webnovel

Anindira

Cinta buta dan tuli, tak bisa membaca situasi... Cinta datang dari hati, siapapun tidak dapat menghindari Walau kadang .... Cinta tidak harus memiliki, melihat orang yang sangat di cintai bahagia itu sudah cukup untuk kita mengerti, bahwa bahagianya bukan bersama kita. *** Sebuah perjalanan untuk mendapatkan cinta sejati, penuh pengorbanan bahkan selalu dipermainkan keadaan. Harus mengorbankan Rey, hingga terjerat ke kehidupan Ezza yang membuat Dira berantakan. Menjauh dari Ezza, Kin membawa Dira ke kehidupan yang panjang. Penuh liku, tangis, luka dan air mata. Bukan tidak saling mencintai, juga bukan Kin tidak memperlakukan Dira dengan baik, tapi keadaan yang membuat mereka saling tersakiti. Kehidupan, permainan hati, cinta dan keikhlasan Sungguh rumit ... UNTUK PEMBACA 18+

Yanti_Wina · Urban
Not enough ratings
288 Chs

Rumahmu, rumah kita

Sampai sekarang, Wijaya tidak meninggalkan jejak sedikitpun siapa mamanya pada Kin, semua terhapusdan tersimpan rapih.

"Berjanjilah akan menemukanku dengannya suatu hari nanti!" Pinta Kin, menatap Wijaya dengan mata memohon, bagaimanapun mamanya Kin akan menerimanya, karena tanpanya dirinya tidak akan lahir kedunia.

"Papa akan usahakan,"Jawab Wijaya pelan, wajahnya sulit di ketikan.

Ponsel Kin berbunyi. Kin tersenyum menatap layar ponselnya, kehangatan terpancar dari mata Kin, Kin segera mengangkatnya,

"Iya beb, Aku sedang makan siang di luar, mau di bawakan apa?" Kin bertanya dengan nada lembut.

"Tidak usah Kin, aku sudah makan, cuma aku khawatir saja karena waktu mengantar makan siang untukmu, tapi kamunya tidak ada," Dira menjelaskan. Kin sedikit merasa bersalah tidak pamit dengan Dira.

"Maaf  beb, membuatmu menderita," ucap Kin pelan. Dira tertawa mendengar nada bicara Kin,

"Tidak apa- apa, hati- hati yah, bye Kin..." Kin tersenyum saat Dira mematikan sambungan telponnya.

Wijaya merasa bahagia melihat putra kesayangannya bahagia.

"Kapan kalian tunangan?" Kin menatap Wijaya,

"Aku sudah tunangan," Kin dengan bangga memperlihatkan cincin yang melingkar di jarinya kepada Wijaya.

"Kenapa tidak mengundang keluarga?" Wijaya terlihat tidak senang. 

Kin tersenyum, "Dira tidak mau pesta pertunangan megah, aku melamarnya juga waktu kita ..." Kin tidak melanjutkan kata- katanya hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Cepat kasih papa cucu!" Wijaya tersenyum melihat wajah Kin seketika merona.

"Papa akan kembali ke Belanda, kabari jika kalian mau menikah!" Wijaya bangkit dan menepuk pundak Kin,

"Sampai kapan papa akan menghindar?" Kin menatap Wijaya sedih,

"Entahlah Kin..." jawab Wijaya, Wijaya tersenyum getir, dirinya lebih terlihat pecundang di hadapan Kin saat membicarakan masa lalu.

Kin menundukan kepalanya, "Tidak apa," Jawab Kin, di dalam lubuk hati Kin yakin suatu saat Wijaya akan kembali dan menetap di Indonesia, untuk menghadapi masa lalunya.

Wijaya berlalu dari hadapan Kin, setelah itu di susul Kin dan Reno di belakangnya. Kin berbelok keruangan Dira, sementara Reno melanjutkan pekerjaannya.

