webnovel

Bangsat Boys

Jeka pemuda badung ketua geng Bangsat Boys tengah mengalami patah hati akut. Pada suatu hari ia bertemu dengan gadis polos bernama Unaya. Kesepakatan yang tak terduga terjadi, terlibatlah mereka dalam sebuah hubungan pacaran kontrak. Hubungan yang mulanya hanya berlandaskan saling menguntungkan tiba-tiba berubah menjadi hubungan rumit dan menyesakkan. Dan disinilah titik balik leader Bangsat Boys bermula.

nyenyee_ · Urban
Not enough ratings
69 Chs

Mengetahui

"Teman siapa?". Tanya Unaya. Dan bersamaan dengan itulah Suryo keluar dari ruangan.

"Semua udah beres, Jeka jangan ulangi kesalahan kamu. Kebut-kebutan di jalan, punya SIM modal nembak lagi. Gak usah sok keren, malu sama umur. Mending kamu main kelereng aja sama anak kompleks, gak usah sok-sokan jadi pentolan sekolah". Omel Suryo.

"Iya Om, maaf udah ngerepotin. Tapi Om kalau boleh minta tolong, bebasin teman Jeka sekalian boleh gak?". Pinta Jeka dengan wajah memelas. Suryo mengembuskan nafas berat, kalau bukan karena permintaan Unaya, ia tidak akan mau membuang-buang waktu hanya untuk menyelesaikan masalah Jeka seperti ini. Anak-anaknya saja tidak pernah bermasalah, kenapa ia repot-repot mengurusi masalah anak orang? Begitulah batin Suryo.

"Ya sudah, siapa teman kamu?". Jeka tersenyum lega saat Suryo menyanggupi permintaannya. Setelah itu Suryo kembali berbicara pada Pak Polisi, dan Sobirin dibebaskan.

"Sobirin?". Pekik Unaya tak percaya begitu mengetahui jika teman yang Jeka maksud adalah Sobirin.

"Kak Una?". Sobirin menatap Unaya dengan tatapan bak puppy yang minta dipungut.

"Una, Papa tunggu di mobil. Kalau sudah selesai urusannya, segera susul Papa". Ujar Suryo pada Unaya.

"Makasih Om sudah bebaskan kami. Dan sekali lagi saya minta maaf karena membuat Om repot, saya gak tahu lagi mau balas kebaikan Om dengan apa". Kata Jeka dengan tulus. Benar-benar berterimakasih karena Suryo sudah peduli padanya, meski Jeka tahu jika lelaki itu tidak menyukainya.

"Simpel saja. Jangan pernah membuat anak saya sedih". Sahut Suryo kemudian berlalu pergi. Jeka menatap punggung Suryo yang mulai menjauh dengan perasaan yang berkecamuk. Tidak membuat Unaya bersedih ya?

"Maaf Om, tapi saya sudah melanggar itu". Batin Jeka dengan wajah sendu. Unaya tahu, Jeka merasa terbebani dengan perkataan Papa-nya. Terlihat sekali dari perubahan raut diwajah pemuda itu.

"Sobirin, kok kamu bisa ada di sini?". Tanya Unaya mencoba mencairkan suasana yang mendadak canggung.

"Iya Kak, huhu. Sobirin takut banget". Rengek Sobirin kemudian memeluk Unaya dengan manja. Sontak saja Jeka menatapnya tak terima, apalagi Unaya kelihatan tak keberatan dipeluk Sobirin seperti itu. Gadis itu justru mengusap kepala Sobirin dengan sayang.

"Ya ampun, cup! cup! Udah gak apa-apa, kan kamu udah bebas". Kata Unaya lembut.

"Iya Kak, huhu". Jeka memutar bola matanya jengah, dan dengan penuh amarah pemuda itu menarik tudung jaket Sobirin hingga pelukannya terlepas.

