webnovel

Bab. 23 ||"Ingatan Yang Hilang Part.1"||

Bab. 23

Kesya yang menarik Aleta ke taman belakang kini menatap Aleta dengan tatapan mata yang rumit. Kesya merasa rumit karena sahabatnya ini bukan tidak peka akan perasaan Elvano tapi dia merasakannya terlebih dahulu dan membiarkan Elvano menggantung perasaannya selama satu hari.

Selain terkejut dan heran dia merasa sangat bahagia dan khawatir. Bahagia karena temannya bisa melupakan perasaannya pada Algibran dengan cepat dan memulai hubungan yang baru, tapi dia juga khawatir karena mereka untuk mengkonfirmasi hubungan mereka terlalu cepat yang membuatnya tidak merespon.

Aleta yang ditatap oleh Kesya merasa tidak nyaman dan bertanya dengan ragu.

"Apa?"

"Lo bersama Elvano?"

"Iya."

Kesya terkesiap lalu bertanya dengan suara yang aneh.

"Kenapa si Gibran ngomong kalau Elvano tinggal dirumah Lo?"

Kesya menunggu jawaban Aleta dengan gugup karena inilah yang sedikit dia khawatirkan.

Kumohon tidak!....

"Ah itu, karena kami akan hidup bersama."

Tubuh Kesya membeku lalu dia menatap Aleta dengan tatapan luar biasa lalu dia berbisik.

"Leta apa si Elvano terlalu cepat merebut hatimu bukan? Gue pikir dia cowok yang ngak bener."

Aleta tercengang lalu menatap Kesya dengan aneh lalu tertawa kecil tapi dia dengan cepat merasa tertekan.

"Ngak mungkin. Karena dia adalah pasien amnesia tidak mungkin dia bisa melakukan yang seperti itu apalagi dia sangat waspada saat seseorang mendekatinya."

Kesya menatap Aleta dengan kosong lalu dengan wajah aneh dia bertanya.

"Kenapa Lo tau banyak tentang dia? Dan si Elvano amnesia?"

"Gue juga baru tau kemarin. Soalnya gue ketemu si Zoya yang sedikit tahu keadaannya."

Aleta memalingkan kepalanya dan duduk dibawah pohon tempat elvano pernah jatuh.

"Zoya ada di Indonesia?!"

Dengan mata terbelalak, Kesya sangat bersemangat karena teman lamanya ada di Indonesia.

"Ya, dia juga tunangannya si Bastian."

Kesya terkejut dengan informasi yang sedikit besar yang dia dengar. Karena Zoya adalah gadis yang selalu ceria dan bisa membuat semua orang yang ada disekitarnya merasa nyaman tapi dia juga bisa dibilang dingin dalam perasaannya karena dia selalu berpegang teguh pada prinsip dan nya sendiri yang membuat semua orang menggelengkan kepalanya karena sikap keras kepalanya.

Apalagi gadis itu selalu memikirkan karirnya dan tidak pernah ingin mencoba menjalin hubungan dengan seorang pria. Tapi yang dia dengar sekarang adalah dia bertunangan dengan Bastian, si cowok yang bisa membuat pria dan wanita merasa malu saat berdiri berhadapan terlalu lama pada matanya.

"Ya." Aleta menganggukkan kepalanya.

"Lalu bagaimana dengan Elvano, kenapa dia tidak datang kesekolah?"

"Sakit." Aleta menurunkan matanya untuk menutupi kekhawatiran yang terlintas dibenaknya.

"??!!"

"Lo ninggalin dia sendiri Leta?! Gimana kalau dia kenapa-kenapa kan dia lagi sakit!"

Aleta tertegun lalu dengan cepat berlari untuk mengambil tasnya dan melambaikan tangannya pada Kesya yang juga tercengang dan berteriak.

"Gue pergi dulu ya Syasya! Dah~"

Sial! Gue ceroboh!

Gimana kalau Xavier kenapa-napa karena gue tinggal sendiri?!

