webnovel

Assassin of the Modern World

William Francis adalah pembunuh berkewarganegaraan North Suisse. William adalah orang misterius dengan masa lalu yang cukup keras. Namun kepiawaiannya dalam membunuh target tak dapat diragukan lagi. Politisi, bintang metal, seniman, bahkan presiden semua bersimbah darah bersinggungan dengannya. Lama bersinggungan di dunia ini membuat William mempelajari banyak mengenai watak manusia, yang egois, yang bengis, yang menjijikkan, yang gelap. Akankah jalan ini akan menjadi jalan yang dilalui William selama-lamanya? Atau sesuatu, seseorang akan menyusup dalam hidupnya, menjanjikan hidup yang lebih baik ketimbang bersimbah darah menutup mulut orang-orang besar?

Alessandro_Mulya · Action
Not enough ratings
14 Chs

The Ruler of Our Times, Part 2

1 Timothy 6:4

Anyone who teaches something different is arrogant and lacks understanding. Such a person has an unhealthy desire to quibble over the meaning of words. This stirs up arguments ending in jealousy, slander, and evil suspicions.

Well, well. Should've known it all leads up to here. "Christ," kataku pelan. Lalu aku menurunkan penjagaanku, melihat kedua tangannya terlipat rapi di perutnya. "I need answers." Kataku lagi, "and you're going to give it to me."

"William," kata Christ pelan tapi pasti, "Kamu tahu kamu tidak membutuhkan jawaban. Kita semua tahu."

"Kita?" kataku geram.

"Yes. Us. But not just the both of us. Everyone." Kata Christ dengan penuh teka-teki. "Cukup, Christ. Tidak usah basa-basi lagi." Kataku menyela. "Siapa kau sebenarnya?"

"You know, you are not supposed to know me. I am your client."

"Not anymore."

"And why is that? I do believe the contract still stands."

"Not anymore. Dean is dead."

"Do you see the body?"

"I beat the bloody crap out of him."

"Do you see the body?"

"I stabbed him, I fucking holed his entire body, I fucking smashed his face—"

"Do you see the body?"

"I fucking did it!!"

Aku mengambil napas panjang, tersengal setelah aku sama sekali tidak bernapas. Aku geram sekali. Aku benar-benar ingin membunuhnya. Tapi aku juga butuh jawaban atas semua ini. Aku butuh sebuah kepastian.

"Do you see the body?"

"Enough of this bollocks."

Aku melangkah pergi, hendak meninggalkannya. Aku ingin sekali pulang. Atau mungkin memulai hidup baru. Atau apalah. I need to clear my head.

"You want answer?" kata Christ.

Aku tertahan, dan menoleh ke arahnya. Lalu aku membalikkan badan dan berhenti. "Let's start with who you are." Aku menudingkan jariku ke arahnya. Tidak pernah sebelumnya, aku melihat wajah botaknya dengan penuh amarah.

Christ menahan diri, aku bisa lihat. Jari-jarinya sedikit bergetar. Tak lagi dia menghisap rokoknya, mulutnya yang renta dan hitam karena puntung itu sedikit bergetar. "You really are clueless, don't you William?"

Tentu saja. Dalam titik ini, aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Yang ada hanyalah repetisi aturan yang harus kulalui demi sesuatu yang aku sendiri tidak tahu benar apa itu sebenarnya.

"Just answer the bloody question, Christ. Who are you?" kataku muak dengan semua ini. Kenapa pula dia berdiri diam? Mungkin dia percaya kalau aku tidak akan menyakitinya sebelum aku mendapatkan jawaban, atau dia tidak takut mati.

"I am your client, William. Nothing more." Ah. Aku bosan sekali mendengar jawabannya yang berliku-liku—"But," kata Christ lagi, "The client that I want dead, he is more than just a target."

Aku terbingung. "He's just a singer, and a wicked man."

"No, he is not, William."

"Why does he have any connection with any of this?"

"You really are clueless."

"Tell me, Christ. Now. Or I'll fucking kill you."

"You are, by all means, reckless."

"Enough, Christ!"

"And stubborn, and stupid, and very immature—"

"Enough, I say!"

Aku tersengal lagi. Aku bosan berbicara dalam teka-teki. Aku mulai membidik Christ. "He is..." kata Christ secara perlahan, Yeah. I'm tired of you wasting my time. Who knows you're just waiting for your soldiers to come.

"He is your brother."

Aku terbelalak. Lalu aku tertegun, semakin bingung. "I was an orphan." Kataku terbata. Tunggu, aku bahkan tidak mengingat masa laluku sendiri. Wait, is he just playing mind games with me? Yes, he is. I don't remember any of it.

"Coba kau ingat, William." Kata Christ mengalihkan mukaku yang sedari tadi memandang ke bawah, bingung dengan semua ini. "Back then at the Rockwater Cemetery when we met—" Aku berusaha mengingat. Ya, memorinya kembali ke kepalaku. "Whose funeral you are attending?"

"It was..."

"It was my father." Kataku lemah. Christ tersenyum simpul. Aku akhirnya mengerti. Alasan kenapa aku melupakan semua itu. Alasan mengapa aku ingin melupakan semuanya. Let's remember it again, one more time.