webnovel

Alunan Cinta

Adara Fredelina gadis biasa yang bekerja di perusahan tambang batu bara bingung harus memilih nada cinta yang yang dibawakan oleh dua orang pria padanya. Alunan cinta energik dan penuh petualangan yang dibawakan oleh Hanzel Manuru mengalum indah mengisi hari-harinya. Sementara alunan cinta romantis nan lembut yang dibawa oleh Arya Mahardika telah lebih dulu bersimfoni dihatinya. Alunan cinta tersembunyi yang dimiliki oleh Diandra semakin membuatnya tambah bingung harus memilih yang mana. Sebuah permainan takdir datang dan membuatnya harus memilih satu alunan cinta yang harus ia mainkan seumur hidupnya. Alunan cinta manakah yang akan dipilih oleh Adara untuk menghiasi hidupnya kelak?

Adara_Wulan · Teen
Not enough ratings
56 Chs

14. Arya Mahardika

Adara dan Arya sedang duduk di atas kap mobil sambil memandang ibukota di tengah hutan. Suasana sunyi, sepi dan diam tanpa kata meliputi mereka berdua.

Adara bingung dengan sikap Arya yang diam seribu bahasa, raut kegusaran tergambar jelas diwajah Arya.

"Bang, Abang bawa adek kesini cuma untuk main patung-patungan. Dieeeem gitu," Adara berusaha memecah kesunyian.

"Sorry, abang lagi badmood," lirih Arya pelan.

"Why?" Adara menatap wajah sendu Arya yang disinari cahaya rembulan.

Berwajah arab yang sedikit tirus, mata berwarna coklat, bibir bawah yang terbelah di tengah, hidung yang mancung, kulit kecoklatan membuat Adara terpesona sesaat.

"Sadar, Ra. Arya udah punya istri." batin Adara.

Tiba-tiba Arya memeluk Adara. "Dek, peluk abang sebentar aja, abang butuh pelukan biar hati abang tenang."

"Abang kenapa?" Adara semakin bingung dibuatnya.

"Abang lagi down saat ini, Dek." Arya semakin erat memeluk Adara.

Adara tak mengerti dan tak tahu apa yang sedang menimpa Arya, Adara hanya bisa mengusap lembut rambutnya dan membiarkan ia memeluk Adara untuk membuatnya tenang dari masalah yang sedang dihadapinya.

"Makasih ya, Dek." Arya melepaskan pelukan dan merebahkan tubuhnya di atas kap, dan Adara pun melakukan hal yang sama.

"Abang kenapa?" Adara menoleh ke samping dan menatap wajah Arya.

Arya mengangkat tangannya dan memandang cincin yang melingkar pada jemarinya. "Sebentar lagi abang udah nggak punya hak memakai cincin ini."

Adara terkejut, ia langsung duduk dan menatap Arya. " Tapi kenapa, Bang?"

Arya duduk dan memeluk dengkulnya sambil menatap ke arah ibukota tengah hutan, Arya menarik nafas berat menghembuskannya lalu mulai bercerita.

*****

POV Arya Mahardika.

Namaku Arya Mahardika, aku  seorang Mekanik senior di PT. TRACKON, aku tinggal di Balikpapan bersama Alya isteriku dan Arin adikku serta Dito puteraku yang berusia lima tahun.

Pekerjaanku yang berada di pedalaman Kalimantan membuatku tak bisa mengawasi Arin setiap saat, istri yang ku percayakan untuk menjaganya menggantikan kedua orang tuaku yang telah tiada justru sibuk memadu kasih dengan lelaki lain untuk mengisi kekosongan nafkah batin yang tak bisa ku berikan setiap saat padanya.

Arin depresi karena kekasihnya menikah dengan wanita lain dan meninggalkannya dengan perut yang sudah membuncit lima bulan, akhirnya ia mengakhiri hidup dengan menggantungkan diri di dalam kamarnya sementara istriku sibuk memuaskan hawa nafsunya di sebelah kamar Arin.

Istriku membantah, tapi semua rekaman cctv yang ku pasang secara diam-diam tak bisa dilawan olehnya, hatiku hancur. Hatiku sakit saat melihat Arin yang sudah seperti orang gila menangis setiap hari di kamarnya.

Aku memang belum bercerai, tapi semenjak itu aku tak pernah lagi menghubungi istriku. Aku hanya datang ke rumah untuk menemui Andito Mahardika, putra satu-satunya yang ku miliki.

Beberapa bulan lalu seorang gadis muncul, wajahnya yang sangat mirip dengan Arin. Pertemuan kami tak sengaja, aku dan ia bertabrakan di workshop. Karena terkejut melihat wajahnya yang mirip dengan Arin aku membentak tak tentu arah. Semenjak saat itu aku terus mencari informasi semua tentang gadis yang ku ketahui bernama Adara Fredelina.