Aleta yang berlari melihat Gallendra datang menuju kearahnya bersama Arfian yang membuatnya menghentikan langkahnya dan menatap bingung pada mereka berdua.

"Huft... Untung Lo berhenti, gue mau jenguk saudara gue." Gallendra yang terengah-engah tersenyum cerah pada Aleta.

"Gue cuma mau nemenin Lendra." Arfian mengangkat bahunya.

"Kalau gitu ayo." Aleta berbalik untuk mengambil mobilnya.

Setelah Aleta mengambil mobilnya dia berhenti didepan Gallendra dan Arfian.

"Ayo."

Gallendra dan Arfian dengan cepat masuk ke mobil Aleta. Melihat mereka yang telah memakai sabuknya Aleta menancapkan gasnya dengan cepat.

-

-

Villa Sun and Moon No. 3

Arfian yang merasa kelopak matanya berkedut saat ditengah jalan merasakan firasat buruk yang membuatnya merasa tidak nyaman tapi perasaan buruknya semakin terasa saat dia berdiri didepan pintu rumah Aleta, saat Arfian akan mengatakan sesuatu Aleta membuka pintu rumahnya dengan tergesa-gesa yang membuatnya tercengang dan membeku di tempat dia berdiri.

Gallendra menepuk pundak Arfian dan masuk kedalam rumah Aleta.

Pyaar..!

Saat mereka masuk mereka mendengar suara kaca yang pecah yang membuat mereka saling memandang, tubuh Aleta kini tegang karena dia merasa gugup dan mulai berteriak panik untuk memanggil Elvano sambil berlari menuju suara itu berasal.

"Xavier!"

"Kak Vano!" Suara Gallendra terdengar bersamaan saat Aleta memanggil nama Elvano.

Tubuh Arfian bergetar karena perasaan buruknya semakin membesar saat suara pecahan kaca yang terdengar, tapi Aleta dan Gallendra tidak menyadari kelainan Arfian karena mereka sedang terburu-buru berlari menuju suara itu berasal dengan wajah khawatir.

Beberapa jam setelah Aleta pergi ke sekolah....

Elvano yang masih dalam keadaan tertidur mengerut keningnya dan wajahnya yang merah karena panas kini menjadi pucat tak berdarah.

"Bos, kita apakan anak kecil ini?" Suara dari pria botak yang bingung kini menatap bosnya yang sedang duduk dan memainkan pisau yang ada ditangannya dengan cepat.

"Tunggu." Orang yang dipanggil bos memiliki wajah tampan, mata yang indah dengan warna hitam gelap bagaikan langit malam dengan gemerlap bintang, hidung yang tinggi, bibir yang tipis yang selalu tersenyum kini menurunkan matanya untuk menatap anak kecil yang selalu menjaga adiknya yang masih dalam keadaan koma meskipun dia juga tidak dalam keadaan sadar dengan senyum dingin diwajahnya.

"Kent, kenapa kita harus mengambil kedua anaknya Damian?" Wanita cantik tiba-tiba saja datang dan menghampiri pria yang sedang duduk sambil memainkan pisau kesayangannya.

Kent hanya memalingkan kepalanya dan tidak menjawab wanita cantik itu yang membuat nya memelototi pria yang sedang menatap dengan suram pada kedua anak kecil yang terlihat seperti Chelsea dan sedikit kegilaan dimatanya.

Anak kecil yang terlihat seperti anak berusia 7 sampai 8 tahun yang sedang menjaga anak kecil yang terlihat seperti 6 sampai 7 tahun yang ada dipelukannya mengerut keningnya dan dengan bingung dia mengerjapkan matanya karena di bidang penglihatannya memperlihatkan bayangan buram seseorang dan suara samar didepannya.

Anak kecil itu menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas sekelilingnya lalu sekelebat ingatan sebelum dia pingsan adalah dia sedang bermain bersama adiknya lalu seseorang mencoba menculik adiknya tapi karena itu dia juga diculik bersama adiknya saat dia mencoba melindunginya.