Kin menatap Dira yang sedang sibuk. Kin melihat Dira menghubungi beberapa anak buahnya untuk memperbaiki kesalahannya. Dira sama sekali tidak menyadari kedatangan Kin,

Kin tersenyum, ketika Dira tidak sengaja menatap Kin, Dira sedikit terkejut, langsung menutup telponnya,

"Kenapa diam saja?" Dira mendekat kearah Kin, menarik tangannya untuk duduk di sofa,

"Aku mencemaskanmu..." Dira menatap Kin dari atas sampai bawah, secara teliti.

Dira langsung memeluk Kin erat.

"Masih utuh beb," Jawab Kin, seakan tahu apa ke khawatiran Dira. Pipi Dira seketika merona.

"Ma'af sejak kejadian malam itu, jika aku jauh darimu aku merasa cemas," Dira menundukan kepalanya.

Kin mengerti, lalu menarik tubuh Dira dan memeluknya, "Aku senang kau begini, itu tandanya kamu sangat memperdulikan aku," wajah Kin terlihat bahagia.

"Aku takut kamu merasa terganggu dengan sikapku," Dira berkata manja,

"Tidak, aku suka, dengan sikapmu yang sekarang," jawab Kin, sekilas mengecup kening Dira, "Aku kembali keruanganku, nanti pulang bareng!" Dira mengangguk,

Kin berjalan keluar di ikuti Dira sampai pintu. Kin berpapasan dengan dua pria bawahan Dira yang hendak masuk ke ruangan Dira, Kin menatap Dira, lalu berbisik,

"Jangan nakal!" Dira mencubit pinggang Kin,

"Sakit Beb," Suara Kin seperti kesakitan dan Dira dengan cepat mengusap ke bekas cubitannya,

"Kebawah sedikit lagi beb!" perintahnya, Dira hampir saja mengikuti maunya Kin, setelah sadar, pipi Dira menjadi merah padam karena tau maksud Kin,

"Kin Dhanan Jaya mesum," teriak Dira, Dira cemberut lalu masuk tanpa melihat ke arah Kin lagi. Kin tersenyum menatap kekasihnya, lalu berjalan ke ruangannya,

Dira masuk menemui bawahannya yang tersenyum melihat interaksi Dira dan Kin,

"Lupakan kejadian barusan, kembali fokus!" Suara Dira berubah datar dan mulai serius Fokus kepekerjaan. Kedua bawahan Dira mengangguk, lalu mendengarkan penjelasan Dira.

"Saya puas sekarang, kalian telah bekerja sangat baik, terimakasih," Dira tersenyum, membuat jantung keduanya serasa mau copot,

"Sama- sama bu, semua atas bimbingan ibu, kami permisi bu..." keduanya pamit.

"Oke ..." jawab keduanya dan berlalu.

Dira meregangkan ototnya, lalu berkemas. Dira keluar dari ruangannya dan Kin berjalan menghampirinya,

"Ayo beb!" Kin melingkarkan tangannya di pinggang Dira,

"Kin ini di kantor," Dira mengingatkan,

"Semua sudah tau hubungan kita jadi ngapain kita menutupinya?" Kin tetap dalam posisi yang sama. Dira akhirnya diam dan mengikuti Kin, beberapa pasang mata melihat keduanya dengan tatapan kagum.

Di dalam perjalanan, Dira tertidur dan terbangun di saat matahari telah terbenam.

Saat kedua matanya terbuka, Dira terkejut karena berada di tempat yang asing, Dira menatap Kin di sebelahnya masih tertidur pulas, Dira tidak berani untuk membangunkannya. Akhirnya Dira merebahkan tubuhnya kembali sambil menunggu Kin terbangun sambil memainkan ponselnya.

"Beb..." Kin memanggil dalam keadaan mata  masih terpejam,

Dira mendekat, "Ada apa?" Kin perlahan  membuka matanya, "Kamu sudah bangun?" Dira mengangguk,

"Kita di mana Kin?" Dira menatap Kin meminta jawaban.