"Heh kutil, bisa bener ya loe modus-nya". Omel Jeka sembari menjitak kepala Sobirin dengan gemas.

"Aw! Modus apaan sih Bang. Kak Una ini udah kayak Kakak gue sendiri. Jeni teman gue...".

"Jeni?". Potong Jeka dan mencoba mengingat sesuatu. Sepertinya ia pernah bertemu Sobirin sebelumnya, tapi dimana ya?

Ah?! Beberapa minggu lalu, saat Jeni dan Sobirin diajak makan malam oleh Yeri di rumahnya.

"Loe temennya Yeri berarti? Loe pernah makan malam dirumah gue". Lanjut Jeka sambil menunjuk Sobirin dengan telunjuknya.

"Lah? Masa sih Bang? Emang Abang ini siapa-nya Yeri?". Tanya Sobirin yang memang lupa-lupa ingat. Sementara itu Unaya bingung, ia bagaikan keong yang Hah-Heh-Hoh tak paham apapun.

"Gue Abang-nya Yeri, ingat gak loe?!". Sobirin membulatkan matanya sembari menunjuk Jeka dengan shock-nya.

"Ya Allah Bang, ingat gue! Kalau loe Abang-nya Yeri, berarti...". Sobirin menunjuk Unaya dan Jeka bergantian. Setahu Sobirin, ibu tiri Yeri adalah ibu kandung Jeni dan Unaya. Berarti Unaya dan Jeka? Sobirin membekap mulutnya sendiri, kaget dengan dugaannya.

"Hmmmmmppptttt...". Sobirin hendak mengatakan "Berarti loe sama Kak Unaya sodaraan dong" namun Jeka sudah lebih dulu membekap mulut Sobirin.

"Loh Jeka, itu kasihan Sobirin gak bisa napas". Kata Unaya sembari menatap Sobirin dengan miris. Kasihan Sobirin kayak ikan yang terdampar di daratan.

"Diem loe jangan ngomong apa-apa!". Bisik Jeka ditelinga Sobirin penuh ancaman. Sobirin kicep, meski tak tahu apa maksud perkataan Jeka namun pemuda itu memilih menurut saja. Melihat aura Jeka saja ia sudah ketakutan setengah mati.

"Aku cuma bercanda aja kok sama Sobirin. Iya kan Bin?". Jeka melotot kearah Sobirin memberi kode agar pemuda itu mengiyakan perkataan-nya.

"I-iya Kak. Aku sama Bang Jeka mah CS banget". Kata Sobirin sambil tersenyum garing.

"Aku? Idih sok manis banget loe ngomong sama Unaya pakai aku-kamu". Kata Jeka dengan sewotnya sambil meraup wajah Sobirin. Unaya terkikik geli melihat interaksi dua pemuda di depannya ini.

"Lah kan gue udah bilang kalau Kak Una ini udah kayak Kakak gue sendiri". Sahut Sobirin.

"Ya Tetap aja gak boleh! Gak usah sok manis loe sama dia?!". Protes Jeka yang lebih terlihat seperti sedang cemburu. Pipi Unaya memanas melihat Jeka yang ternyata cemburu padanya.

"Emang kenapa? Abang juga kenapa ngomong sama Kak Unaya pakai aku-kamu?". Tanya Sobirin balik. Jeka salting seketika, pemuda itu menggaruk tengkuknya gugup.

"Y-ya karena gue Bos! Suka-suka gue mau merintah apaan?! Juga terserah gue lah mau ngomong ke Unaya pakai bahasa apaan!". Sahut Jeka galak. Sobirin meng-iya kan saja perkataan Jeka, Bos mah selalu benar.

Unaya geleng-geleng kepala melihat Jeka yang masih saja gengsi mau bilang cemburu. Padahal ia senang-senang saja dicemburuin Jeka, artinya pemuda itu masih sayang padanya. Tak berselang lama, antek-antek Jeka menghampiri mereka. Niatnya hendak menengok Jeka namun ternyata pemuda itu malah sudah bebas.

