1 Mimpi Xavier

Seharusnya, kehidupan di alam atas adalah kehidupan paling sempurna. Di mana semua makhluk bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan tanpa terikat peraturan dan juga dosa seperti layaknya manusia di bumi.

Namun, semua itu tidak berlaku untuk Xavier, sesosok malaikat yang selalu meminta diturunkan ke bumi kepada para Dewa.

Xavier sudah mengamati bagaimana menyenangkannya kehidupan di bumi dari atas sini. Karena hal itu pula, Xavier memiliki mimpi untuk menjadi seorang manusia.

Mimpi yang terdengar sangat tidak masuk akal, mimpi yang terdengar begitu menyedihkan.

Manusia adalah makhluk yang fana. Sebagai makhluk suci, kenapa Xavier bersikukuh ingin menjadi manusia?

Karena hal itu pula, Xavier selalu menjadi bahan tertawaan para malaikat lain. Mereka menuding Xavier dengan berkata kalau Xavier sudah kehilangan akal sehatnya.

Lalu, apakah Xavier peduli?

Tentu saja tidak.

Ia mengabaikan semua ucapan-ucapan kerabatnya yang menginginkan Xavier untuk menyerah atas mimpi anehnya itu sebelum para Dewa menjadi murka kepadanya.

Tapi, Xavier tetap menjadi Xavier. Keinginannya yang begitu besar membuat Xavier buta akan segala hal. Ia mengabaikan semua masukan yang kerabatnya ucapkan kepada dirinya.

Tak jemu-jemu, hampir setiap hari Xavier mendatangi istana besar para Dewa dan berlutut di sana selama berjam-jam sebelum diusir oleh para malaikat lain yang berjaga.

Sama halnya seperti hari ini.

Xavier sudah berlutut selama berjam-jam. Sayapnya yang berwarna putih di belakang sana turun menjuntai menyentuh tanah.

Sudah ada beberapa malaikat yang sedari tadi meminta Xavier untuk pergi. Mulai dari berusaha berbicara baik-baik pada Xavier sampai memaksa Xavier beranjak dari sana. Tapi, pada kenyataannya Xavier tetap bergeming dengan tatapan menjurus lurus pada pintu besar yang tertutup di depan sana. Pintu istana para Dewa.

"Berhentilah melakukan hal bodoh seperti ini atau para Dewa akan murka kepadamu, Xavier!" seru salah seorang malaikat lain. Dia adalah Huan, kerabat dekat Xavier.

Xavier yang mendengar hal itu spontan saja menoleh. Selang sedetik kemudian, setelah dirinya tahu bahwa itu adalah Huan, Xavier kembali mengalihkan tatapannya ke depan sana, menuju pintu istana yang tertutup rapat.

"Untuk apa kamu ke sini? Ini bukanlah urusanmu. Berhentilah untuk ikut campur dengan urusanku," gumam Xavier kemudian.

Huan berjongkok di sisi Xavier. Dia menghela napasnya kecil karena tidak habis pikir pada sosok di depannya ini. Xavier sudah dewasa, kenapa dia masih bersikap kekanak-kanakan seperti ini?

"Tidak peduli seberapa lamanya kamu berlutut di sini, bahkan hingga berjuta-juta tahun sekali pun, para Dewa tidak akan mengabulkan keinginanmu! Dimensi kita dengan dimensi manusia berbeda! Tidak ada ruang bagimu untuk bisa masuk ke dunia mereka. Kamu seharusnya sudah mengetahui hal ini sedari awal," tukas Huan mencoba menyadarkan kembali Xavier.

Xavier yang mendengar hal itu seketika mendengus. Ia mengepakkan sayap bagian kanannya satu kali, membuat Huan jatuh terjungkal. "Pergilah. Aku tidak membutuhkan nasihatmu. Lagipula, kamu bukanlah cenayang yang mengetahui segala hal di depan sana. Siapa yang tahu kalau para Dewa tiba-tiba saja mau mengabulkan keinginanku? Jika hal itu benar-benar terjadi, kamu tidak boleh iri kepadaku!" seru Xavier bersungut-sungut merasa kesal.

Di sisi lain, Huan berusaha berdiri sembari membersihkan diri dari debu yang menempel. Kedua sayapnya yang berdiameter lima meter itu ia bentangkan lurus-lurus, menggoyang-goyangkannya kecil guna menghilangkan debu di sana.

