webnovel

Another Winter

"Di dunia ini siapa yang mau menikah dengan orang yang tidak dicintainya?" "Tapi, bagaimana kalau aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku?" Naomi Carter begitu membenci Nicholas Boucher karena terpaksa menjadi tunangannya. Naomi membencinya meski Nick seorang pria yang mendekati sempurna. Tak seperti Naomi, Nicholas bertekad mengenal Naomi lebih jauh dan mungkin membuat gadis itu jatuh cinta padanya. Tapi usahanya menjadi dua kali lipat lebih sulit dengan keberadaan adiknya, Keiichi Boucher, di antara mereka. Nick telah melewati musim dingin yang lalu kehilangan Naomi, dia tak akan melewatkan salju pertama tahun ini melakukan kesalahan yang sama, meskipun itu berarti ia harus melawan adiknya sendiri.

Esterpoppy27 · Urban
Not enough ratings
25 Chs

Empat

April, 2016

New York.

Naomi merasakan angin musim semi berhembus meniup wajahnya. Ia hampir menggigil menunggu kedatangan seseorang yang tak berkabar. Naomi mengangkat pergelangan tangannya, mengecek jam tangannya kemudian mengerang ketika menyadari ia sudah berada di sini selama hampir satu jam dan tunangan gadungannya, Nicholas Boucher tak kunjung memunculkan batang hidungnya.

Central Park hari itu terasa lebih dingin dari kemarin. Mungkin karena hari ini hujan salju tipis kembali turun setelah dua bulan tak tampak. Naomi tidak tahu apa yang memasuki pikirannya saat menyetujui ajakan kencan Nick yang diusulkan oleh ibunya. Mungkin, saat itu Naomi percaya kalau lelaki itu bisa berubah. Naomi memiliki kepercayaan, walau hanya sedikit, kalau lelaki itu tak seperti yang dia pikirkan. Tapi ketidakmunculannya saat ini justru menarik segala pikiran positifnya tentang Nick.

"Naomi!!!"

Teriakan seorang lelaki dari kejauhan membuat Naomi berpaling. Lelaki itu berlari dengan cepat ke arah Naomi kemudian memperlambat langkahnya ketika ia mendekat. "Naomi..."

"Kau terlambat."

Nick tak langsung menjawab, ia membungkuk untuk mengatur napasnya yang tak keruan. "Aku berlari empat blok untuk sampai ke sini... mobilku masih terperangkap kemacetan."

Naomi menghela napas, kecewa. "Tidak."

Nick kembali berdiri, menatap Naomi dengan bingung. "Apa maksudmu?"

"Kalau kau menghargai waktuku, atau sekedar mengingat waktu janji temu kita kau tidak akan terlambat. Kau tahu keadaan jalanan New York yang selalu padat, kau seharusnya tahu dan bisa berangkat lebih awal. Itulah yang akan kulakukan kalau aku jadi kau!" Naomi tanpa sadar menghampiri Nick sambil menengadah dan mengangkat jari telunjuknya.

Nick memandang jari telunjuk Naomi yang teracung di hadapan wajahnya. "Kubilang, aku berlari empat blok untuk sampai ke sini."

"Lalu? Kau bisa melakukannya satu jam yang lalu, saat aku baru sampai di sini."

Nick menghela napas sambil setengah tertawa. Ia lalu berkacak-pinggang dan menggelengkan kepalanya.

"Apa? Menurutmu aku seharusnya tersentuh mendengarmu berlari empat blok untuk menemuiku dan melupakan fakta kalau kau terlambat satu jam? Membiarkanku menggigil kedinginan di luar? Kau bilang kau pebisnis sukses? Kau pasti menghargai waktu-waktu klienmu dan tidak pernah terlambat di setiap meeting, hah, tentu saja, karena mereka memberimu uang. Aku? Aku hanya gadis bodoh yang berpikir kalau kau berbeda. Dan rupanya aku salah." Naomi mengeluarkan sebuah syal berwarna abu-abu dari dalam tasnya lalu melemparnya dengan kasar ke arah Nick. "Selamat ulang tahun, manusia tidak tahu diri."

Dengan itu, Naomi berbalik, berjalan dengan cepat meninggalkan Nick berdiri mematung di tengah jalan setapak taman. Sambil memandang punggung Naomi yang perlahan-lahan menghilang ke tengah kerumunan orang, Nick memandang syal abu-abu dalam genggamannya dengan tatapan kosong.

