Selesai makan malam, Ara mengajak Aya berjalan-jalan di sekitaran hotel. Seperti yang ia janjikan sore tadi, ia ingin mengajak Aya berjalan-jalan mengitari luasnya hotel ini. Tidak hanya di dalam bangunan, tetapi juga di luar bangunan.
Untuk malam ini, ia ingin membawa Aya mengelilingi taman yang ada di hotel tersebut. Awalnya ia ingin mengajak Aya dengan menaiki sepeda atau manggunakan andong. Tapi karena dilihatnya cuaca malam ini cerah, akhirnya ia putuskan untuk berjalan kaki saja, agar ia bisa lebih lama bersama dengan Aya.
Ini bukan sekedar taman, tapi merupakan lahan luas yang berisi banyak tanaman dan tumbuhan seperti pohon palem, pohon kelapa dan pohon-pohon rindang lainnya. Terdapat juga bunga-bunga dan kolam renang yang menyerupai anak sungai dengan pinggir bebatuan. Terasa seperti sedang menjelajahi alam.
Mereka menyusuri jalan dengan jalan perlahan. Awalnya mereka berjalan beriringan, namun Ara mulai memegang tangan kanan Aya sehingga lebih dekat lagi.
Terasa oleh Ara, Aya sedikit tersentak, mungkin kaget, tapi tetap digenggamnya. "Entah sampai kapan dia selalu terkejut bila kusentuh?" pikir Ara.
Ara sengaja tidak memandang ke arah Aya. Sebaliknya dengan rasa keterkejutan Aya, ia langsung menoleh melihat Ara, lalu melihat tangannya.
Dalam hati ia bimbang, apakah harus membalas genggaman Ara atau menarik tangannya dari genggaman Ara. Sempat beberapa detik ia berpikir dan ragu. Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan saja tangannya di genggam oleh Ara.
Ara tersenyum sendiri, karena ia dapat berjalan bersama dengan Aya layaknya sebuah pasangan.
Sempat sunyi beberapa saat. Tidak ada yang berusaha untuk mengisi kesunyian itu dengan pembicaraan. Aya terlalu bingung untuk mencari bahan pembicaraan. Sedangkan Ara sengaja berdiam diri menikmati suasana malam dengan genggaman erat tangan kekasihnya.
Akhirnya Aya tak tahan dengan kesunyian di antara mereka, maka ia yang terlebih dahulu memulai pembicaraan.
"Kamu biasa nginap di hotel ini?" Tanyanya sambil menoleh sebentar ke arah Ara.
"Nggak juga. Kalau karena pekerjaan, yah aku suka di hotel ini. Tapi kalau cuma jalan-jalan aja, paling aku nyari hotel di daerah Malioboro sana. Kenapa?" Ara bertanya sambil menahan senyum.
"Ah nggak apa-apa, cuma tanya aja." Sahut Aya. Lalu ia diam lagi.
"Kamu sering ke yogya?" Tanya Ara. Karena dirasanya, Aya tidak ada niat untuk melanjutkan pembicaraan.
Sambil menimbang jawabannya, Aya akhirnya menjawab. "Hmmm, nggak juga. Kalau pas ada kesempatan aja."
"Oh!" Kata Ara.
Saat mereka sudah jalan menjauhi bangunan hotel, terdapat banyak kursi yang berada di sepanjang jalan. Mereka duduk di salah satu kursi yang beratapkan langit malam. Cuaca malam ini cerah. Menambah nikmatnya malam syahdu.
Ara sengaja menarik Aya agar duduk berdekatan dengannya. Karena saat duduk di kursi, Aya terkesan menjauh.
"Sini dong.... Jangan jauh-jauh." Ara menarik pinggul Aya agar mendekat dengannya.
"Siapa yang jauh-jauh!" Jawab Aya sedikit ketus.
Ara tertawa sambil tetap merangkul pinggul Aya. "Awas kalau kamu berani menjauh ya? Jangan cari gara-gara ya...." Tegas Ara namun tetap tersenyum.
"Siapa yang mau cari gara-gara!!!" sahut Aya dalam hati. Ia teringat beberapa tahun yang lalu saat ia berusaha kabur dari rumah untuk menghindari pertunangannya dengan Ara.
👫💓👫💓👫
Enam tahun yang lalu, saat usia Aya 16 tahun, Aya harus bertemu kembali dengan Ara. Seorang lelaki yang dibencinya, yang sudah dilupakannya.
Namun tanpa disangkanya, ia malah harus melakukan pertunangan dengan lelaki tersebut. Hal ini atas permintaan kedua orang tuanya. Dimana orang tuanya juga melakukan ini atas permintaan dari sahabat mereka, pak Agus dan istrinya yang merupakan orang tua Ara.
Aya spontan saja langsung menolak dan marah kepada kedua orang tuanya. Tetapi kedua orang tuanya terus meyakinkan ia, agar mau menerima pertunangan dengan Ara.
"Kok bisa sih mami dan papi menjodohkan Aya dengan anak teman mami papi tanpa memberitahukan Aya dulu?! Mami papi anggap Aya ini apa???" Marah Aya kepada kedua orang tuanya kala itu di ruang makan rumah mereka.
Saat makan malam, papinya Aya memberitahukan tentang berita, bahwasannya ia akan dijodohkan dengan anak teman mereka. Namun awalnya, hanya akan dilakukan pertunangan dulu. Nanti setelah selesai kuliah, barulah mereka akan dinikahkan.
Aya yang tadinya hendak menyuap makanannya, menjadi tidak jadi. Sendok berisi nasi yang sudah berada di depan mulutnya, dijatuhkannya ke piring.