"Apa kamu sudah bangun?" Kent memperhatikan anak yang lebih tua sudah bangun dari komanya dengan sedikit kejutan.

Anak kecil itu menatap waspada pada pria yang sedang menatapnya dan cahaya dingin tiba-tiba melintas dimatanya karena dia ingat wajah ini pernah ada difoto kelas ayahnya yang ada diruang kerja apalagi ayah pernah berkata bahwa orang ini yang pernah mencoba mengambil ibu dari ayah.

Kent mengangkat alisnya lalu bertanya dengan bingung.

"Kamu tahu aku?"

"Orang yang mencoba mengambil ibuku."

Kent tercengang lalu dia tertawa terbahak-bahak karena dia merasa pria kecil yang sedang menatapnya dengan dingin sungguh imut.

"Hahahaha~ Nak kamu sangat lucu." Kent berjongkok dan mencubit pipi anak kecil itu yang membuat anak kecil itu menepis tangan pria dewasa yang ada didepannya dengan keras.

"Jangan sentuh aku."

Kent tidak mempermasalahkannya lalu dia bertanya.

"Siapa namamu?"

Anak kecil itu langsung menatap pria dewasa yang ada didepannya dengan waspada. Melihatnya begitu waspada Kent merasa sedikit lucu lalu dia membuat wajah tertekan yang membuat anak kecil itu sedikit mengendurkan kewaspadaannya, Kent tersenyum tipis dan cerah karena pria kecil ini mudah mempercayainya meskipun dia merasa waspada tapi...

Anak kecil tetap anak kecil mereka belum mengetahui dunia yang penuh dengan cahaya kehangatan dalam masyarakat dan kegelapan dengan kejahatan masyarakat yang terjalin bersama, tapi tidak apa-apa dia akan melatihnya dengan baik selama beberapa bulan kedepan.

Anak kecil itu merasa sedikit kedinginan, instingnya mengatakan bahwa pria didepannya akan melakukan konspirasi besar untuknya tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa karena tubuhnya yang kecil apalagi melawannya.

Anak kecil itu menurunkan matanya dan menatap adiknya yang masih koma dengan tekad dimatanya, dia akan melakukan apa saja demi adiknya bisa selamat.

"Aku hanya menanyakan namamu."

Anak kecil itu mengangkat kelopak matanya dan mengatakan namanya dengan dingin.

"Elvano, Elvano Xavier Dirgantara."

Mendengar nama Dirgantara membuat mata Kent sedikit dingin lalu dia tersenyum.

"Apa kamu tahu kenapa kamu ada disini."

"Aku hanya bisa ada disini saat aku akan menyelamatkan adikku. Kenapa? Meskipun aku tidak sengaja kalian bawa itu juga menjadi kejutan yang menyenangkan untukmu bukan?" Elvano kecil menatap Kent dengan ejekan dimatanya.

"Ya. Kamu yang terbawa secara tidak sengaja memang membuatku sangat terkejut, tapi dengan ini rencana ku untuk adik mu akan aku gantikan denganmu bagaimana?"

Kent menatap Elvano yang tubuhnya menegang setelah dia mengatakan itu dengan tatapan licik dimatanya.

"Aku..."

"Apa kamu tidak ingin menyelamatkan adikmu?" Kent menatap dengan suram pada Elvano yang sedang ragu-ragu karena sikap Elvano mengingatkannya pada saudaranya yang meninggalkannya saat kejadian yang membuatnya penuh luka dan kebenciannya saat dia kembali pulang dengan selamat.

"Aku bisa melakukan apapun yang kamu mau, tapi jangan mencoba menyentuh adikku!"

Elvano berdiri didepan Kent dan menutupi adiknya yang masih terbaring koma dibelakangnya seolah-olah dengan ini dia bisa melindungi saudaranya dan memberinya kepercayaan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Kent membeku lalu berbalik dengan wajah gelap dan berkata dengan dingin.

