webnovel

Arcadian Crusader : Great Flower Plain

Ketika jarum panjang sejajar dengan angka dua belas, sebuah bunyi lonceng terdengar nyaring. Malam yang panjang akan memulai sebuah bencana yang sangat besar. Misteri Ladang Bunga yang Hebat akan terungkap dan Pemegang Kartu Tarot terkuat akan bangkit kembali. Petualangan West August dan Jeanne Abigail tidak akan mudah. Keganjilan dalam sebuah kegelapan akan terus mengintai mereka dan memberikan mereka perlawanan yang belum pernah ada yang membayangkannya. Sebuah mimpi buruk para pahlawan yang berjuang demi senyuman mereka semata. Akankah August dan Jeanne selamat dari pertarungan tersebut ? Takdir seperti apa yang akan menimpa mereka selanjutnya ? Malam ini akan menjadi malam yang sangat panjang...

Bagja_william · Fantasy
Not enough ratings
61 Chs

Zetsubo Parade

Akhirnya, hari yang tidak kusangka aku tunggu telah tiba.

Ledakan petasan, riuh warga, suara instrumen yang keras, hentakan kaki yang keras, semua itu mewarnai hari parade yang telah ditunggu-tunggu oleh semua orang. Para warga dan pendatang bersorak meriah melihat parade ini. Bendera kecil lambang kota ini mereka lambai-lambaikan di tangan mereka sebagai bentuk partisipasi mereka.

Prajurit keramaian berjalan dengan serentak. Diiringi musik yang dimainkan oleh batalion orkestra sihir, mereka berjalan sesuai irama. Para pemegang tongkat bendera melempar tongkatnya ke langit sambil beratraksi. Mereka menari, mereka berjalan, terutama mereka melemparkan tongkat benderanya ke langit. Aksi yang luar biasa yang mereka tampilkan disana. Tak mau kalah, batalion orkestra sihir memainkan musik yang begitu merdu nan cocok untuk dipakai dalam parade.

Sementara itu, prajurit bersenjata yang berjalan bersamaan, mereka terlihat seolah-olah melindungi tiga orang pemegang bendera di tengah kerumunan mereka. Muka mereka nampak serius dan mengerikan meskipun ini hanyalah sebuah parade. Berkebalikan dengan mereka, wajah ketiga wanita itu begitu cantik nan ramah. Mereka tersenyum sepanjang jalan dan memperhatikan jalan yang berada di depan mereka.

Semburan api kemudian muncul dari belakang pemegang bendera. Api-api itu berasal dari sekelompok Animalia yang melakukan atraksi. Mereka ikut memeriahkan parade ini dengan trik-trik ajaib nan menakjubkan mereka. Ada yang menyemburkan api, melempar bumerang melewati api-api tersebut, dan juga ada yang melompat-lompat ke sana dan ke sini seperti monyet.

Selanjutnya, kebelakang, parade ini diikuti oleh para prajurit bersenjata lagi dan yang paling di belakang adalah pemain musik lainnya. Itulah alasan mengapa musik yang dimainkan mereka begitu nyaring. Mereka berada di depan dan di belakang.

Fakta menarik, seluruh pemain musik itu adalah penyihir. Dan diantara para penyihir itu, salah satunya pernah aku temui secara tidak sengaja.

Aku dan Jeanne melihat mereka dari lantai atap kedai peri hutan kemarin. Kini, aku duduk di meja yang hanya untuk diduduki dua orang saja di pinggir atap ini. Namun, kami sebenarnya mendapatkan kursi istimewa untuk menonton parade ini tanpa kami sadari.

Jeanne duduk di depanku sambil menyilangkan kakinya. Dia menyeruput secangkir teh hangat yang ia pesan disini. Wajahnya memerah sambil tersenyum begitu di selesai menyeruput teh itu. Akan tetapi, aku merasa senyumannya semakin parah apabila dia tidak segera meminumnya lagi. Bibir itu melebar dengan cepat. Namun, dia langsung segera meminum tehnya lagi. Dengan begitu, bibirnya kembali tersenyum normal.

"Apa kau yakin, kau tidak apa-apa ?" tanyaku kepadanya.

"Tentu saja aku tidak apa-apa." Jeanne menyeruput teh hangatnya lagi. "Aku hanya takjub melihat penampilan mereka yang luar biasa."

Aku sangat ragu dengan kata-katanya. Tidak mungkin dia baik-baik saja apabila dia mengabaikan senyumannya yang aneh itu. Mungkinkah, ini adalah gejala yang dimaksudkan Shin Gluttenford. Kalau benar begitu, aku harus meningkatkan rasa waspadaku.