"Aya!!" Bentak pak Toni mengingatkannya agar tidak bersuara nyaring dan melawan. "Papi susah untuk menolak. Papi nggak enak Ay. Lagian, Ara itu anaknya bagus kok, baik. Kamu hanya perlu mengenal dia lebih dekat." Terang pak Toni, meyakinkan Aya.
Ibu Ira menggenggam tangan Aya. Berusaha menguatkan dan membenarkan apa yang dikatakan suaminya melalui genggaman tangannya.
Aya menoleh kepada ibunya. Matanya berkaca-kaca. Ia tidak percaya dengan keputusan yang diambil oleh orang tuanya.
Ia tahu, orang tuanya sangat berhutang budi kepada pak Agus dan istrinya. Karena dulu, merekalah yang selalu membantu kedua orang tua Aya dalam membangun usaha mereka sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini.
Selain itu, karena orang tua Ara pulalah, kedua orang tua Aya bisa menjadi pasangan suami istri.
"Coba kamu kenali dulu anaknya. Beberapa kali mami ketemu pas di Amerika, anaknya santun kok. Dia sering nanyain kamu." Ibunya mencoba menenangkan Aya dan mengedipkan matanya ke arah ayahnya agar dapat menahan amarahnya.
Sebenarnya ayahnya sempat bimbang dengan permintaan dari sahabatnya itu. Mereka meminta agar anak-anak mereka dijodohkan dan dinikahkan.
Sewaktu anak-anak mereka masih kecil, mereka sering membahas akan menjodohkan anak-anak mereka agar mereka bisa menjadi satu keluarga. Tapi pak Toni tidak menyangka itu dijadikan serius oleh pak Agus.
Dan dikiranya, sejak mereka pindah ke Amerika, mereka tidak akan mengingat janji-janji mereka dulu. Tapi ternyata, apa yang dipikirkan pak Toni keliru.
Akhirnya ia dan istri harus menyetujui, menikahkan Aya dengan anak mereka.
Setelah kedatangan pak Agus sekeluarga, mereka sering membahas masalah perjodohan itu secara terbuka. Terutama saat mereka semua sedang makan bersama. Aya selalu kehilangan nafsu makan dibuatnya.
Akhirnya diputuskan, mereka akan mengadakan pertunangan terlebih dahulu tanda mereka sudah ada ikatan. Tanggal sudah ditentukan oleh kedua orang tua mereka tanpa melibatkan Aya dan Ara.
Saat Aya tahu dari ibunya, ia setengah mati memohon kepada ibunya untuk dibatalkan saja. Karena sampai saat itu ia belum mengenal Ara dan belum ada rasa suka kepadanya. Aya takut kalau menjalin hubungan dengan lelaki tanpa ada rasa suka terlebih dahulu akan berakhir tidak bahagia.
Dikarenakan kedua orang tuanya tetap dengan perjodohan tersebut, Aya mulai merencanakan sesuatu. Ia kabur dari rumah dan pergi ke kota lain. Orang tuanya panik luar biasa. Aya tidak bisa dihubungi. Orang tua Arapun ikut khawatir dan panik.
Ara lalu menghubungi beberapa orang temannya untuk meminta mereka membantu mencari Aya. Setelah beberapa hari, Aya ditemukan oleh Ara di sebuah tempat di kota Tanjung Selor.
Tanpa sepengetahuan Aya, Ara sempat mengikutinya selama beberapa hari. Ternyata Aya tinggal dengan temannya yang memang berasal dari kota tersebut.
Suatu hari saat Aya hendak pergi jalan dengan temannya itu, Ara sudah berada di depan rumah temannya Aya. Aya sangat terkejut dan hendak berlari kabur. Namun dikejar dan tertangkap oleh Ara. Dan akhirnya ia dibawa pulang dengan paksa oleh Ara.
Sampai di rumahnya, orang tua Aya memeluknya dan meminta maaf kepadanya. "Ya allah Ay, kamu kemana sayang? Kenapa kamu pergi begitu sih Ay?" Tanya ibunya sambil memeluknya.
Aya hanya mampu berdiam diri. Ia pikir, ia akan dimarah habis-habisan oleh orang tuanya. Tapi ternyata tidak.
"Ay, kalau kamu memang tidak mau dijodohkan dengan Ara, kamu bilang sama papi. Jangan pergi begitu aja. Papi bingung mau bicara sama kamu. Karena handphone kamu nggak bisa dihubungi." Tambah ayahnya yang berada di samping ibunya.
"Kita bisa bicarakan ini baik-baik ya Ay? Nanti mami dan papi akan bicara dengan om Agus dan tante Santi. Kita akan minta perjodohan ini dibatalkan. Ok?" Ibu Ira sudah tidak sabar ingin menyampaikan hal ini agar anaknya bisa merasa tenang.
Aya terkejut mendengar pembicaraan itu. Awalnya ia setuju. Namun saat ia tanpa sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya, barulah ia sadar, bahwa selama ini orang tuanya selalu berkorban untuknya. Orang tuanya juga dengan berat hati mau melakukan perjodohan ini, karena mereka tahu kalau dirinya tidak suka dipaksa tanpa kemauannya apalagi tanpa pemberitahuan.
Sebenarnya kedua orang tuanya bingung mencari alasan untuk bisa menolak perjodohan itu. Tapi kedua orang tuanya tetap bilang kepadanya, kalau om Agus mengerti alasan mereka.
Akhirnya Aya memutuskan untuk tetap menerima perjodohan itu demi kedua orang tuanya.
*
*
@@@#@@@#@@@#
Salam
SiRA.