"Di rumah Kita, rumah masa depan kita," Jawab Kin tersenyum, Dira terbengong melihat kamar yang luas serta perabotan yang sangat bagus. "Ini terlalu berlebihan Kin..." Jawab Dira.

"Untuk masa depan kita aku melakukan yang terbaik," Kin bangkit dari tempat tidurnya lalu menuju kamar mandi, setelah beberapa waktu Kin kembali dengan handuk yang melingkar di pinggangnya, Dira terpana melihat pemandangan indah dihadapannya.

"Awas, air liurmu menetes," goda Kin, wajah Dira merah seketika menahan malu dan beranjak kekamar mandi, setelah selesai mandi, Dira baru ingat kalau Dira tidak membawa apapun kekamar mandi,

"Kin, tolong handuk..." Kin tersenyum licik mendengar permintaan Dira, lalu dirinya kekamar mandi dan memberikan handuknya, Dira tidak protes dan memakainya tapi ketika berbalik Dira terkejut karena paha belakangnya menyentuh benda kenyal,

"Kiiiiinnnn..." Dira melompat dan meninggalkan Kin yang tertawa di kamar mandi.

Kin mengikuti Dira lalu membuka lemari mengambil baju.

"Baju kamu di lemari itu Dira," Kin memberi tahu Dira. Dira mengangguk dan membukanya, untuk mencari baju tidur,

Dira. "...????..." bagaimana bisa tidak ada baju tidurnya? Pikir Dira, kemudian Dira membuka lemari sebelahnya lagi matanya melotot, satu lemari berisi Lingerie semua.

"Kin... ini tidak salah?" Dira melirik Kin dengan mata menyipit,

"Sangat benar beb," Jawab Kin enteng.

"Bagaimana bisa aku pakai yang beginian di depanmu?" Cari mati namanya, Dira akhirnya mengambil dress dan memakainya.

Kin tersenyum sendiri memikirkan jika Dira memakai Lingerie,

"Buang otak mesummu, aku lapar," Protes Dira, Kin langsung mengandeng Dira keluar dari kamarnya, Dira memandang takjub melihat desain rumah Kin.

"Kamu suka?" Dira mengangguk, keduanya turun dan mendapati makanan sudah tersedia.

"Kenapa ada nasi?" Kin tersenyum dan mengecup kening Dira,

"walaupun aku tidak makan, tetapi wanita kesayanganku makan, jadi akan tetap ada nasi,"

Dira memeluk Kin, "Kenapa kamu baik sekali kepadaku?" mata Dira berkaca. Kin menatap dalam Dira dengan tatapan menyejukan hati.

"Tanpa aku memberi tahupun, kamu pasti sudah tau jawabannya,"

Selanjutnya, mereka makan dengan tenang, sesekali mereka saling memandang dan tersenyum,

"Kamu tinggal di sini aja ya Beb, apartemenku dengan rumah ini tidak terlalu jauh jadi aku bisa menghemat waktu," Bukan alasan itu saja sebenarnya, tapi keamanan Dira lebih terjamin karena berada di sekitar Ken,

"Rumah ini luas banget Ken, kamu mau buat aku mati ketakutan?" Dira cemberut, raut mukanya tidak senang,

"Menikahlah denganku biar tidak kesepian!" Kin menggoda, Dira mencubit pinggang Kin,

"Itu maunya kamu," kata Dira.

"Sakit beb," wajah Kin sangat menggemaskan, membuat Dira mengarahkan cubitannya ke pipi Kin sampe pipi Kin memerah,

"Kalau weekend aja kita di sini, bagaimana Kin? Sebelum menikah denganmu ada baiknya aku tinggal di apartemenku saja, untuk di sini sendiri aku nanti kesepian," Dira meminta pengertian Kin, Kin akhirnya mengangguk walaupun terlihat agak kecewa,

"Baiklah yang pasti ini rumahmu, rumah kita,"Jawab Kin lembut,