"Gimana ceritanya Bos loe bisa bebas?". Tanya Jimi. Jeka melirik kearah Unaya, kalau bukan karena gadis itu, entah berapa lama ia akan menginap di kantor polisi.

"Bokap-nya Unaya yang udah bebasin gue". Sahut Jeka. Pemuda itu merasa sangat bersalah pada Unaya, padahal ia sudah memperlakukannya dengan buruk namun gadis itu masih peduli padanya.

"Wahh... Bu Bos emang baik banget. Makasih ya Bu Bos udah bantuin Bos kita". Kata Jaerot dengan tulus, Unaya tersenyum sangat manis hingga membuat hawa-hawa adem mendadak muncul.

"Sama-sama. Gue gak bermaksud apa-apa kok, cuma niat bantu aja. Eummm... Papa udah nunggu di mobil, gue pamit ya". Kata Unaya yang bersiap pergi.

"Hati-hati Bu Bos, sekali lagi makasih". Seru Victor sebelum Unaya melambaikan tangannya kemudian beranjak pergi. Jeka menatap punggung Unaya yang mulai menjauh dengan perasaan berkecamuk, ia belum mengucapkan terimakasih dengan tulus pada gadis itu. Dengan mantap Jeka mengejar langkah Unaya dan mencekal lengan gadis itu.

"Unaya?". Unaya menatap tangan Jeka yang mencekal lengannya dan wajah pemuda itu bergantian dengan tatapan bingung.

"Ya?". Perlahan Jeka melepaskan cekalannya kemudian membasahi bibirnya untuk menghilangkan gugup.

"Aku mau bilang makasih karena kamu udah bantuin aku". Kata Jeka dengan tulus, menatap wajah teduh gadis di depannya ini.

"Iya sama-sama Jeka. Gak usah sungkan gitu, kita teman kan?". Ujar Unaya sembari mengulas senyum tulus.

Teman ya? Entah kenapa hati Jeka perih mendengarnya.

"Teman ya?". Gumam Jeka. Unaya mendadak kikuk, ia salah ngomong ya? Kok ekspresi Jeka berubah gitu?

"Eung... ya udah ya Jek, aku pulang dulu. Bye...".

"Unaya?". Panggil Jeka lagi hingga langkah Unaya terhenti, gadis itu kembali menatap Jeka.

"Ya?". Jeka maju selangkah mempersempit jarak diantara mereka. Pemuda itu menunduk agar bisa menatap Unaya tepat dimata, kemudian menempelkan telapak tangannya dipipi lembut sang gadis.

"Aku sayang banget sama kamu". Unaya memejamkan matanya kala Jeka mengecup dahinya lembut, menyalurkan kasih sayang-nya melalui kecupan itu. Sumpah, hati Unaya berdesir dan air mata sudah mengumpul dipelupuk matanya. Agak lama Jeka mengecup dahi Unaya sebelum melepaskannya perlahan.

"Tapi maaf, aku belum bisa kasih kejelasan untuk hubungan kita". Ujar Jeka yang sukses menghancurkan segala angan di dalam benak Unaya. Unaya yang tadinya sudah melambung tinggi ke awang-awang, langsung terhempas begitu saja, tersungkur jatuh ke tanah. Sumpah! Cowok tuh gitu ya?!

--Bangsat Boys--

Kesehatan Pablo menurun dan mau tak mau lelaki itu dilarikan kerumah sakit. Penyakit jantungnya kumat lagi lantaran kepikiran dengan anak laki-lakinya. Sembari menahan sesak di dadanya, lelaki itu menyebut nama Jeka berulang kali. Ingin sekali melihat sosok anak laki-lakinya dan mengobrol hangat dengannya. Dipikiran Pablo hanya ada Jeka, sebab pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin rumah tangga. Ia tidak akan pernah merasa lega jika belum melihat Jeka berubah dan menata masa depannya dari sekarang.

