webnovel

Mencintai Mu ...

"Lantas hari ini kita kemana?" tanya Septi ketika mereka hanya menonton tv sambil ngemil di ruang depan.

"Entah, kamu pengen kemana?" tanya Bara yang tidak beranjak dari acara yang ditontonnya.

"Nggak tahu juga sih, masih sakit rasanya." gumannya lirih.

Bara sontak tersenyum, ia melirik Septi sekilas lalu mengacak lembut rambut tunangannya itu.

"Makasih banyak Sayang." guman Bara lalu mengecup lembut pipi Septi. Gadis itu hanya tersenyum lalu menyenderkan kepalanya di bahu Bara.

"Aku pengen ke Madiun." gumannya lirih.

"Boleh, berangkat sekarang?" tanya Bara bersemangat.

"Nginep? Mana boleh?" Septi tersentak, bisa ngamuk Bang Andre kalau mereka pergi dan menginap bersama, apalagi sampai tahu bahwa mereka sudah sejauh ini. Sudah saling menikmati tubuh satu sama lain.

"Makanya cepet nikah yuk, biar kita dua puluh empat jam, mau kemana aja bebas." Bara pura-pura cemberut, membuat Septi tertawa melihat betapa menggemaskan wajah itu.

"Iya deh iya, kita nikah deh."

"Bulan depan?" ujar Bara bersemangat.

"Tunggu kabar saja lah nanti, kan aku belum ngomong sama mama papa." Septi tersenyum, lalu kembali menyenderkan kepalanya dan memeluk tubuh Bara erat-erat.

"Yah, PHP."

"Lho aku PHP gimana sih? Seriusan Abi!" Septi bangkit lalu mencubit hidung mancung Bara.

"Bulan depan ya. Aku nggak mau tahu, pokoknya bulan depan!" guman Bara mengultimatum.

"Kenapa sih buru-buru amat?" Septi benar-benar heran.

Bara tidak menjawab ia mendekatkan wajahnya lalu kembali menyapu lembut bibir itu, Septi tidak melawan, karena jujur ia mulai suka setiap sentuhan Bara. Apalagi ketika Bara membawanya menuju puncak kenikmatan dunia itu.

"Bagaimana kalau kita menghabiskan hari ini dengan bersenang-senang?" bisik Bara tepat berada di telinga Septi.

"Bersenang-senang? Bersenang-senang yang bagaimana?"

Bara tidak menjawab, ia buru-buru mengangkat tubuh itu dan membawanya kembali ke kamarnya. Ia harus segera memberitahu calon istrinya itu apa yang ia sebut dengan bersenang-senang.

***

Wanita dengan seragam hijau dan rambut yang dicepol rapi itu sudah berdiri di terminal kedatangan. Ia bersama beberapa wanita lain dengan seragam yang sama menanti kedatangan pesawat itu. Pesawat yang membawa para pria kebanggaan mereka kembali pulang ke tanah air.

Kirana hanya menghela nafas panjang, ia selalu mencoba menyunggingkan senyum ketika beberapa kamera awak media memotret dirinya. Ya ... diantara semua wanita berseragam hijau itu, dialah yang paling di sorot! Siapa yang tidak kenal dengan Kirana? Menantu dari presiden yang sedang berkuasa itu?

Suaminya bukan hanya TNI berpangkat tinggi biasa, ia merupakan anak bungsu dari presiden negara ini. Hebat bukan? Pantaskah dia bangga? Tentu pantas dong! Namun kebanggaan itu harus Kirana tukar dengan sebuah hal berharga dalam hidupnya!

Kirana melirik salah satu ibu Persit yang tengah menggendong bayi merahnya itu. Rasanya hati Kirana meronta-ronta. Rasanya ia ingin menangis, tapi menangis di muka umum seperti ini, mana boleh? Itu dilarang! Karena itu akan membuat awak media dan masyarakat bertanya-tanya dan berasumsi yang tidak-tidak! Jadi hal itu tidak boleh dilakukan.

Kirana hanya menghela nafas panjang, tak beberapa lama pesawat yang dinanti-nanti sudah mendarat. Ia sudah bisa mendengar beberapa isak tangis yang keluar. Tentu, pasti para wanita ini merindukan suaminya bukan? Sama Kirana juga! Namun ada yang lebih ia rindukan dibandingkan Yusrizal. Siapa?

Ahh ... Kirana mencoba mengusir jauh-jauh bayangan itu, ia hanya fokus pada pasukan yang tengah berbaris setelah keluar dari badan pesawat itu. Salah satu diantaranya adalah Yusrizal, suaminya.

Mata Kirana berkaca-kaca, bukan karena terharu karena akan bertemu kembali dengan suaminya, namun karena ia ingin menangisi hidupnya. Dan ini kesempatan yang bagus bukan? Jadi awal media akan mengira ia menangis terharu karena bertemu kembali dengan suaminya setelah lama terpisah.