"Yang benar saja! Aku? Iri padamu?" tanya Huan tak percaya sekaligus merasa kesal pada Xavier. "Sampai kapan pun, aku tidak mau menjadi manusia! Aku tidak mau menukar kehidupan suciku hanya demi menjadi bagian dari salah satu makhluk fana itu!"

Fyuh ...

Deburan angin menyapu rambut panjang Xavier. Membuatnya menari-nari di udara dengan leluasa. Dalam diamnya, Xavier berharap agar Huan segera pergi saja dari sini. Dia benar-benar muak dengan kerabatnya yang satu itu. Kenapa Huan selalu repot-repot ikut campur dengan urusannya, huh?

"Xavier, berhenti bersikap konyol seperti ini. Jika Dewa benar-benar murka kepadamu, kamu bisa saja dilempar ke neraka!"

Xavier tidak bergeming. Kepalanya menengadah kedepan sana, berharap ada seseorang yang membukanya dan mempersilakan Xavier masuk ke dalam istana.

Dengan pakaian serba putih yang ia pakai, Xavier terlihat sangat gagah. Tubuhnya terlihat sangat proposal. Garis rahangnya begitu tegas, dan jangan lupakan rambut panjangnya yang akan terasa lembut jika disentuh.

"Jangan menggangguku! Kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk mengatakan hal itu, maka sebaiknya kamu sekarang pergi. Aku sudah mendengarnya," tukas Xavier kemudian dengan nada bicara acuh tak acuh.

Boleh dibilang, Huan adalah satu-satunya kerabat yang paling dekat dengan Xavier. Meskipun dekat, mereka tidak 'sedekat' itu. Huan juga memiliki umur yang sama dengan Xavier. Pun, Huan tahu bagaimana ambisi Xavier untuk menjadi manusia sedari mereka kecil hingga sedewasa ini. Namun, apa yang tidak Huan sangka-sangka terjadi. Xavier benar-benar sangat terobsesi dengan mimpinya yang satu itu. Seolah-olah Xavier tidak menginginkan takdirnya sebagai malaikat.

Di sini, mereka semua bisa bersenang-senang. Tempat ini sangat damai dan juga asri. Setiap hari, selalu ada kabar baik yang berdatangan silih berganti. Lalu, dengan kehidupan yang sangat menyenangkan seperti ini, kenapa Xavier ingin menjadi manusia?

Mereka selaku malaikat memiliki sayap. Mereka bisa terbang ke mana pun mereka mau. Tapi, manusia?

"Cih! Benar-benar keras kepala! Cepat atau lambat, pasti akan ada penjaga yang datang ke sini untuk mengusirmu! Lihat saja!"

Setelah mengatakan hal itu, Huan pun pergi dari sana. Meninggalkan Xavier, seperti keinginan Xavier.

Di sisi lain, beberapa malaikat yang sedari tadi sibuk memerhatikan mereka berdua kini sudah berpencar tatkala Huan memergoki mereka. Ada yang berjalan, berlari, hingga terbang.

Entahlah. Mungkin hanya Huan saja satu-satunya malaikat yang tahan berbicara dengan Xavier.

Xavier memiliki kepribadian yang sangat tertutup. Dia tidak akan berbicara dengan orang asing sebelum disapa terlebih dahulu. Sayangnya, tidak banyak malaikat yang sudi menyapa Xavier berkat mimpi konyol yang dimiliki Xavier. Kebanyakan dari para malaikat memilih menghindari dan menjaga jarak dengan Xavier, karena mereka takut akan ikut terkena imbasnya dari para Dewa jika mereka dekat-dekat dengan Xavier.

Sepeninggalan Huan dari sana, Xavier tetap berlutut. Tatapannya menjurus lurus-lurus pada pintu besar di sana. Bahkan, kelopak matanya tidak berkedip barang satu kali pun.

Hingga tak lama setelahnya, pintu di depan sana tiba-tiba saja terbuka, menampilkan sesosok malaikat yang memiliki tubuh jauh lebih besar daripada malaikat-malaikat lainnya.

Malaikat itu memakai mahkota berwarna keemasan. Tangannya menggenggam tongkat berwarna putih. Sayapnya jika direntangkan memiliki diameter tujuh meter.

Sebuah jubah putih panjang bercorak emas ia pakai. Aura yang dipancarkan oleh malaikat itu terasa sangat kuat.

Dia adalah ... Dewa Tur.

Sang Dewa dari para pemimpin Dewa-Dewa yang ada di sini.

avataravatar
Next chapter