Karena sebentar lagi, dia akan muncul.

"Entah mengapa..... aku begitu tidak sabaran !" Jeanne menggebrak meja. "Bukankah kau juga sama, August ?!"

Nafasnya terengah-engah. Wajahnya begitu dekat denganku sehingga aku dapat mencium bau mulutnya yang dipenuhi aroma daun teh. Matanya menatap kepadaku dengan mengerikan. Dia seolah-olah sedang tergila-gila akan sesuatu.

"Baik baiklah kalau begitu tolong menjauh dariku !" aku mendorong kedua bahunya. "Dari tadi kau ini terlihat aneh, Jeanne."

"Aneh ? Aku aneh ? Ahahahaha..... bukankah itu sudah biasa ?" dia tertawa dengan senyuman yang mengerikan.

Namun, dia ada benarnya. Jeanne adalah orang teraneh yang pernah aku temui. Akan tetapi, keanehannya itu biasanya mudah aku terima. Kini, benar-benar terasa ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Entah itu kegelapan lagi atau bukan namun kegilaan ini harus benar-benar diakhiri.

"Aku ingin menyucikan Jeanne Abigail."

"Kenapa kau ingin melakukannya ? Memangnya kau bisa melakukannya ? Apa yang sebenarnya terjadi kepada Jeanne ?!"

Kemarin itu, aku benar-benar panik. Setelah aku melihat Jeanne melakukan penyucian, aku sangat takut hal yang sama akan terjadi kepada Jeanne. Jadi malam itu, aku mendapatkan tamparan yang sangat kuat dari seorang wanita tomboy.

*plakk*

"Tenangkan dirimu, West August. Kau adalah seorang Chariot dan seorang Chariot tidak pernah ingin dirinya rusuh." ujarnya setelah menamparku.

Akupun terduduk ditamparnya untuk menenangkan diriku. Tidak ada kata-kata yang ingin aku keluarkan maupun tindakan untuk aku lakukan. Disitu, aku hanya mencoba diriku untuk tenang saja dan tidak ada hal yang lain lagi.

Shin pun memegang bahuku dan berbicara depan wajahku, "Aku tahu ini berat untukmu mengakuinya. Akan tetapi, diantara beban yang kami para Pemegang Kartu Tarot lama. Anak itulah yang bebannya kuakui sebagai nomor satu. Bahkan Raja Celestial yang kehilangan semua penduduknya beserta keluarganya tidaklah sebanding dengannya. Anak itu, telah mengemban beban yang cukup besar sehingga dapat membuatnya gila."

Sebelum aku berpergian bersamanya, aku pernah menyimpulkan bahwa dia adalah seorang penjahat yang dikurung dalam sel penjara. Mungkin ada alasannya mengapa dia sampai dipenjara seperti itu dan sekarang aku mulai mengerti.

Alasannya berburu Celestial, alasannya tidak ingin tertidur, dan alasannya dia menghancurkan sebuah ibu kota dalam hitungan menit sampai membuat jurang ke dalamnya. Semua itu terjadi di hadapannya pasti karena ada darah yang bercucuran di hadapannya.

Aku bisa membayangkan perasaannya waktu itu. Jeanne bagaikan dimandikan oleh shower awan yang mengeluarkan cairan merah yang berbau besi. Dia telanjang, sendirian, menatap langit yang mengeluarkan hujan darah. Dan kini, aku melihat perwujudan ungkapan kiasan itu dalam senyumannya yang begitu mengerikan.

"Ada apa, August ? Wajahmu nampak ketakutan seperti itu..."

+---+---+---+---+

Parade telah mencapai putaran akhirnya. Para prajurit, pengibar bendera, pemain musik, pemegang tongkat bendera, dan para akrobatik akan menuju jalan utama untuk menghadapi Sang Walikota. Pertama-tama, mereka akan mengadakan upacara pengibaran bendera terlebih dahulu. Sebelum pada akhirnya, Sang Walikota akan menunjukkan dirinya.

Penyucian akan dilaksanakan begitu dirinya keluar dari balkon kantor walikota. "Setelah itu, sesuatu pasti akan terjadi terhadap Jeanne. Aku yakin itu."

"Perkara apa yang kau maksud ?"

"Entahlah aku juga tidak tahu soal itu. Hanya Jeanne seorang yang tahu apa yang akan dilakukannya selanjutnya." Shin menyilangkan kedua tangannya.