"Bawa dia."

"Baik Tuan."

Tubuh Elvano sedikit bergetar karena takut, karena dia sangat pintar dia bisa tahu bahwa dia akan dibawa ketempat yang sangat buruk setelah melihat pria itu mengubah ekspresinya.

Tapi apalah daya, tubuh kecilnya tidak bisa melawan beberapa pria dewasa yang ada diruangan ini. Elvano melirik adiknya dan dengan cepat tenang karena adiknya memberikan kepercayaan diri,  jika dia takut akan apa yang akan dihadapinya dia tidak akan bisa melindungi saudaranya agar bisa selamat dari tangan pria itu. Jadi Elvano dengan cepat kembali tenang bahkan pikirannya kini berputar dengan cepat agar dia dan adiknya bisa keluar dari tempat ini.

Bawahan Kent  membawa Elvano yang jujur dengan sedikit kejutan karena mentalitas pria kecil ini membuatnya kagum tapi dengan cepat digantikan oleh rasa kasihan dimatanya. Tapi saat Elvano yang telah datang ketempat yang mereka tuju  membuat wajahnya menjadi pucat dan tubuhnya bergetar hebat bahkan dia merasa mual saat melihat pemandangan yang ada didepannya.

Berbagai instrumen dengan padat memenuhi ruangan ini. Tapi yang membuat Elvano ketakutan adalah berbagai anggota tubuh yang patah berserakan dilantai dan menumpuk menjadi bukit kecil dan banyak tabung-tabung besar yang berisi cairan yang tidak diketahui dengan manusia didalamnya. Didalam tabung itu ada anak kecil hingga pria atau wanita dewasa yang sedang mengambang didalam cairan itu dengan berbagai instrumen yang menempel ditubuhnya tapi mereka menutup matanya.

Saat mereka masuk lebih dalam Elvano melihat berbagai organ manusia didalam wadah bahkan dia melihat tubuh dari berbagai usia digantung di dinding dengan darah yang mengalir deras karena tubuh mereka yang penuh lubang.

Napas Elvano semakin berat dan detak jantungnya berdetak kencang seolah-olah dia akan meledak ditempat.

Kent yang telah selesai memakai sarung tangan dokter menatap Elvano yang memiliki wajah pucat dan napas berat dengan tenang.

"Kemari."

Kent menatap bawahannya yang membuat mereka menganggukkan kepalanya dan dengan cepat pergi dari tempat yang mengerikan ini meskipun mereka telah terbiasa mereka tetap saja merasa ketakutan.

Elvano berjalan menuju Kent dengan kaku lalu mengangkat kepalanya dan dengan wajah pucat dia bertanya dan tidak mengangkat topik tentang tempat yang seperti neraka ini.

"Untuk apa kamu membawaku kemari?"

Kent sekali lagi terkejut dengan mentalitas pria kecil didepannya setelah melihat pemandangan ini yang menurut kebanyakan orang akan mengatakan bahwa tempat ini seperti masuk ke tempat pembuangan mayat.

"Tentu saja untuk rencana ku."

"Apa itu?"

"Membuat hidup Damian dalam rasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa melindungi anak mereka dan Chelsea akan membencinya lalu dia akan kembali padaku." Kent memiliki wajah terobsesi saat mengatakan nama Chelsea bahkan memberitahu Elvano rencananya dengan murah hati.

Wajah Elvano berkerut lalu berkata dengan dingin.

"Kamu ingin mengambil ibuku? Bermimpi! Orang sepertimu menyukai ibuku membuat ku merasa mual, ibu tidak bersamamu karena dia sangat membencimu yang tidak pernah memiliki rasa kemanusiaan karena menganggap manusia sebagai rumput atau semut yang lemah. Jika ibu tahu kamu mengambil ku dan Lendra dia pasti akan sangat membencimu dan menjauh darimu sejauh-jauhnya."

