Ara duduk menyelesaikan pekerjaannya di dalam ruang kantornya. Hari ini ia terlalu serius berkerja sehingga ia tidak memperhatikan hal lainnya.
Ruang kerja Ara terbilang cukup luas, dengan posisi meja kerja di dekat jendela besar yang langsung menghadap ke jalanan. Ruang kerjanya terletak di lantai 15 dari 17 lantai yang ada di gedung itu. Saat ini Ara berkerja di salah satu hotel milik ayahnya.
Tok..tok..tok...
Suara pintu ruang kerjanya diketuk oleh seseorang. Tanpa menoleh, Ara mempersilahkan yang mengetuk tersebut untuk masuk. Ia beranggapan, pasti sekretarisnya yang masuk membawakan berkas yang dimintanya beberapa saat yang lalu.
Hening beberapa saat. Dari sudut matanya ia tahu ada orang yang berdiri di depannya. Tapi ia heran, kenapa orang tersebut tidak menyapanya.
Saat ia mengangkat wajahnya untuk melihat orang tersebut, Ara senang bukan main. Karena, Sony sahabatnyalah yang saat ini berdiri di depannya. Ara langsung tersenyum lebar dan berdiri hendak memeluk Sony.
"Jangan terlalu serius kawan." Sapa Sony sambil merentangkan kedua tangannya dan memeluk Ara.
Mereka saling tepuk menepuk bahu dan melepaskan pelukannya.
"Apa kabar sob?" Tanya Ara sambil menggiring Sony untuk duduk di kursi sofa yang berada di tengah ruangan.
"Seperti yang kamu lihat." kata Sony sambil menunjuk dirinya sendiri dengan sombong.
"Okehlah." Tepuk Ara pada bahu Sony, mengiyakan. Mereka bercakap-cakap sambil Ara memesan minuman melalui sekretarisnya.
Kulit Sony terlihat lebih cokelat karena banyak terkena sinar matahari selama ia berpetualang.
Sony memiliki tubuh yang tinggi semampai layaknya model. Wajahnya juga tampan. Sehingga sesekali ia mengisi acara sebagai model pendatang untuk membantu temannya yang seorang desainer.
"Aih... Kamu sudah duluan nikah, ninggalin aku." Kata Sony sambil memegang dadanya. "Tertusuk rasa hati ini. Hahahahaha."
Ara dan Sony tertawa bersama.
"Kamu sih, berlibur ke tempat yang nggak bisa dihubungi. Salahmu. Aku nggak tahu mau ngantar undangan kemana." Jawab Ara sambil melempar undangan pernikahannya ke arah Sony yang kebetulan ada di bawah meja.
"Tuh undanganmu. Untung masih ada, jadi ada bukti kalau aku mengingatmu dan mengundangmu." Ujar Ara sambil terkekeh dan diambil oleh Sony.
"Hmmmm, akhirnya ya?" Ujar Sony tersenyum tipis dan membuka undangan tersebut.
"Kenapa? Kok kamu tanggapannya begitu?" Ara seakan tak percaya, kalau Sony biasa-biasa saja menanggapi pernikahannya.
"Loh, sobat. Aku sudah tahu suatu hari kamu pasti menikahi Aya. Kamu itu kalau sudah mau, susah mundurnya." Jawab Sony sambil tertawa.
Ara tertawa mendengar perkataan sahabatnya.
▪︎▪︎▪︎
Siang itu, Aya mencari buku yang ia taruh dengan sembarang kemarin sore di perpustakaan.
Rumah yang dibeli oleh Ara itu memiliki satu ruangan khusus untuk perpustakaan. Aya suka membaca dan menulis.
Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu di perpustakaan. Banyak buku-buku yang belum pernah ia baca. Hingga ia tertarik untuk membaca buku-buku tersebut. Sampai ia menemukan buku yang menarik baginya.
Kemarin sore, ia tidak menyangka Ara akan pulang secepat itu. Karena biasanya Ara pulang di malam hari saat menjelang makan malam.
Hampir saja ia ketahuan.
Saat ditemukannya buku yang ia cari, langsung dibawanya ke kamar dan disembunyikannya.
Setelah itu Aya pergi menonton televisi yang ada di dalam kamar. Saat Aya sedang asyik menonton televisi, terdengar bunyi dering ponselnya. Segera dilihatnya kontak yang memanggilnya. Isma, sahabatnya.
"Hallo. Hallo Is." Jawab Aya sambil menyandarkam tubuhnya di sandaran tempat tidur.
"Hallo Ay. Lagi ngapain Ay?" Tanya Isma riang.
"Lagi nonton televisi. Kenapa Is?"
"Enggak, aku lagi bosan aja. Kamu gimana? Sudah jadi istri yang baik dan benar belum?" Tanya Isma menggoda Aya sambil terkekeh.
"Apaan sih kamu! Kamu mau ngajak aku kemana?" Tanya Aya yang tahu maksud Isma menelepon.
"Hehehe, tahu aja. Iya nih, kita jalan kemana gitu. Makan yuk?"
"Hmmmm...Bolehlah. Kamu jemput aku ya? Aku tunggu." Balas Aya.
"Oke. Sebentar aku otw nih." Jawab Isma sebelum mengakhiri teleponnya.
Aya pun bergegas untuk bersiap-siap sebelum Isma menjemput.
▪︎▪︎▪︎
Ara mengajak Sony untuk makan siang di rumah makan andalan mereka.
Saat mereka tiba di rumah makan tersebut, terlihat begitu banyak pengunjung yang juga makan disitu.
"Hmmmm, penuh kayaknya sob." Ujar Sony yang menatap ke dalam ruangan.
"Ayo masuk aja. Ada kok tempat." Bisik Ara yakin.
Sony mengikut saja dengan Ara. Karena dia menduga, Ara pasti sudah memesan tempat terlebih dahulu agar mereka bisa makan di rumah makan itu.
Tak lama, yang punya rumah makan keluar menyambut Ara dan juga Sony.
"Apa kabar mas Ara? Sudah lama nggak kesini." Sambut pak Widi ramah kepada mereka.
"Baik pak. Bapak apa kabar? Iya nih pak, akhir-akhir ini sibuk, jadi jarang makan di luar." Terang Ara sambil tersenyum.
"O iya, saya juga baik mas. Ayo mas, masuk. Saya sudah siapkan tempat di meja pojok dekat kolam." Kata pak Widi sambil mengantarkan Ara dan Sony.
Mereka menuju tempat yang dimaksud dan duduk dengan tenang. Mereka memesan makanan yang terdapat di daftar menu. Tak lama kemudian, Sony pamit hendak pergi ke kamar kecil.
Di saat ia hendak kembali dari kamar kecil menuju ke meja makan, ia berhenti sesaat, karena terpana melihat seorang gadis yang menurutnya sangat cantik dan sesuai dengan kriterianya.
Ia sengaja berjalan lambat di dekat gadis itu. Gadis itu bersama seorang temannya yang juga cantik menurut Sony. Namun ia terpikat dengan gadis yang satu itu.
Hai readers ?
Kali ini dengarkan lagi lagunya Dewa 19 ya yang judulnya "Arjuna"
Sebenarnya saya bukan fans panatiknya Dewa 19. Tapi saya suka dengan lagu-lagu dan lirik-liriknya yang bagus-bagus dan mengena aja di hati ☺
Maaf ya readers, sepertinya saya belum bisa rutin untuk publish cerita. Tapi saya usahakan semaksimal mungkin supaya bisa terus publish dan ceritanya semakin menarik.
Saya ucapkan Terima Kasih sangat kepada readers yang sudah mau membaca cerita saya ini ?