Kirana membiarkan air matanya jatuh, sebodoh amat beberapa kamera wartawan membidik wajahnya, ia tidak peduli. Hingga kemudian ketika barisan itu dibubarkan, Kirana buru-buru berlari menghampiri sosok tinggi tegap dengan seragam lorengnya itu.

Sosok itu sudah merentangkan lebar-lebar kedua tangannya, dan Kirana pun jatuh dalam pelukan laki-laki itu yang tak lain dan tak bukan adalah Yusrizal! Tangisnya sontak pecah, dan itu sangat menguntungkan para wartawan yang banyak sekali berdiri di sana.

"Hai sayang, aku rindu." bisik Yusrizal sambil mencium pangkal kepala istrinya.

Kirana tidak menjawab, hanya isaknya yang terdengar, membuat Yusrizal ikut menitikkan air mata. Sebuah pemandangan yang mengharukan bukan? Kirana yakin foto mereka besok akan banyak beredar di media cetak dan media massa lainnya.

Yusrizal melepas pelukannya, ia menghapus air mata istrinya itu. "Kita pulang sekarang?"

Kirana hanya mengangguk pelan, lalu mencoba tersenyum. Dengan mesra Yusrizal menggandeng tangan istrinya sambil sesekali melambaikan tangan pada para awak media.

Sebuah pemandangan yang indah bukan? Namun tidak banyak orang yang tahu, apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sebenarnya dirasakan oleh Kirana. Tidak! Tidak ada yang tahu kecuali dirinya sendiri.

***

Septi memekik keras ketika ia merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh bagian bawahnya itu. Tidak perlu ditanya, ia kembali merasakan orgasmenya, entah sudah yang ke berapa kali. Nafasnya terengah-engah, keringatnya mengucur deras.

Bara hanya tersenyum sekilas, ia belum mencapai puncaknya, jadi ia terus memompa tubuh itu tanpa ampun.

"Biii ... udah, Bi ...." renggeknya lirih, tubuhnya sudah benar-benar lemas.

"Sebentar lagi oke?" Bara kembali mendesah sambil terus menuntaskan gairahnya itu.

"Biii ...," rintih Septi lirih sambil memejamkan matanya erat-erat.

"Iya sayang ...," Bara tidak peduli, ia benar-benar suka dan sangat menikmati tubuh istrinya ini.

Septi tidak kembali bersuara, ia pilih menggigit kuat-kuat bibir bawahnya. Tubuh Bara mulai menegang, artinya sebentar lagi semua ini akan berkahir. Dan benar saja, desahan Bara sudah berubah menjadi erangan.

Tak perlu waktu lama, Septi merasakan cairan hangat itu tumpah memenuhi rahimnya bersamaan dengan erangan panjang laki-laki yang menindihnya itu.

Nafasnya terengah-engah, ia mengecup lembut kening Septi yang sudah oleh peluh itu.

"Sudah, serius udah lemes banget, Bi ...," desis Septi lirih, nafasnya masih belum teratur.

"Tenang, ini yang terakhir untuk hari ini!" guman Bara sambil menikmati sisa-sisa pelepasannya itu.

Septi tidak lagi menjawab, tubuhnya sudah benar-benar lemas tidak berdaya. Matanya begitu berat, hingga kemudian ia terlelap dibawah kungkungan tubuh Bara yang belum mau menyingkir itu.

***

"Kamu tampak makin cantik." puji Yusrizal ketika sudah berada di mobil bersama sang istri.

"Izin, terimakasih Bang." ujar Kirana sambil tersenyum.

"Hey, jangan seformal itu, kamu itu istriku, bukan bawahanku." Yusrizal tersenyum, ia meraih tangan istrinya lalu menggenggamnya erat.

"Iya Sayang, bagaimana hari mu di sana?" tanya Kirana sambil menatap sosok yang menjadi suaminya itu.

"Berat, sangat berat! Terlebih aku tidak bisa ketemu kamu, melihat kamu. Itu yang membuat makin berat, Sayang."

Kirana menatap sosok itu, sebuah siluet sempurna tampak disana. Dengan tubuh gagah tinggi dan tegap itu, tangan dan tubuh berotot, rahang yang tegas dengan mata tajam. Sungguh memang dia adalah idaman, terlebih dia adalah putra bungsu dari presiden!

Namun hati Kirana menjerit, ia sudah lama memendam semua ini, dan ia benci dengan segala kesempurnaan yang punya ini!

***

Hai ...

Jangan lupa dukung Bara dengan memberi review untuk BARA ya, kalau ada yang masih bingung, bisa ke kolom pencarian, terus ketik BARA yang penulisnya Kim Aikko, klik judulnya lalu Scroll sampai bawa, nanti ada bintang lima dan tulisan "Beri peringkat buku ini" nah itu diklik, beri ulasan dan nyalakan bintang lima nya.

Terimakasih atas dukungannya ya..

Next chapter