Dimasa depan kata-kata ejekan ini akan menampar wajahnya sangat keras karena dimasa depan Elvano yang selalu mengincar Kent untuk membunuhnya, telah membuat banyak orang mati ditangannya karena kontak Kent yang sangat luas.

Bahkan semakin lama dia besar dan trauma yang tidak bisa disembuhkan, semakin besar kebenciannya pada Kent karena dia telah menanggung siksaan hebat saat dia masih kecil dan dia juga akan menganggap kehidupan manusia sebagai rumput yang bisa dicabut dan diberantas.

"Diam!"

Kent menampar wajah Elvano dengan keras yang membuat Elvano terhuyung hampir terjatuh. Elvano merasa kepalanya berdengung dan pipinya terasa sangat sakit lalu dia mencium bau darah di mulutnya  karena sudut mulutnya sedikit sobek karena tamparan Kent yang tanpa ragu-ragu dan tidak memandang usianya yang masih kecil.

Elvano menjilat darah yang ada di mulutnya lalu tersenyum aneh.

"Kenapa? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."

Kent yang sebelumnya berpikir akan menyiksa Elvano dengan sedikit ringan karena dia bisa membuatnya merasa senang kini dia ingin menyiksa Elvano dengan cara yang kasar dan berdarah. Dia ingin menampar dirinya sendiri beberapa menit yang lalu karena mata mana yang melihat bahwa Elvano adalah anak kecil yang lucu dia adalah pria kecil yang tajam dan sedikit gila. Tapi dengan ini dia merasa semakin bersemangat ingin mencoba sampel yang baru dia buat karena bahan percobaannya telah habis jadi hanya Elvano yang ada diruangan ini.

Menarik Elvano dengan keras lalu membaringkannya dimeja operasi dan mengikatnya dengan erat, Kent mengambil sampel baru yang dia teliti dan memasukkannya kedalam jarum dan menatap Elvano dengan suram. Elvano membelalakkan matanya dengan terkejut lalu berteriak.

"Apa yang akan kamu lakukan?! Lepaskan aku!"

Kent mengabaikan teriakan dan perjuangan Elvano, dia hanya memfokuskan matanya ke jarum suntik yang ada ditangannya setelah itu dia menyuntikkannya ke tangan Elvano yang memiliki wajah pucat.

Elvano merasa cairan dingin yang masuk ke tubuhnya membuat wajahnya menjadi pucat dia sekarang merasa sangat, sangat jijik karena dia tidak tahu apa yang dimasukkan kedalam tubuhnya oleh pria gila itu.

Tapi setelah beberapa saat wajah Elvano sedikit terdistorsi dan butiran-butiran keringat mengalir diwajahnya.

"Ughhh... Ughh.."

Elvano merasa sakit disekujur tubuhnya karena dia merasa tulang dan organ dalamnya teraduk-aduk menjadi satu bahkan dia merasa sakit kepala yang sangat parah yang membuatnya mulai berjuang karena rasa sakit.

Kent hanya menatap Elvano yang sedang berjuang akan rasa sakit dengan sedikit kekhawatiran dimatanya karena jika dia gagal tubuh Elvano akan hancur seperti yang ada didepan laboratoriumnya.

Tapi setelah beberapa menit tubuh Elvano yang berjuang akhirnya tenang mungkin karena tubuhnya sudah bisa menanggung rasa sakit yang sangat parah tapi tubuhnya masih bergetar dan mulai menatap Kent dengan muram meskipun matanya kabur oleh air mata bahkan jika dia merasa sakit dia menanggungnya hanya untuk adiknya.

Kent merasakan kegembiraan karena tubuh Elvano bisa menanggung sampel yang berisi berbagai racun dan darah hewan yang tidak diketahui yang membuatnya menjadi gila dan melakukan berbagai percobaan pada tubuh kecil Elvano, jika Elvano menolak atau melakukan perlawanan dia akan dikurung diruangan yang sangat kecil dan gelap selama tujuh hari tanpa makan karena tubuhnya yang sudah sangat berbeda dengan manusia ini terjadi selama beberapa bulan kedepannya yang membuat cahaya terang yang seharusnya dimiliki seorang anak hilang tanpa jejak hanya meninggalkan tatapan dingin dan suram dengan kebencian dimatanya yang membuat siapapun yang melihatnya ketakutan.