Kutatap wajah Jeanne yang sedang asyik menunggu sambil meminum teh tersebut. Sudah puluhan teh yang dia pesan dan cangkir-cangkir menumpuk di pinggirnya. Dia minum teh itu seperti orang yang tidak bersalah. Padahal dia sudah hampir menghabiskan stok teh di kedai ini.

"Hmmm..... ? Ada apa, August ?" Jeanne tersenyum kepadaku.

"Tidakkah kau berpikir, sudah berapa banyak teh yang kau minum. Apakah kau tidak memikirkan berat badanmu atau semacamnya ?"

"Tentu saja tidak, August." Jeanne menaruh cangkirnya kemudian membusungkan badannya. "Seluruh air yang masuk kedalam tubuhku langsung berpindah ke otakku. Karena kau tahu, orang pintar itu selalu menggunakan otaknya sehingga otak mereka juga butuh energi agar tidak lemas."

Sifat sombongnya mulai keluar. Dia berbicara seenak jidatnya dan mengklaim pandangannya terhadap orang pintar itu mutlak. Sejujurnya aku tidak setuju karena aku juga termasuk orang yang pintar namun tidak selalu menggunakan otakku setiap saat seperti yang ia bicarakan.

Tiba-tiba, suara tiupan terompet yang sangat kencang menghantam otakku. Pendengaranku dibuat buram olehnya. Itu adalah suara tiupan terompet terkencang yang pernah aku dengan seumur hidupku. Jeanne menertawakanku yang terkejut karena kurang waspada.

Suara itu berasal dari saksofon yang dimainkan para orkes tersebut. Mereka adalah penyihir jadi wajar saja apabila mereka dapat menghasilkan suara saksofon yang begitu kencang dan mirip terompet seperti itu.

"Ahahaha..... sayang sekali kau tidak bisa melihat wajahmu !" ledek Jeanne.

"Diamlah ! Sebaiknya kita berdiri untuk menghormati upacara pengibaran bendera mereka."

Satu seruput kemudian, Jeanne kemudian berdiri di sampingku. Dia menatap upcara pengibaran itu dengan khidmat. Namun disamping itu, bibirnya semakin melebar karena dia tidak sedang meminum tehnya lagi.

Entah mengapa, aku sedikit bangga karena dia mau mengikutiku kali ini.

Upacara pengibaran bendera telah dimulai. Para prajurit keluar dari sangkarnya yang ditutupi oleh para pemain musik. Sebelum mereka hendak keluar, para penyihir pemain musik membukakan jalan untuk mereka dengan koreonya masing-masing. Para prajurit itu keluar dengan gagah bergerak menuju tengah halaman kantor walikota.

Para prajurit itu berjalan bersamaan dengan teratur. Mereka membentuk berbagai posisi sebagai aksi mempertunjukkan kebolehan mereka. Pergerakannya begitu mulus berjalan sesuai rencana hebat mereka. Tanpa ada saling ragu, tanpa ada saling bersenggolan, mereka berhasil membuat beragam posisi yang menarik. Warga pun bersorak ramai melihat aksi para prajurit tersebut.

Tak lama kemudian, para prajurit itu menyudahi aksi baris-berbaris itu. Mereka membentuk posisi akhir mereka yang membuka jalan untuk ketiga gadis pengibar bendera. Saat mereka telah berjajar rapi semua, satu persatu prajurit mencabut pedang kemudian mengangkatnya ke atas membuat sebuah terowongan sederhana. Suara tarikan pedang bersamaan dari sarungnya begitu nyaring meskipun keadaan disini begitu ramai.

Tiga wanita pengibar bendera kemudian mulai berjalan. Mereka menggerakkan kakinya dengan anggun. Kaki-kaki yang mulus itu membuat gerakkan mereka terasa lebih anggun. Dan keanggunan sejati mereka berasal dari senyuman bibir yang menyejukkan hati orang-orang.

*prank*

Seketika aku mendengar sebuah benda yang pecah di sampingku. Dan ternyata, benda itu adalah sebuah cangkir yang pecah di tangan Jeanne. Dia menatap ketiga wanita itu dengan tatapan kesal. "Bisa-bisanya mereka berjalan seperti itu di hari yang penting ini." Jeanne menyeruput tehnya lagi. "Kalau salah seorang terjatuh bagaimana....." ujarnya dengan wajahnya yang masih terlihat tertawa.

Tanpa Jeanne sadari, dia sedang meminum teh dengan cangkir yang sudah pecah. Dengan artian, dia tidak meminumnya sama sekali.

"Hei, bukannya kau berdiri untuk menghormati upacara ini ?" aku meyakinkan.

"Bukankah seharusnya kau juga sudah tahu untuk apa aku berdiri disini." Jeanne membalas.

