septi membuka matanya, ia menatap Bara yang keringatnya masih mengucur dari pelipisnya itu.

"Biar aku dulu yang bicara, nanti aku kabari."

Bara menghela nafas panjang, ia memeluk erat-erat tubuh itu. Tubuh yang baru saja memberinya kenikmatan dunia dan bukan hanya itu saja, sebuah selaput berharga itu juga Bara dapatkan!

"Kita sudah kelewat batas." desis Septi lirih. Rasa pedih itu masih menyiksanya.

"Maafkan aku, aku tidak bisa menjagamu."

"Bukan sepenuhnya salahmu, aku juga tidak bisa menjaga diriku. Entah bagaimana sentuhan mu benar-benar menghilangkan akal sehatku." Septi tersenyum kecut, air matanya kembali menitik.

"Kamu menyukainya?" tanya Bara menatap manik mata itu.

"Kecuali rasa pedih dan sakit itu ...," Septi terkekeh, mau bagaimana lagi? Semua sudah terjadi bukan?

"Terimakasih sudah menjaganya untukku." desis Bara yang kemudian merasa sedikit menyesal, ini wanita ke tiga yang ia tiduri, wanita ketiga yang ia pecah perawannya. Sungguh tidak adil bukan untuk Septi? Bara sudah tidak suci!

"Aku menjaganya untuk suamiku, jadi karena kamu sudah mengambilnya, kau harus menjadi suamiku."

"Bulan depan pokoknya kita menikah, oke?"

Septi tersenyum, ia menganggukkan kepalanya cepat. Bara sangat suka senyum itu, ia langsung menarik dagu tunangannya itu dan kembali mengulum bibirnya. Untuk beberapa saat mereka saling menautkan bibir, hingga kemudian Bara membalikkan posisinya hingga sekarang Septi berada di atas tubuhnya.

"Mau mencoba hal yang berbeda?" Bara tersenyum penuh arti, matanya menatap lekat-lekat mata Septi.

"Apa?" tanya Septi dengan wajah yang kembali memerah.

"Kau di atas, pimpin jalannya permainan."

***

Di tempat lain, wanita dengan dress casual mahal itu tengah benar-benar gusar. Di tangannya ada iPhone seri terbaru yang bahkan belum masuk ke Indonesia. Berkali-kali sudah ia berusaha menghubungi nomor itu, namun nihil. Sama sekali tidak terhubung.

Sementara itu waktu terus bergulir, sebentar lagi ia harus bertolak ke bandara untuk menyambut sang suami yang baru saja pulang berdinas.

"Maaf Nona, sebaiknya Anda segera bersiap-siap." guman laki-laki tegap itu sopan.

"Oke baiklah!" wanita itu mengalah, ia bergegas berdiri, meninggalkan iPhone-nya di meja dan melangkah ke walk in closet-nya.

***

Tubuh Septi terkulai lemas di atas tubuh Bara yang kembali bersimbah peluh itu. Bara hanya tersenyum penuh arti, ia belum mencapai puncaknya, kenapa malah gadisnya ini tepar duluan?

Ia buru-buru membalikkan posisi mereka dan langsung mendorong kembali miliknya masuk. Begitu kasar hingga Septi memekik keras. Namun Bara tidak peduli, ia segera menyelesaikan permainan ini.

Di hentakannya kuat-kuat miliknya, membuat Septi terus menerus mengerang sambil mencengkram kuat-kuat lengannya.

"Abii ... udah nggak kuat," erang Septi sambil menggelinjang hebat.

"Tahan ... keluar bareng ... oke?" guman Bara sambil terus menghentakkan miliknya kuat-kuat, makin lama rasa itu semakin mendominasinya dengan luar biasa.

Bara memejamkan matanya, dicengkeramnya kuat-kuat rambut panjang Septi yang berantakan itu.

"Ssssaaayyyaaannnggggg ...." tubuh Bara mulai mengejang dan tak lama kemudian keluarlah cairan hangat itu sebagai penutup permainan mereka siang ini.

***

"Masih sakit?" tanya Bara ketika Septi masih tertatih-tatih melangkah keluar dari kamar mandi.

"Masih lah, perih banget rasanya, Sayang." gerutu Septi sambil sesekali mengernyit menahan pedih.

Bara hanya tersenyum, ia kemudian meraih tubuh Septi dalam pelukan. Di dekatnya erat-erat tubuh itu, rasanya ia benar-benar tidak mau kehilangan sosok ini. Bara sudah amat mencintai gadis ini.

"Aku ingin kamu segera hamil ketika kita menikah nanti, paham?" ujar Bara lalu melepaskan pelukannya dan menatap manik mata itu.

"Kalau aku tidak mau?" goda Septi sambil tersenyum jahil.

"Kuperkosa sampai kau hamil lah, apalagi?"

Sontak mereka tertawa bersama, Septi kembali memeluk tubuh itu. Sekarang ia sudah sepenuhnya milik tunangannya, dan semoga tidak ada yang menganggu hubungan mereka hingga kelak maut yang akan memisahkan mereka.

***

Maaf ya, Septi harus pecah perawan, soalnya setelah ini nanti masuk ke klimaks nya hehe

Jangan lupa tinggalkan review ya

Terimakasih