"Jeka...". Ujar Pablo lagi dengan susah payah, suaranya tak jelas lantaran teredam alat bantu pernafasan. Sonia dan Yeri menangis di dalam ambulans, mereka berdua khawatir dengan kondisi Pablo yang semakin memburuk. Kebanyakan pikiran membuat penyakit lelaki itu semakin parah.

"Papa tenang Pa, nanti Mama akan bawa Jeka untuk menemui Papa". Ujar Sonia.

"Papa jangan sakit, Yeri kan udah nurut sama Papa hiks...". Isak Yeri yang membuat Pablo terenyuh. Setetes air mata mengalir di pipinya, jika ia dipanggil Tuhan sekarang maka ia tidak akan pergi dengan tenang. Lelaki itu masih memiliki tugas untuk mengubah anak sulungnya. Jeka harus menjadi seseorang terlebih dahulu sebelum ia pergi.

Semua berjalan dengan cepat, Pablo ditangani dokter dan Sonia memutuskan untuk mencari Jeka ke sekolah. Ia harus membawa pemuda itu kehadapan Pablo seperti keinginannya. Jam sekolah sudah berakhir, wanita itu menanyakan pada murid-murid yang lewat tentang keberadaan Jeka. Namun banyak dari mereka yang tidak tahu dan mengatakan jika tak melihat pemuda itu seharian di sekolah, Jeka bolos.

"Kalau dia bolos hari ini, aku harus cari kemana? Aku gak tahu tempat nongkrong-nya". Gumam Sonia sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Jarak kurang lebih lima meter, Unaya yang tengah menunggu angkot memicingkan mata kearah wanita tinggi semampai yang terlihat familiar dimatanya. Matanya membulat penuh begitu melihat wajah sosok wanita itu yang ternyata adalah mama kandungnya; Sonia. Meski penampilan wanita itu telah banyak berubah, bahkan berkali-kali lipat lebih cantik namun Unaya masih ingat betul perawakan mama kandungnya.

Mata Unaya berkaca-kaca, gadis itu hendak mendekati Sonia sebelum wanita itu dibawa pergi entah kemana oleh Jimi. Karena penasaran dan sangat ingin menemui Sonia, alhasil Unaya diam-diam mengikuti langkah keduanya.

"Untung Tante ketemu kamu Jimi, Tante gak tahu lagi mau nyari Jeka dimana". Ujar Sonia sembari berjalan cepat disamping Jimi. Beruntung ada Jimi yang melihat keberadaannya dan menanyakan apa yang terjadi. Sonia menceritakan semuanya pada Jimi, tentang Pablo yang kondisi kesehatannya drop dan sangat ingin menemui Jeka. Kebetulan memang sedari pagi Jeka berada di markas dan tidak melakukan apa-apa, mood pemuda itu sedang tidak baik.

"Semoga Jeka mau ikut sama Tante, kasihan Om Pablo". Sahut Jimi. Sonia dibawa ke markas Bangsat Boys, Unaya yang mengikuti sedari tadi pun mempertanyakan mengapa Sonia berada ditempat ini? Ia hendak mencari siapa? Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam otaknya, hingga pada akhirnya semua terjawab sudah. Pertengkaran Jeka dan Sonia di markas Bangsat Boys menyisakan satu fakta yang sukses menoreh luka dihati gadis itu.

"Jeka! Papa benar-benar membutuhkan kamu sekarang! Tolong Jeka sedikit saja turunkan ego kamu Nak, temui Papa kamu". Mohon Sonia sambil menangis terisak. Unaya membekap mulutnya menahan tangis, ia mulai paham alasan Jeka menjauhinya selama ini.

Mereka saudara!

