Setelah menjadi ibu dan anak, Brayn dengan semangat menceritakan banyak hal tentang dirinya pada Anna, dan Anna dengan setia mendengar setiap kalimat yang di ucapkan oleh putranya.
Ah, hati Anna terasa hangat kala mengingat sekarang dia adalah seorang ibu dari anak yang begitu luar biasa menyenangkan dan menenangkan ini.
Karena terlarut akan obrolan santai itu, membuat keduanya ketiduran dalam posisi Anna memeluk Brayn dalam pelukan hangatnya, hingga tanpa mereka sadari, mereka telah melewatkan makan siang.
Louisa yang berniat memanggil mereka pun mengurungkan niat untuk membangunkan keduanya, sebab ia sangat terharu melihat cucunya yang tertidur dengan damai dan pulas dipelukan Anna, pelukan yang selama ini cucunya impikan.
"Dimana mereka?" tanya Musa saat melihat Louisa yang datang sendiri tanpa menantu dan cucunya.
"Mereka tertidur, kita makan siang saja lebih dulu, tidak usah menunggu mereka." Dengan segera Louisa bergabung dengan suami dan ayah mertuanya dimeja makan.
"Baiklah, ayo kita makan." Tuan besar memimpin do'a sebelum mereka menikmati makan siang yang telah tersaji.
Siang itu tampak hanya mereka bertiga yang mengisi meja makan seperti hari yang sudah-sudah, sebab penghuni mansion yang lain sibuk dengan pekerjaan mereka yang tidak mungkin bisa di tinggal untuk sekedar pulang makan siang.
****
"Kakek, Anna ingin bicara," ucap Anna saat tiba diruang kerja tuan besar Az-Zachary.
"Apa itu nak?" jawab tuan Az-Zachary yang masih duduk di kursi kebesarannya.
"Anna ingin membawa Bryan," ucap Anna sambil menatap tuan besar dengan yakin.
"Kamu yakin?" tanya tuan besar dengan suara seraknya. Lalu dengan segera ia bangkit dan berjalan kearah sofa tempat Anna duduk dan bergabung bersama Anna.
Saat ia diberi tahukan oleh asistennya jika Anna ingin bicara, ia sudah menduga ini pastilah hal yang serius, sebab tidak mungkin Anna akan menemuinya secara pribadi seperti ini jika itu bukanlah hal yang penting, mengingat Anna yang selalu menolak interaksi pada siapapun.
"Iya," jawab Anna sopan.
"Apa Sebastian tau keinginanmu ini?" tanyanya lagi pada Anna. Dan di jawab Anna dengan gelengan kecilnya.
"Lalu apa alasanmu?" tanya tuan besar sambil menatap Anna dengan serius. Meski usianya mendekati angka delapan puluh tapi, wibawa dan kegagahannya masih tetap melekat pada diri tuan besar.
"Apa Anna harus punya alasan untuk merawat anak Anna sendiri kek?" jawab Anna tulus dan itu sukses membuat tuan besar menatapnya penuh haru dan takjub.
"Baiklah, jika itu sudah keputusanmu." Tuan besar langsung menyetujui keinginan Anna tanpa bertanya lebih jauh, baginya ini adalah suatu hal yang sangat ia syukuri. Akhirnya cicitnya mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan sejak lama, yaitu sebuah keluarga yang lengkap.
Tuan besar langsung menghubungi putranya Musa untuk memberi tahu keinginan menantunya ini, suatu hal yang baik harus segera di laksanakan. Itulah fikinya.
***
"Apa itu benar sayang?" tanya Musa yang sudah mendengar semua penuturan dari ayahnya.
"Iya pa," jawab Anna yakin. Musa tidak bisa berkata-kata, ia hanya bisa terpaku menatap Anna penuh haru. Tidak pernah terbayangkan olehnya kalau semua akan terlewati dengan begitu mudah.
Bukan! Bukan ia tidak percaya pada sifat Anna, ia tidak pernah meragukan ketulusan hati menantunya ini, meski Anna mencoba menutupi sifatnya itu. Hanya saja baginya ini tetaplah terlalu cepat.
"Terima kasih sayang, mama tidak bisa berkata apapun karena sangat bahagia," ucap Louisa yang duduk di samping Anna. Ia menggenggam tangan Anna sambil menangis haru.
"Anna hanya melakukan apa yang seharusnya seorang ibu lakukan untuk anaknya," ucap Anna sambil mengelus pelan punggung tangan Louisa dengan ibu jarinya.
Saat mendengar jawaban Anna, ketiganya tidak henti mengucapkan rasa syukur di dalam hati, karena tuhan telah begitu baik mengirimkan sosok wanita seperti Anna di tengah keluarga mereka.
Wanita yang memiliki ketulusan, meski ia terus menolak kehadiran mereka tapi, siapa sangka Anna tidak bisa menolak Brayn, anak dari pria yang begitu di bencinya.
"Pa, bolehkah Anna minta sesuatu?" tanya Anna yang kini menatap ayah mertuanya. Ayah mertuanya ini masih terlihat sangat tampan meski telah berusia lebih dari setengah abad.
"Tentu sayang, katakan apa itu," tutur Musa dengan lembut. Tidak henti ia mengucapkan rasa syukur dalam hatinya.
"Anna ingin Brayn di daftarkan disekolah umum, bukan homeschooling," ucap Anna pelan pada ayah mertuanya.
"Apapun untukmu sayang," jawab Musa dengan tersenyum hangat, membuat Anna teringat akan kedua ayahnya.