***

Nick menggeram, menghembuskan napas dengan kesal kemudian mengetuk-ngetuk kaca jendela mobilnya dari kursi penumpang di belakang. Kemudian ia mengerang dengan nyaring, "Berapa lama lagi kita harus berada di sini, George?! Kita sudah menghabiskan waktu satu jam hanya untuk memutar balik. Maksudku, demi Tuhan, aku harus tiba di Central Park dalam tiga puluh menit! Kau bilang kau tahu jalan alternatif?"

"Ya, aku tahu. Tapi tidak biasanya jalanan ini macet. Kalau tidak macet, kita hanya membutuhkan 15 menit untuk ke Central Park dari sini." Supir pribadinya, George Harrison, menggerutu dan menggeleng-gelengkan kepala lalu melihat bayangan Nick dari kaca spion. "Lagipula kenapa kau tidak meminta klienmu untuk bertemu di kantor saja? Kau selalu menyuruh semua klienmu untuk datang ke kantor. Kita tidak pernah keluar untuk menemui klien kecuali orang ini benar-benar spesial."

Nick melirik George kemudian buru-buru mengalihkan pandangannya ketika dilihatnya supir pribadinya itu sedang mengamatinya. Ia lalu berdeham, "Klien kita bukan orang sembarangan, George. Dan... kita membutuhkan dukungannya untuk... eh, perusahan kita." Nick tak pernah pandai berbohong dan hanya orang-orang terdekatnya yang menyadari itu. Termasuk George yang kini tersenyum kecil.

"Ngomong-ngomong, bagaimana pun caranya, aku ingin kau sampai di Central Park dalam tiga puluh menit. Aku tidak mau terlambat. Pekerjaanmu menjadi taruhannya, Harrison, kalau sampai aku terlambat, kau bisa kehilangan pekerjaanmu. Jadi, cepat bergerak." Nick mengibaskan sebelah tangannya lalu menyandarkan kepala pada bahu kursi penumpang, mencoba mengabaikan pemandangan deretan mobil yang tak bergerak di depannya.

Belasan menit berlalu dalam bisingnya suara klakson mobil Nick yang beradu dengan klakson mobil di luar. Dari kejauhan, Nick dapat melihat beberapa polisi lalu lintas mencoba mengatur laju mobil yang tak keruan karena lampu lalu lintas yang tak berfungsi. Namun usaha polisi-polisi itu tampak tak berhasil dan pemandangan itu membuat Nick mulai frustrasi.

"Ya ampun, apa aku harus mulai menelepon helikopter?" gerutu Nick yang mengusap wajahnya dengan kecewa.

"Kau tidak punya helikopter," George mengingatkan.

"Aku tahu. Tapi keadaan seperti ini membuatku ingin membeli satu."

Nick mengerang lalu mengecek jam tangannya untuk kesekian kalinya. Oh, tidak. Dia sudah hampir terlambat. Cuaca di luar cukup dingin, apakah Naomi sedang menunggunya di luar sana? Ia berharap gadis itu belum datang.

Nick mengecek seisi mobilnya, melihat ke luar jendela kemudian melihat isi ponselnya. Ia baru sadar kalau ia tidak memiliki nomor telepon gadis itu. Lalu bagaimana ia harus memberitahu Naomi kalau dia terlambat?

"Kau tahu, kau sudah terlambat. Kenapa kau tidak menelepon klienmu saja dan memberi tahu mereka kalau kau tidak bisa datang?" George menyeletuk lima belas menit kemudian.

"George, jangan mengatakan hal yang tidak penting kecuali itu bisa membantuku untuk sampai di Central Park dalam satu menit." Nick meremas rambutnya yang tebal dan hampir mengeluarkan teriakan pendek. "Tidak bisa, putar balik mobilnya dan temui aku di kantor."

George belum sempat memberikan reaksi ketika melihat Nick melompat turun dari mobil dan mulai berlari ke trotoar.

Nick memasuki jalan trotoar dimana para pejalan kaki berjalan mondar-mandir. Langkah kakinya yang panjang lebih cepat dari laju mobil yang terjebak kemacetan, rambutnya yang tebal tertiup angin yang berhembus melawan arahnya. Kemudian Nick mendadak menghentikan langkahnya dan menoleh kesana-kemari.

Ia baru ingat kalau ia tidak tahu jalan. Selama ini ia selalu mengandalkan George untuk mengantarnya kemana-mana. Ia pun lahir dan besar di Tokyo, ia tidak tahu apapun tentang subway maupun bus. Tapi jam tangannya menunjukkan kalau ia sudah tiga puluh menit melewati batas waktu, sudah terlambat. Nick menggigit bibir lalu memutuskan untuk bertanya pada orang terdekat.