Unaya ingat betul saat Jeka bercerita tentang mama tirinya yang ia sebut-sebut pelakor, wanita murahan, dan mengatakan terang-terangan jika ia amat membenci mama tirinya. Dan orang yang diceritakan Jeka padanya selama ini adalah mama kandungnya sendiri. Hati Unaya sakit bukan karena mengetahui fakta jika Jeka adalah saudara tirinya, melainkan saat Jeka merendahkan mama kandungnya sampai seperti itu. Jeka sangat kasar saat berbicara dengan Sonia, bahkan tak merasa iba saat Sonia berlutut dibawah kaki pemuda itu.

"Gak! Saya gak mau nemuin dia! Mau apa lagi?! Mau disuruh apa lagi?! Saya capek! Saya capek diperintah terus! Apa dia pernah sedikit saja memperdulikan saya? Gak kan?!...". Bentak Jeka dengan penuh emosi.

"Lalu, kenapa saya harus peduli padanya?!". Lanjut Jeka sembari membanting asbak kelantai hingga pecah beserakan.

"Jeka kali ini saja, saya gak pernah minta macam-macam ke kamu. Satu permintaan saya, temui Papa kamu...". Isak Sonia sembari mencengkeram kaki Jeka. Jeka sebenarnya tidak tega melihat Sonia sampai berlutut demi membujuknya, namun rasa kecewa pada Papa-nya lebih besar. Ia sudah muak dengan sikap Papa-nya, pemuda itu memilih untuk menutup matanya jika itu berkaitan dengan Papa-nya.

"Lepas! Mau kamu begini sampai besok pagi, saya gak akan luluh". Perintah Jeka sedikit menggerakkan kakinya. Yang lain hanya bisa menyimak kejadian tersebut dengan perasaan miris, mereka kasihan pada Sonia yang berusaha sekuat tenaga melunakkan hati Jeka yang sekeras batu. Unaya juga hanya bisa mengintip dari balik pintu sambil terisak dalam diam, ia hanya masih kaget dengan peristiwa yang terjadi dan fakta yang sukses membuatnya terluka.

"Gak! Saya akan tetap begini sampai kamu ikut saya! Saya tidak akan menyerah Jeka". Sahut Sonia keras kepala. Jeka dibuat geram, pemuda itu sudah hampir menampar Sonia namun tanpa diduga, Unaya dengan berani mencegah itu semua.

"Cukup Jeka! Pukul gue aja!". Teriak Unaya dengan wajah basah. Jeka dan Sonia terkaget-kaget melihat kedatangan Unaya yang tidak tepat waktu. Suasana semakin memanas apalagi saat Unaya menampar pipi Jeka hingga kepala pemuda itu tertoleh kesamping.

"Beraninya loe mau pukul Mama gue! Sini pukul gue aja!". Tantang Unaya sambil mendorong-dorong dada Jeka. Jeka sontak bungkam, pemuda itu diam tak berani melawan, membiarkan Unaya memukuli tubuhnya sambil terisak-isak. Kini semuanya sudah terbongkar, Unaya sudah tahu jika mereka saudara tiri.

"Kenapa diam?! Kaget karena tahu kalau Mama tiri loe itu mama kandung gue?!". Teriak Unaya lagi. Jeka menatap Unaya dengan tatapan kosong, tangannya terkepal kuat menahan sesak yang teramat sangat di dadanya.

"Gue udah tahu, dan hal itu alasan kenapa gue ngejauhin loe". Kata Jeka. Unaya menganga tak percaya, air matanya tumpah ruah begitu Jeka mengatakan jika dirinya sudah tahu lebih dulu. Unaya menoleh kearah Sonia yang sedari tadi menahan isakan, rindu bercampur luka terpancar dari sorot gadis itu.

"Mama, juga udah tahu?". Tanya Unaya dengan suara tercekat.

"Ma-maaf Unaya...". Unaya terkekeh merasa bodoh. Kenapa hanya dirinya saja yang seakan tak tahu apa-apa? Kemudian matanya beralih menatap antek-antek Jekq yang mendadak salting saat Unaya menatap mereka.