Bawahan-bawahan Kent merasa ketakutan akan tatapannya yang suram dan dingin. Mereka telah mencoba secara halus mengatakan kepada bosnya untuk menghentikan percobaan itu pada anak pertama dari keluarga Dirgantara tapi jawaban yang mereka dapatkan adalah kemarahan dari bosnya. Jika dibiarkan seperti ini anak ini akan membalas mereka dengan kejam jika dia memiliki kekuatan ditangannya.

Kent menghela nafas dan menatap Elvano yang menundukkan kepalanya dengan keengganan dimatanya karena ini saatnya mengembalikan kedua anak dari keluarga Dirgantara tapi dia tiba-tiba memiliki ide yang cemerlang agar keluarga Dirgantara hanya memilih satu anak dari mereka berdua.

Karena mereka telah berpindah-pindah tempat Damian tidak akan bisa menemukannya bahkan jika dia mengirimkan berbagai petunjuk. Kent menatap bawahannya untuk mengambil laptopnya dan menyalakan Vidio Call dengan Damian.

"Berhentilah memasang wajah suram lihat aku dengan berbaik hati menelpon ayahmu."

Kent tertawa dengan  jahat setelah melihat tubuh Elvano yang tersentak kaget.

Melihat panggilan yang terhubung Kent melambaikan tangannya pada Damian dan Chelsea yang sedang menatapnya dengan terkejut dan sedikit horor.

"Apa yang kamu——!"

Sebelum Damian bisa melanjutkan perkataannya suaranya tiba-tiba terputus karena dia melihat anaknya yang selama ini menghilang dengan kepala menunduk dan kulitnya yang sangat pucat dengan wajah kuyu.

"Vano!"

Chelsea membelalakkan matanya dan berteriak histeris melihat anaknya yang selama ini menghilang dalam keadaan yang sangat menakutkan dengan kulit dan bibirnya yang pucat apalagi dia tidak melihat cahaya yang seperti bintang yang ada dimatanya tapi yang kini ada dimata anaknya hanya dingin dan suram yang membuatnya merasa sedikit lemas dan pusing karena dia juga mengetahui keadaan psikologis Kent yang ada bersama anaknya tapi pada akhirnya dia pingsan karena kelelahan mental setelah selama beberapa bulan kedua anaknya yang menghilang.

Damian mengubah wajahnya lalu berteriak kepada orang-orang yang ada dibelakangnya untuk membantu Chelsea yang sedang pingsan.

Kent sedikit mengubah wajahnya saat Chelsea yang pingsan tapi dia dengan cepat menyesuaikan ekspresinya meskipun wajahnya sedikit kaku dan tidak memiliki senyum hippie saat pertama kali dia menelepon Damian.

Lalu dia menatap Damian dan berkata sambil tersenyum main-main.

"Pilih yang mana akan kamu selamatkan?"

"Anak bungsu mu."

Setelah itu Kent mengarahkan kameranya pada Gallendra yang terbaring koma, bahkan sebelumnya jika Gallendra terbangun meraka akan membuatnya tertidur.

"Atau anak sulung mu."

Kent mengarahkan kameranya pada Elvano yang kini menatap Kent dengan kemarahan dimatanya.

Tapi melihat wajah ayahnya yang berubah bagaimana dia tidak tahu kalau ayahnya enggan menyerah dan hanya bisa  menyelamatkan salah satu anaknya.

Elvano menurunkan matanya untuk menutupi matanya yang merah karena akan menangis lalu dengan bibir bergetar dia membuat keputusan.

"Kumohon biarkan adikku pergi."

