webnovel

Arumi (Wanita Tangguh)

Sebuah pernikahan tanpa cinta yang di lakukan Arumi karena wasiat dari kedua orangtuanya membuat Arumi dan Candra menikah tanpa cinta, Candra yang saat itu menjadi pimpinan dalam sebuah perusahaan di tambah Arumi yang menjadi wakil direktur membuat perusahaan yang di jalankan keduanya semakin sukses dan tak bisa tersaingi, hingga Arumi merasa geram saat melihat Candra menghadiri pesta koleganya bersama sekretarisnya alih-alih mengajak dirinya yang berstatus istri sahnya. Arumi mulai geram dan mengumpulkan semua kekayaan yang di tinggalkan orang tuanya, menjual habis sahamnya dan mengundurkan dirinya dari jabatan wakil direktur. Arumi mengajukan gugatan perceraian di saat Candra pergi berlibur dengan sekretarisnya di luar negri. Dan saat Arumi sudah bisa terbebas dari Candra, Arumi yang mengantarkan salah satu anak panti yang akan menikah di KUA tiba-tiba saja bertemu dengan seorang laki-laki dengan pakaian formalnya. "Pasanganmu juga tidak datang? mau menikah denganku?" tawaran dari orang asing itu tiba-tiba saja membuat Arumi terdiam, dirinya yang sudah pernah hidup mewah dengan berbagai perasaan menyakitkan yang ia rasakan sendiri tentu saja tak akan mudah menjalin kembali sebuah hubungan. "Aku orang miskin." kata Arumi yang tentu saja membuat laki-laki itu menatap ke arah Arumi dengan tajam. "Nggak masalah," kata laki-laki itu seraya membuka kotak cincin, di dalamnya ada sebuah cincin berlian yang Arumi taksir harganya ratusan juta, karena berlian yang ada di sana tidaklah kecil. "Apa tidak ada maskawin lainnya?" tanya Arumi membuat laki-laki itu tercengang. Bukannya menghina justru laki-laki itu dengan spontan memberikan Arumi pilihan berupa rumah, mobil dan harta lain yang diinginkan. "Anakku banyak." kata Arumi tak bisa lagi mengelak. "Hartaku cukup untuk menghidupi satu negara." jawab laki-laki itu yang tentu saja membuat Arumi mengangguk, bukankah dirinya tak bisa kabur lagi? "kalau gitu siapkan tanah luas dengan bangunan paling tidak 20 lantai sebagai tunjangan kehidupan anak-anakku. Jika setuju dan bangunannya sudah berdiri kamu bisa datang ke tempatku dengan membawa surat peralihan kekuasaan atas tanah dan bangunan itu padaku." kata Arumi seraya meninggalkan alamat rumahnya yang baru saja di tulis dengan lipstik yang ada di dalam tasnya. apakah laki-laki itu mau memperjuangkan Arumi? atau malah memilih menyerah dan mencari pengantin lain? ikuti terus cerita Arumi.

Wiji1811 · Teen
Not enough ratings
5 Chs

Malam Pertama

Arumi meninggikan volume suara tv saat telinganya mendengar suara desahan yang tentu saja di suarakan oleh wanita yang tadi datang dan sekarang ada di kamar yang sama dengan Chandra.

"Yeah, oh pelan-pelan sayang." Suara yang terdengar benar-benar sangat menjijikkan, sehebat apa laki-laki itu hingga membuat wanita di dalam sana terus mendesah dengan sangat menjijikkan?

Arumi memejamkan matanya, dan memilih untuk tidur di atas sofa, membiarkan tv yang terus menyala dengan suara yang sangat nyaring, bahkan Arumi sudah menyumpal telinganya sendiri dengan earphone yang sudah ia pasang di telinga kanan kirinya, dan tentu saja juga menghidupkan lagu-lagu yang ada di ponselnya.

Arumi memejamkan matanya semakin erat saat mendengar suara pintu terbuka, hingga desahan dari wanita yang sama terdengar semakin keras dan tentu saja mengganggu dirinya.

"Kau benar-benar menolakku?" Tanya Chandra yang tentu saja membawa wanita peliharaannya ke arah meja yang ada di dekat sofa, mendudukkan wanita yang sudah telanjang itu di atasnya dengan sedikit kasar.

Arumi memilih menghiraukan, tak peduli pada laki-laki yang bahkan tak tahu malu memperlihatkan semua adegan menjijikkan itu di depannya, apa hebatnya semua itu?

"Bahkan kau benar-benar tak ingin mencobanya?" Tanya Chandra lagi yang langsung saja diikuti teriakan wanita itu di ikuti desahan yang terdengar.

Arumi tak tahan, membuka matanya dengan lebar dan melepas earphone yang di pakainya dengan asal, dan tentu saja Arumi juga melempar ponselnya ke atas sofa dengan sangat kesal.

Dengan gamblang dan jelas Arumi menatap ke arah wanita yang duduk di atas meja itu dengan senyuman sinis, dan tentu saja tatapan Arumi beralih pada Chandra yang menatapnya dengan tatapan menggoda, mulut busuk laki-laki itu tengah memainkan gunung kembar wanita peliharaannya dengan gerakan sedikit menggoda, bukannya tergoda justru Arumi sangat jijik melihatnya, bahkan dirinya semakin jijik saat mendengar desahan wanita di depannya yang terdengar begitu memuakkan.

"Kau bahkan tak malu melakukan semua itu di depan wanita yang kamu cintai?" Tanya Arumi dengan tertawa dan menatap penuh ejekan pada Chandra yang langsung saja menjauhkan wajahnya dari gunung kembar yang bergelantungan itu.