"Kalian juga udah tahu?!". Tanya Unaya lagi. Antek-antek Jek saling melempar tatapan satu sama lain namun setelahnya mereka menganggukan kepala.

Unaya terkekeh sekali lagi, apakah hanya dirinya yang belum tahu apapun disini? "Woahhhhh... ternyata cuma gue doang yang gak tahu apa-apa?! Cuma gue doang yang bodoh?! Kenapa sih gak ada yang ngasih tahu?!". Ujarnya dengan histeris.

"Ini demi kebaikan loe Unaya". Sahut Jeka mencoba menenangkan Unaya namun gadis itu justru menatap Jeka dengan tatapan penuh amarah.

"Kebaikan apa?! Loe udah nyakitin gue Jeka! Loe nyimpen ini sendirian dan bikin gue bingung kenapa loe ngejauh selama ini! Gue udah kayak orang bodoh yang mikirin loe melebihi mikirin diri gue sendiri! Loe bikin dunia gue hancur seketika begitu loe pergi! Loe... ah Udahlah! Percuma ngomong sampai mulut gue berbusa, cowok berhati batu kayak loe gak akan pernah ngerti!". Kata Unaya panjang lebar sebelum memilih pergi dari tempat itu.

"Unaya?!". Sonia hendak mengejar Unaya namun Jeka buru-buru mencegahnya.

"Biar saya saja". Kata Jeka dingin sebelum berlari mengejar Unaya.

"Unaya! Tunggu Na, dengerin dulu". Jeka meraih tangan Unaya namun langsung ditepis kasar oleh gadis itu.

"Na! Please, gue punya alasan kenapa gak kasih tahu loe dari awal. Dengerin dulu Unaya!". Dan dalam sekali tarikan Unaya berhasil jatuh kedalam pelukan Jeka. Gadis itu meraung di dada Jeka dan mencengkeram kuat kaos bagian depan pemuda itu.

"Gue benci sama loe Jeka! Benci banget!". Isak Unaya. Jeka mengusap rambut Unaya, membalas pelukan gadis itu. Bukan hanya Unaya aja yang sakit, Pemuda itu juga sama sakitnya, bahkan mungkin lebih.

"Iya gue tahu, dan gue emang pantas dibenci. Tapi satu yang harus selalu loe ingat, gue akan tetap menyayangi loe. Entah sebagai teman, saudara, bahkan kekasih sekalipun". Unaya melepas pelukan Jeka dengan paksa. Gadis itu menatap Jeka dingin sebelum mendorong pemuda itu kuat-kuat hingga terhuyung kebelakang.

"Halah! Bullshit!". Umpat-nya sebelum beranjak pergi.

"Mau kemana?!". Jeka mengejar langkah lebar Unaya. Pemuda itu tidak mungkin meninggalkan Unaya sendiri saat sedang kalut seperti ini.

"Pulang!" Sahut Unaya judes. Menampik tangan Jeka yang beberapa kali hendak meraih tangannya.

"Gue antar ya". Bujuk Jeka.

"Gak usah! Mending loe pergi aja sana!". Unaya kembali mendorong tubuh Jeka. Gadis itu menyetop angkot yang lewat.

"Na, kita bisa bicarain baik-baik kan? Gue tahu gue salah, tapi jangan begini". Jeka masih mencoba membujuk Unaya. Unaya menatap Jeka tajam sekali lagi sebelum mengatakan sesuatu.

"Iya kita emang bisa omongin ini baik-baik, tapi gak sekarang".

"Terus kapan?".

"Kalau gue udah balik dari Singapura". Kata Unaya sebelum masuk kedalam angkot begitu saja. Jeka mematung ditempatnya, masih berusaha mencerna perkataan Unaya barusan. Singapura? Unaya mau pergi?

--Bangsat Boys--