Pria paruh baya yang ditanya menjelaskan kemana ia harus pergi dan rupanya Central Park hanya empat blok dari tempatnya berada. Sayangnya, akan memakan waktu yang tak sedikit untuk berjalan ke Central Park. Karena itu setelah mengucapkan terima kasih kepada pria tersebut, Nick buru-buru berlari menuju Central Park mengikuti arahan yang ditujukan pria asing tadi.

Nick berlari dengan cukup kencang, mengabaikan detak jantungnya yang melompat-lompat menyentuh dadanya dan napasnya yang tak keruan. Ia sesekali menabrak pejalan kaki yang kemudian mengutukinya karena tak meminta maaf sesudah menabrak... sesekali tersandung batu kerikil atau trotoar jalan... sesekali berhenti sejenak untuk mengambil napas sebelum akhirnya mulai berlari lagi.

Ia harus cepat... Naomi sudah terlalu lama menunggu... ia sudah susah payah membuat gadis itu menyetujui ajakannya. Nick tidak boleh menggagalkan kencan pertama mereka.

Nick berusaha mengatur napasnya yang sudah sesak, ia hampir menyerah ketika melihat pintu masuk Central Park sudah tak jauh dari tempatnya berada. Ia menyeret kakinya untuk bergerak lebih cepat. Tepat saat ia hendak berhenti melangkah, bayangan gadis berambut gelap dengan mantel putih yang berdiri di depan taman membuat Nick berlari lebih cepat dari sebelumnya.

"Naomi!!!"

Gadis yang dipanggil berpaling ke arahnya. Sekilas Nick yakin ia melihat Naomi tersenyum tipis namun ketika ia mendekat, wajah gadis itu malah menunjukkan kekecewaan. "Naomi..."

Nick baru hendak mengucapkan kata maafnya ketika gadis itu menyela, "Kau terlambat."

Nick tak langsung menjawab, ia membungkuk untuk mengatur napasnya yang tak keruan. "Aku berlari empat blok untuk sampai ke sini... mobilku masih terperangkap kemacetan."

Nick dapat mendengar gadis itu menghela napas, kecewa. "Tidak."

Ketika berhasil mengatur napasnya lagi, ia kembali berdiri, menatap Naomi dengan bingung. "Apa maksudmu?"

"Kalau kau menghargai waktuku, atau sekedar mengingat waktu janji temu kita kau tidak akan terlambat. Kau tahu keadaan jalanan New York yang selalu padat, kau seharusnya tahu dan bisa berangkat lebih awal. Itulah yang akan kulakukan kalau aku jadi kau!" Naomi tanpa sadar menghampiri Nick sambil menengadah dan mengangkat jari telunjuknya.

Nick memandang jari telunjuk Naomi yang teracung di hadapan wajahnya. Ia tahu gadis itu pasti marah besar karena faktanya, Nick sudah terlambat satu jam. Dan tentu saja Naomi tidak tahu kalau Nick sudah berangkat satu jam lebih awal dari kantornya. Ia sendiri merasa marah karena ia tak bisa mengendalikan keadaan. "Kubilang, aku berlari empat blok untuk sampai ke sini."

"Lalu? Kau bisa melakukannya satu jam yang lalu, saat aku baru sampai di sini."

Ia sudah bermobil dari kantornya di Brooklyn selama kurang lebih lima puluh menit, terjebak macet selama satu jam, berlari empat blok selama dua puluh menit demi menemui gadis itu dan sekarang, gadis itu justru mengomelinya. Nick menghela napas sambil setengah tertawa. Ia lalu berkacak-pinggang dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak tahu kalau Naomi Carter begitu menyebalkan.

"Apa? Menurutmu aku seharusnya tersentuh mendengarmu berlari empat blok untuk menemuiku dan melupakan fakta kalau kau terlambat satu jam? Membiarkanku menggigil kedinginan di luar? Kau bilang kau pebisnis sukses? Kau pasti menghargai waktu-waktu klienmu dan tidak pernah terlambat di setiap meeting, hah, tentu saja, karena mereka memberimu uang. Aku? Aku hanya gadis bodoh yang berpikir kalau kau berbeda. Dan rupanya aku salah." Naomi mengeluarkan sebuah syal berwarna abu-abu dari dalam tasnya lalu melemparnya dengan kasar ke arah Nick. "Selamat ulang tahun, manusia tidak tahu diri."

Dengan itu, Naomi berbalik, berjalan dengan cepat meninggalkan Nick berdiri mematung di tengah jalan setapak taman. Sambil memandang punggung Naomi yang perlahan-lahan menghilang ke tengah kerumunan orang, Nick memandang syal abu-abu dalam genggamannya dengan tatapan kosong.

Hari itu adalah hari ulang tahun terburuk dalam hidupnya dan Nick, tidak akan pernah melupakannya.