Damian mendengar suara anaknya yang bergetar dan penuh permohonan membuatnya sangat marah, karena dia yang telah menyaksikannya tumbuh tidak akan pernah membuat permohonan pada orang yang menyakitinya.

"Vano!"

Mendengar kemarahan dalam suara ayahnya membuat tubuh Elvano sedikit bergetar tapi dia mengangkat kepalanya dan dengan keras kepala menatap ayahnya yang sedang menatapnya dengan kemarahan dan ketidakpercayaan dimatanya dengan permohonan dan keputusasaan dimata biru langitnya.

"Ayah kumohon bawa Lendra, oke. Aku akan pulang sendiri." Suara Elvano kini tercekat dan permohonan yang kuat dalam suaranya membuat Damian tidak bisa berkata-kata dan hanya bisa menelan napasnya lalu dia menutup matanya dan merosot disofa tanpa gambar bahkan jika Kent ada disana.

"Oke. Tunggu ayah menyelamatkan mu dari orang gila itu."

Kent melihat perasaan mereka dengan tatapan dingin tapi setelah mendengar suara Damian yang tidak berdaya dan putus asa membuat tubuhnya bergetar karena kegembiraan.

"Oke, oke. Kamu bisa mengambil anakmu di dekat Bar Nightingale jam sepuluh malam."

Setelah itu Kent menutup Vidio Call nya dan menatap Elvano dengan senyum lebar diwajahnya.

Elvano menutup matanya dan mengambil napas dalam-dalam karena dia merasa bahwa dia memiliki kesempatan untuk pergi dari sini tapi...

"Bisakah aku melihat mereka untuk terakhir kalinya?"

Kent menganggukkan kepalanya dengan murah hati karena Elvano akan bersamanya mulai sekarang.

"Baiklah-baiklah. Kamu bisa pergi bersama kami." Setelah dia mengatakan itu Kent pergi dengan suasana hati yang baik.

Elvano menutupi wajahnya untuk menutupi wajahnya yang berjuang antara meninggalkan adiknya lalu pergi atau dia tetap bersama pria gila itu dan menjadi kelinci percobaannya selamanya.

Beberapa menit dalam perjuangan, Elvano mengatupkan giginya dia mengubah ekspresinya menjadi tegas dan kejam  bahkan yang tidak dia sadari adalah niat membunuh yang kental dimatanya hampir menjadi subtansi.

Dia telah berubah.

Dia tidak ingin mengakuinya jika dia telah berubah.

Dia takut...

[Ibu, ayah.... Vano takut..]

[Tapi jika Vano tidak melakukan ini Lendra akan berada dalam posisiku...]

[Rasa sakit yang berkepanjangan dalam perjuangan, kegelapan yang selalu mengurungnya, keputusasaan yang tidak bisa lagi dia sembunyikan, bahkan kegilaan sudah mulai menghampirinya...]

[Bu, Vano bukan lagi anak yang baik yang bisa kamu banggakan...]

[Vano bukan lagi anak yang akan bisa tersenyum meski dengan hal kecil itu...]

[Vano telah merasakan rasa sakit karena siksaan yang pria itu berikan padanya, pria itu juga telah banyak mengatakan padaku betapa kotornya kalian orang dewasa dalam bersosialisasi di masyarakat dan pria itu juga mengatakan hanya sedikit cahaya dan kehangatan yang akan kita dapatkan untuk orang-orang yang terlalu tajam seperti kita.]

[Ayah, ibu jika saja aku bodoh, aku tidak akan pernah menyadari semua ini dengan cepat dan aku bisa mengalami semua ini dengan perlahan seperti orang normal pada umumnya tapi pria itu mematahkan ilusi yang coba dia pertahankan jika dia itu istimewa dan berbeda dari orang lain.]

Bar Nightingale, 21.45 WIB

Elvano menatap hujan didepan jendela mobil dengan tatapan kosong lalu dia memalingkan wajahnya dan menatap Gallendra yang menutup matanya dengan tenang.

[Lendra mungkin kamu tidak akan pernah mengingatku selamanya...]