"Kenapa? Kau ingin mencobanya?" Tanya Chandra yang bahkan tak mengerti dengan ejekan yang di berikan oleh Arumi padanya.

"Kamu mau membuat kedua orang tuaku malu di atas sana? Bahkan mereka pun sudah sangat malu saat melihat putrinya menikah dengan laki-laki bajingan sepertimu." Jawab Arumi seraya berdiri dan menatap sinis ke arah wanita yang menatapnya dengan berani.

"Jal*ng." Kata Arumi seraya menunjuk jidat wanita itu dengan berani, dan tentu saja Arumi berjalan ke luar, memilih untuk menempati kamar lain daripada harus menyaksikan hal yang bahkan tidak bisa menambah kecerdasannya itu.

Arumi meninggalkan dua orang itu sendirian, tentu saja Arumi tak ingin mengganggu urusan ranjang keduanya, yang mungkin saja bisa berubah menjadi urusan dapur jika keduanya melakukannya di dalam dapur.

Arumi keluar dari kamar hotel, tertawa kecil seraya sekali lagi menoleh ke arah kamarnya, benar-benar memalukan, untuk apa dirinya menikah pada laki-laki yang seperti itu?

"Bukankah kamu sudah janji akan menikah denganku? Kenapa di tunda lagi?" Suara seorang laki-laki yang berjalan tergopoh-gopoh di depannya membuat Arumi tersenyum tipis, ada saja hal yang bisa membuatnya tertawa, bisa-bisanya dirinya hidup di jaman cerita pasaran seperti itu.

Arumi melirik tangannya yang baru saja di pegang laki-laki yang tadi di dengarnya, Arumi menatap ke arah laki-laki itu dengan tatapan yang cukup tajam.

"Jangan main-main," baru saja Arumi ingin mengungkapkan semua amarahnya, tapi tiba-tiba saja dirinya sudah tertarik ke depan dan menabrak tubuh atletis yang sangat berbau alkohol.

"Aku sudah siapkan semuanya, kamu benar-benar tak ingin melihatnya sekali saja?" Tanya laki-laki yang tentu saja masih memeluk Arumi dengan sangat erat.

"Siapa sih yang meninggalkan laki-laki bucin di sini sendirian?" Gumam Arumi seraya mencoba melepaskan tubuhnya dari pelukan laki-laki di depannya.

Saat Arumi berhasil melepaskan diri, Arumi pun menatap ke arah laki-laki di depannya dengan sedikit dalam.

"Baiklah, aku akan berbaik hati sekali saja." Kata Arumi seraya merogoh saku celana laki-laki itu dan tentu saja dengan saku jas laki-laki itu untuk mencari akses yang di miliki laki-laki itu untuk masuk ke dalam salah satu kamar.

Arumi tersenyum, menatap ke arah nomor yang tertera di kartu yang baru saja ia temukan? Benar-benar sangat menakjubkan, bagaiamana mungkin kamar laki-laki itu terletak di sebrang kamarnya? Bukankah pihak hotel terlalu bebas hingga membiarkan seseorang untuk menginap di sebrang kamar pengantin? Ah, tapi semua itu tak masalah, toh dirinya juga tak memerlukan malam pertama itu.

Sekali lagi, Arumi menatap laki-laki itu dengan tatapan yang tentu saja meneliti dengan baik, hingga akhirnya Arumi memilih untuk membatu laki-laki itu berjalan dengan bahu kecilnya, dengan menopang beban seberat itu tentu saja Arumi sedikit kuwalahan.

Suara pintu yang terbuka setelah Arumi menempelkan kartu aksesnya membuat Arumi tersenyum dan membawa masuk laki-laki itu ke dalam kamar, dan tentu saja Arumi langsung melempar tubuh berat itu ke ranjang, dan Arumi pun memilih untuk mengambil bantal dan akan menumpang tidur di tempat itu, dan tentu saja di atas sofa yang tersedia.

Arumi meninggalkan kamar dengan mengunci pintunya dari luar, berjaga-jaga agar laki-laki itu tak berbuat sesuatu padanya nanti saat dirinya tidur di atas sofa ruang tamu yang di persiapkan, sedikit berbeda dengan kamar yang tadi di pakainya, kamar hotel yang saat ini terlihat lebih luas dan tentu saja dengan fasilitas yang lebih lengkap.

Arumi menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa empuk yang di sediakan dengan sangat lega, akhirnya dirinya bisa tidur dengan nyaman malam ini dan tentu saja tak perlu takut atau bahkan merasa terganggu dengan suara desahan yang sangat menjijikkan.

Ponsel yang berbunyi membuat Arumi sedikit kesal, namun tangannya tetap merogoh ponsel yang ada di saku celananya.

"Kau di mana? Di kamar berapa?"

Pesan masuk yang tentu saja Arumi abaikan, siapa juga yang akan membalas pesan dari laki-laki yang baru saja menyelesaikan malam pertamanya dengan seorang peliharaannya? Benar-benar sangat lucu.

Tapi di bandingkan semua itu, Arumi pun mengambil ponselnya kembali dan mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

"Jangan urusi aku, puaskan saja nafsumu sampai wanita itu hamil dan menjadi anak tiriku." Tulis Arumi yang langsung saja menekan tombol send, setelah pesannya terkirim, Arumi memilih mematikan ponselnya dan meletakkan ponselnya di atas meja.

Arumi menguap sebentar, hingga akhirnya tertidur di atas sofa dengan lengannya sendiri yang ia gunakan sebagai bantalan kepalanya, melupakan semua kejadian yang mungkin saja akan menjadi mimpi terburuknya setelah kehilangan kedua orang tuanya, bahkan Arumi sangat menyayangkan hidupnya yang terpaksa terbelenggu dalam hidup suaminya itu.

Tbc