Tak ada perasaan yang istimewa terhadapnya, aku hanya menganggapnya sebagai adikku. Aku ingin menjaganya dan melindunginya, aku tak ingin Adara disakiti oleh laki-laki seperti yang dialami oleh Arin. Semenjak ada Adara hari-hariku kembali sedikit berwarna, kerinduanku pada Arin sedikit terobati.

Senyumnya, cara bicaranya, dan tingkah lakunya sama persis dengan Arin. Sebelum tidur Arin selalu memintaku untuk menyanyikan sebuah lagu untuknya namun semenjak menikah hal itu tak pernah lagi aku lakukan. Hingga kini Adara muncul hal itu kembali ku lakukan setiap malamnya untuk Adara.

Beberapa hari lalu istriku menelepon, ku pikir ia akan meminta maaf dan memperbaiki semuanya. Namun aku salah, ia justru menelepon hanya untuk menyuruhku menandatangani surat cerai yang ia kirimkan lewat Asnan temanku yang bekerja di sini.

Ku buka amplop cokelat besar yang diberikan oleh Asnan padaku tadi saat pulang kerja, ku masukkan kembali berkas itu ke dalam amplop lalu bergegas mengambil kunci mobil.

Di Ibukota tengah hutan tempat favorit ku untuk menenangkan diri ku peluk Adara dengan erat untuk menenangkan pikiranku yang kacau.

*****

"Abang masih mencintai mbak Alya?" Tanya Adara setelah Arya selesai bercerita.

"Cinta itu masih ada Dek namun rekaman CCTV itu selalu ternigang di kepala abang, abang nggak bisa memaafkan perbuatannya." Arya tertunduk lesu. Adara terdiam tak tahu harus berkomentar apa

"Abang lihat!" Seru Adara sambil menunjuk cahaya yang jatuh dan segera menutup mata untuk meminta suatu permohonan.

"Sudah?" tanya Arya ketika Adara membuka mata, Adara mengangguk.

"Emang adek abang minta apaan barusan?" Lanjut Arya lagi.

"Adek minta supaya masalah abang bisa selesai dengan baik dan berakhir dengan bahagiaaaa. Terus abang make a wish apaan tadi?" Adara balik bertanya.

"Abang minta, semoga kelak Adek menemukan lelaki yang sesuai dengan keinginan Adek yang ganteng, jujur, setia dan bertanggung jawab seperti abang," Arya tersenyum menatap Adara.

"Ih ... Abang, serius ah," rengek Adara.

"Dua rius." Arya mengaitkan kedua jarinya yang kiri dan kanan.

"Jadi badmoodnya udah hilang nih, ceritanya?" Adara berusaha menghindar dari tatapan mata Arya dengan mengalihkan pembicaraan.

"Sedikit," jawab Arya.

Adara kembali menatap langit pekat yang dihiasi kerlipan manja bintang-bintang yang bertaburan di atas sana, begitu pun juga Arya.

"Tunggu bentar." Arya turun dari kap dan mengambil gitar yang berada di dalam mobilnya lalu setelah itu duduk kembali menghadap Adara.

Arya memetik-memetik senar gitar lalu memandang wajah Adara. "Adek mau request lagu apa?"

"Hmmm, terserah Abang aja deh," ucap Adara.

Arya berpikir sejenak setelah itu ia mulai memetik senar gitar dan menyenandungkan lagu untuk Adara.

Akhirnya ku menemukanmu

Saat hati ini mulai merapuh

Akhirnya ku menemukanmu

Saat raga ini ingin berlabuh

Ku berharap engkaulah

Jawaban segala risau hatiku

Dan biarkan diriku

Mencintaimu hingga ujung usiaku

Jika nanti ku sanding dirimu

Miliki aku dengan segala kelemahanku

Dan bila nanti engkau di sampingku

Jangan pernah letih untuk mencintaiku

Akhirnya ku menemukanmu

Saat hati ini mulai merapuh.

Seandainya itu siang hari mungkin Arya akan melihat wajah Adara yang memerah tersipu malu mendengar lagu yang dinyanyikan oleh Arya.

Arya kembali menyanyikan sebuah lagu, Adara memeluk kakinya dan menatap Arya penuh kehangatan. Ia begitu menikmati setiap syair demi syair yang disenandungkan dengan merdu oleh Arya.

Malam yang syahdu, kerlap kerlip bintang di langit menjadi saksi sebuah romansa yang tengah terjadi antara Adara dan Arya.