Elvano mengusap pipi adiknya yang kurus dan kuyu dengan sayang dan kasihan.

"Maafkan Kakak mu yang memberikan obat padamu agar bisa melupakan kejadian selama ini yang terjadi mungkin efek obat untuk saat ini belum ada tapi yang pasti adalah kamu akan melupakan semuanya, jika kamu tidak melupakannya kamu akan memiliki rasa bersalah untukku selama hidupmu. Lendra, Kakak tidak ingin semua itu bisa  terjadi." Elvano berbisik kecil dan kehangatan dimatanya belum memudar meskipun telah melalui hal yang kejam untuk saudaranya yang tersayang.

Duar!

Suara petir diluar membuat wajah Elvano yang dalam kegelapan menjadi pucat, hujan membasahi tubuhnya tapi dia mengabaikan hujan yang mengguyur tubuhnya dengan deras karena dia sedang menunggu ayahnya datang untuk mengambil Lendra dengan selamat tapi tiba-tiba percikan api kecil diujung matanya ditempat dia menyimpan bom ditempat Kent berada yang membuatnya membulatkan matanya lalu berlari menuju tempat Lendra disimpan dan memeluk tubuhnya untuk menjauh dari tempat yang akan terkena ledakan.

Kent tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang salah saat melihat Elvano yang berlari dengan Gallendra dipelukannya dengan wajah cemas.

"Tangkap dia!"

"Bos api——!"

Duarr!

Elvano yang belum jauh dari tempat ledakan itu berada kini terlempar beberapa meter tapi dia tidak melepaskan adiknya karena dia memeluk adiknya dengan erat dan tidak membiarkan Gallendra memiliki sedikitpun cidera.

"Nginggggg———!"

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!"

Telinga Elvano berdengung dan mulai terbatuk-batuk sambil mengeluarkan darah dari bibirnya karena dia merasa organ dalamnya terluka parah.

Gallendra mengerut keningnya karena berisik lalu membuka matanya dengan linglung. Melihat anak kecil yang terlihat tidak terlalu tua mungkin hanya beda satu tahun darinya dengan bingung karena dia melihat anak kecil ini terluka parah dengan darah dikulitnya dan dia baik-baik saja tanpa luka sedikitpun lalu saat Gallendra sadar dia membelalakkan mata coklatnya.

"Kak Vano!"

"Shhtt..." Elvano mengulurkan jarinya ke bibirnya dan tersenyum lembut.

"Tidak apa-apa, semuanya akan baik-baik saja."

Setelah mengatakan itu Elvano kembali batuk dengan keras bahkan bernapas pun menjadi sangat sulit.

"Tapi——!"

"Ah, maafkan Kakak, oke?"

Elvano menyipitkan matanya lalu dia menyuntikkan obat yang telah dia simpan yang ada di sakunya kepada Gallendra yang masih tertegun.

Sebelum Gallendra kehilangan kesadaran dia mendengar saudaranya mengatakan sesuatu yang membuatnya sedih seolah-olah mereka akan berpisah selamanya.

"Adik kecil tetap lah hidup dengan sehat dan bahagia, biarkan saudaramu yang menyelesaikan semuanya masalah yang ada untukmu. Kakak akan selalu menyayangimu."

Elvano berdiri dengan sempoyongan karena luka bakar yang ada di punggungnya membuat Elvano menarik napas dingin.

Duar! Duar!

Angin dingin dan hujan meniup Elvano yang sedang memeluk Gallendra untuk melindunginya dengan erat yang membuatnya merasa sedikit pusing.

Cahaya terang yang menerpa wajahnya membuat Elvano menyipitkan matanya lalu dia menatap pria dewasa yang datang dengan tergesa-gesa dengan wajah buram tapi setelah merasakan itu adalah aroma dan napas ayahnya, membuat tubuhnya yang selalu dalam keadaan tegang rileks lalu dia pingsan dalam pelukan Damian.

-

-

-

-

[Bersambung....]