Aku lengah. Karena kebanggaan tidak bergunaku ini kepadanya yang hanya karena dia menuruti perintahku, pikiranku jadi melayang entah kemana. Titik yang diinjaknya merupakan titik ternyaman untuk memandang Sang Walikota. Dengan begitu, dia dapat menyerangnya senyaman mungkin dari situ.

Bahaya, sungguh berbahaya sekali. Rencana penyucian Shin akan gagal dan Jeanne akan membuat kota ini mengalami trauma yang berat.

"Hei, koboi pasir. Apakah kau pernah satu kali saja memahami masa laluku ?"

Masih ada waktu sebelum Shin menampakkan dirinya disana. Para pemegang bendera itu juga masih belum sampai di tengah halaman. Setidaknya aku mempunyai waktu untuk memperbaiki keteledoranku. Namun yang menjadi masalah, Jeanne kini menatapku dengan curiga.

"Kau tidak berkhianat dariku kan ? West August....." ujar Jeanne sambil menatapku dengan mengerikan.

"Apakah itu rencanamu ? Apakah kau berniat untuk membunuhnya di depan warganya yang sedang berbahagia ini ?"

"Kalau iya memang kenapa ? Ini sudah menjadi ambisiku dari dahulu, August. Celestial itu telah menghancurkan desaku dan merebut semua yang berharga dariku, hingga saat ini." Jeanne berjalan ke depanku kemudian membentangkan tangannya lebar-lebar, "Dan aku akan membalasnya dengan sebuah keputusasaan yang mendalam !" Jeanne menundukkan kepalanya sambil menatapku, "Dengan begitu, aku telah membuatnya putus asa dua kali lipat. Pertama karena dia akan sekarat dan warganya akan dilanda trauma yang besar." Jeanne mendekatiku kemudian menempelkan dadanya di perutku sambil menatapku dari bawah, "Itu ide yang baguskan, August ?"

Jeanne sudah di luar akal sehatnya. Kondisinya yang seperti ini sudah tidak dapat aku hentikan. Parahnya lagi, aku hanya membuang waktuku saja dari tadi.

"Hei ! Aku meminta pendapatmu."

"Tidak Jeanne. Itu bukanlah ide yang bagus. Kau hanya akan menjadi pengganti orang yang kau benci selama ini." aku menggelengkan kepalaku. "Kau seharusnya membunuhnya saja, bukan menggantikannya."

"Itu tidak penting bagiku selama aku dapat membunuhnya." Jeanne menajamkan tatapannya. "Oh ! Apa ini ? Aku mencium bau aura Celestial darimu. Apakah kau telah menemuinya dan melakukan perjanjian yang lain dengannya ?"

Bahaya, bahaya, dan bahaya. Entah mengapa dia bisa mengetahuinya. Kalau begitu, rencanaku untuk mengikuti kedua pihak ini menjadi berantakan. Dan tugasku untuk mengumpulkan mereka akan gagal.

"DASAR PENGKHIANAT !!!" Jeanne mengangkat tubuhku kemudian menghantamkannya ke lantai dengan kuat. Tenaga yang berada di tangannya itu bukan main. "Untuk sementara, kau diamlah disitu dan nikmatilah parade keputusasaan ini."

Seluruh tubuhku kemudian diikat oleh sebuah akar yang bermunculan dari lantai ini. Tak sempat untuk mengubah posisiku, aku terikat penuh olehnya.

"Aura aliran sihir Celestial itu begitu kuat sehingga dapat melekat layaknya parfum. Namun aku sengaja, agar kau dapat lebih jujur kepadaku. Tapi sayang, koboi pasir sepertimu lebih cocok untuk menjilat sepatuku." dia menginjak kepalaku sambil tersenyum sombong dan percaya diri.

Tubuhku membeku. Aku tidak bisa menggerakkannya sedikitpun. Akar-akar ini mengunciku seperti sebuah kepompong. Hanya satu-satunya jalan keluar adalah dengan menggunakan Red Velvetku semaksimal mungkin.

Namun, ketika aku akan melakukan hal tersebut, sebuah suara terdengar menggema di otakku.

"Kau telah berhasil membujuknya, August. Karena itu maafkan aku, rencanaku akan sedikit melenceng dari apa yang aku janjikan."

Aku merasa, aku telah ditipu. Semua orang berkata baik di depanku sebelumnya namun tak lama kemudian mereka berbalik dari apa yang mereka ucapkan. Padahal aku hanya ingin mempersatukan mereka saja. Namun kenapa.....

Kalian semua berbalik dari hadapanku.

Bersambung