Dugaan Anna benar jika sebenarnya ayah mertua dan kakeknya tidak membenci Brayn, hanya saja Anna tidak tau apa alasan mereka bersikap seolah acuh dan abai terhadap anak itu.
"Tapi, apa tidak sebaiknya kita memberi tahu Ibas?" tanya Louisa tiba-tiba dengan tatapan penuh kekhawatiran.
"Itu akan menjadi urusanku Loui. Aku masihlah kepala keluarga Az-Zachary, jadi segala keputusanku tidak ada yang bisa menentangnya termasuk putramu itu," jawab Musa menatap yakin istrinya.
Benar saja, meskipun Sebastian adalah pewaris tunggal ZCG tapi segala keputusan yang menyangkut perusahaan dan keluarga masih di pegang penuh oleh Musa ayahnya. Jadi untuk sekarang Sebastian belum bisa memutuskan apapun secara mutlak terhadap ZCG sampai hari pelantikkannya.
Anna merasa lega karena keinginannya berjalan sesuai harapannya, terlebih ia tidak perlu mengutarakan niatnya ini kepada Sebastian, meski ia telah menyiapkan diri jika memang harus berhadapan dengan pria itu. Tapi untungnya semua itu tidak perlu.
****
Ned sudah menerima kabar dari tuan besar jika tuan kecil akan ikut serta bersama tuan dan nyonya mudanya, dan Ned turut senang menyambut hari yang telah lama ia harapkan ini.
Segala persiapan di lakukan oleh Ned beserta pelayan lain, meski mereka penasaran untuk siapa kamar anak ini, tapi para pelayan muda tidak berani sedikitpun bertanya pada Ned ataupun Roshie.
Mereka tidak ingin kehilangan pekerjaan hanya karena rasa ingin tau terhadap kehidupan majikan tampan mereka.
****
Sebastian langsung kembali kemansion kakeknya begitu Smith menyampaikan berita yang membuat jantungnya berhasil memompa dengan kencang. Dan jantung itu lebih keras berdetak kala ayahnya mengatakan jika Anna lah yang memintanya secara langsumg kepada mereka.
Dengan langkah lebar dan perasaan rumit ia melangkah cepat menuju kamar dimana Anna berada saat ini.
'Ceklek'
"Mom, apa benar aku akan ikut bersamamu?" tanya Brayn riang.
'Deg'
Jantung Sebastian seolah berhenti berdetak kala ia mendengar panggilan anak itu kepada Anna. Ada rasa sesak yang mendera sekujur tubuhnya hingga membuat Sebastian diam membisu di depan pintu yang telah ia buka. Tangannya menggenggam kuat handle pintu hingga buku-buku jarinya memutih.
Anna yang menyadari kehadiran Sebastian langsung mengubah ekspresinya menjadi datar kembali, ia tidak ingin menunjukkan rasa senangnya kepada Sebastian.
"Brayn sayang, ayo kita kemasi barangmu," ucap Louisa yang tiba-tiba masuk kekamar Anna dengan melewati putranya. Ia sudah menduga jika Sebastian pasti mencari Anna setelah mendengar kabar yang mengejutkan ini, oleh karena itu ia menyusul Brayn dan membawanya pergi, sebab ia tau saat ini menantu dan putranya butuh ruang untuk bicara.
Sebelum mengikuti neneknya Brayn lebih dulu memberikan pelukan hangat, dan juga balita itu tidak sungkan mencium pipi Anna dengan penuh rasa sayang, setelah itu ia baru pergi bersama neneknya meninggalkan kamar Anna, tapi sebelum keluar kamar, Brayn sedikit mencuri pandang kearah Sebatian dengan perasaan takut bercampur senang.
'Ck. Sejak kapan dia membiarkan anak itu menciumnya seperti itu' batin Sebastian kesal saat melihat Brayn yang dengan mudahnya mencium Anna.
"Kenapa tidak bertanya padaku lebih dulu?" tanya Sebastian pada Anna setelah menutup dan mengunci pintu kamar.
"Memangnya kamu akan mendengarkanku?" tanya Anna sarkas tanpa menoleh kearah Sebastian yang sudah berjalan mendekat kearahnya.
"Mungkin akan aku pertimbangkan," jawab Sebastian tenang. Kini ia telah berada disisi Anna sambil menatap wajah Anna dari samping. Dari sisi manapun Anna tetap terlihat cantik dan menggoda fikirnya.
"Daripada mendapat jawaban mungkin darimu, aku lebih memilih jawaban pasti dari kakek dan papa," ucap Anna sambil menoleh menatap Sebastian, lalu saat ingin berlalu siapa sangka tangan kecilnya di cekal oleh tangan besar Sebastian.
"APA YANG KAMU LAKUKAN!" Teriak Anna sambil menatap Sebatian marah. Sebab Sebastian bukan hanya mencekal tangannya tapi juga membalik tubuhnya sehingga Sebastian kini memeluknya dari belakang.
"Sssstttt .... Jangan berteriak, mereka nanti bisa mengira kamu berniat membuatkan adik untuk anak itu," bisik Sebastian ditelinga Anna. Membuat bulu roma Anna berdiri karena suara bisikan dan deru nafas rendah milik Sebastian.
"Tidak tau malu. Lepassss," desis Anna. Jujur ia merasa terancam akan posisi ini dan juga ia merasa lemas akan pelukan Sebastian yang begitu kuat, meski meronta, ia juga tidak akan bisa lepas dari cengkraman binatang buas ini.
Terima kasih sudah setia pada cerita ini, cinta kalian mebuatku semakin semangat dalam menulis, jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya. Itu sangat berharga untukku.