webnovel

Undying Meetus

"Cepat! Kita harus segera keluar dari tempat ini!"

Ia pun langsung berlari keluar aula dan aku mengikutinya dari belakang. Hanya Nheil lah yang terus-menerus tertawa dengan riang.

"Kuil ini akan segera runtuh," tuturnya sambil berlari di depanku.

"Mengapa kau bisa mengetahuinya?"

"Itu karena makhluk yang dipanggilnya adalah Meetus"

"Meetus katamu?!"

Aku pun sontak kaget. Meetus yang ia sebut mungkinkah berhubungan dengan Meetus yang Val pernah katakan kepadaku?

Jika benar, maka ini bukan lagi sekedar pencarian jalan keluar, melainkan pergi melarikan diri dari tempat ini secepat mungkin sebelum puing-puingnya meratakanku.

Berlari melewati ruangan jam batu raksasa, melompati bebatuan kristal biru langit, hingga akhirnya kami berhasil keluar dengan selamat. Namun, kuil di belakang kami hancur seutuhnya.

Dua buah tangan raksasa muncul dari dalam tanah kemudian menghantamnya dan menimbulkan reaksi berantai yang mana dua buah tebing yang sebelumnya pernah aku lihat hancur secara bersamaan.

Geraman yang tidak mengenakan terdengar lantang dan bahkan membuat makam bawah tanah ini bergemuruh.

Melawan Licht sebelumnya saja sudah sulit, apalagi melawan makhluk ini. Makhluk raksasa yang mungkin dapat menghancurkan langit-langit makam ini hanya dengan bangkit dan keluar dari peristirahatannya.

Namun, dalam suasana penuh ketegangan ini, ada sebuah suara yang meneriaki namaku dari langit.

"Raven!!"

Aku pun langsung mendongak, "Suara itu... jangan-jangan, Val?!"

Ternyata benar saja. Itu adalah Val yang terbang dengan cepat bersama Luk di sampingnya. Melihat wajahnya yang panik dan Luk yang terlihat seperti anak kecil. Aku merasa hatiku jadi sedikit tenang, setidaknya aku bisa bertemu kembali dengan orang-orang yang mengenaliku.

Begitu aku berkedip sosok Val telah beradap di hadapanku dan langsung memelukku dengan erat.

"V-Val?"

"Uhmm. Raven, kau seharusnya melihat reaksi wanita ini ketika tahu kau menghilang. Itu sangat luar biasa... hehehe"

"Kata-katamu itu semakin menggelikan jika kau mengatakannya dalam bentuk tubuh mungil seperti itu, Luk," balasku remeh.

"Mau bagaimana lagi?" ia pun mengangkat pundaknya, "ini pertama kalinya aku melihatnya seperti itu. Dibandingkan

Alfera dan Mira, reaksinyalah yang membuatku ingin tertawa, tapi juga ikut sedih—"

"Simpanlah percakapan hangatmu itu untuk nanti, kerdil. Sebaiknya kita pergi dari tempat ini sebelum semuanya hancur"

"A-apa?!"

"Ahahaha!—Whuoaaaa!!"

Namun, ketika sang perempuan misterius itu terbang menggunakan sepasang sayap aura kehitaman. Val yang sedari tadi hanya memelukku dengan gemetar ikut terbang juga dan alhasil karena entakkan yang tiba-tiba itu, aku pun langsung menjerit kecil seperti seorang perempuan.

Melesat cepat bagai sambaran peluru berkecepatan tinggi. Entah mengapa rasanya aku ingin muntah. Aku belum terbiasa dengan tekanan seperti ini, apalagi ketika ada seorang perempuan yang memelukmu erat-erat lalu membawamu dengan cara yang absurd.

Hanya dalam hitungan detik aku pun kini telah berada di langit bersama Val yang memelukku dari depan. Begitu pun sang perempuan misterius dan juga Luk yang terlihat kesal.

Meetus yang telah bangkit sepenuhnya mulai menembakkan gelombang suara ke arah langit. Saking keras dan nyaringnya, udara pun bergetar, dan awan di malam hari terbelah.

"Teruslah berteriak kawanku! Ini adalah malam milikmu, pertunjukanmu, dan sebagai tambahan aku telah menyiapkan panggung yang tepat untuk saat ini! ahahaha!"

Sosoknya seperti sekumpulan tulang-belulang yang menyatu membentuk gumpalan daging merah. Kedua mata merah kecilnya menyala terang dan mengeluarkan aura hitam. Di mana ketika mulutnya terbuka, jajaran gigi tumpul yang meneteskan darah berjajar tidak rapi.

Sedangkan tubuh besarnya sendiri terus-menerus meneteskan cairan asam yang perlahan melelehkan pohon-pohon di bawahnya.

Bocah kecil itu kini berada di pundak kiri Meetus. Nheil, siapa yang akan mengira ia akan melakukan hal seperti ini. Aku kira ia hanya sekedar anak kecil biasa, tapi siapa yang akan menyangkanya kalau hal ini akan terjadi.

Makhluk yang pernah Val katakan padaku adalah sesosok entitas layaknya Aruna dengan tinggi kurang lebih tiga meter. Lalu... apa ini? Meetus Hibrida? Mengapa ukurannya bisa sebesar itu?

Tunggu... jangan-jangan ini adalah efek dari gumpalan merah waktu itu. Entah mengapa saat ini aku ingin mengutuk diriku sendiri karena saat itu aku hanya diam dan melihat saja meski tahu mungkin hal ini akan terjadi.

Namun, apa yang menjadi kekhawatiranku saat ini adalah Val yang diam saja. Ia sama sekali tidak berkata sepatah kata apapun semenjak memelukku.

"Tenanglah. Aku baik-baik saja... "

"T-tapi sebagai pelayanmu—"

"Siapa yang pelayanku?" tanyaku lalu menyentil jidatnya.

"Ouchh!!"

"Tenang dan lihatlah. Aku tahu kau mengkhawatirkanku, tapi saat ini ada sesuatu yang harus kita lakukan terlebih dahulu"

"R-Raven... lagi-lagi kau menyentilku"

"Nah... inilah Val yang selalu aku kenal."

Ketika percakapan kami telah menghangat dan suasana mencair. Sang perempuan misteriuslah yang pertama kali melancarkan serangan pertamanya dengan melesat cepat ke arah Meetus.

Ia seperti membawa sesuatu di tangan kanannya. Benda itu berwarna hitam keabuan dan ketika ia menusukkannya tepat ke ulu hati sang Meetus. Tiba-tiba saja sekujur tubuh makhluk raksasa itu terbakar hebat.

"Tidak semudah itu teman baruku," ucapnya lalu menjentikkan jari.

Namun, hanya dalam sekejap mata api yang membakar Meetus lenyap termakan oleh akar-akar basah yang keluar dari mulut makhluk raksasa tersebut.

"Huh?!"

"Permainan yang berakhir dengan cepat tidaklah menyenangkan. Ahahahah."

Setelah api yang berkobar itu lenyap. Kini serangan balik dari Meetus membuat sang perempuan misterius itu terhempas cukup jauh dan untungnya ia bisa menahan serta menyeimbangkan tubuhnya lagi.

Makhluk raksasa itu pun merendahkan tubuhnya. Mulutnya menganga lebar dan tiba-tiba saja sebuah gelombang kejut meledak hebat. Val pun dengan cepat menarik lenganku dan ia melepaskan sebuah perisai darah.

Baik kekuatan dan juga daya hancurnya sangatlah besar. Bahkan area di belakangku terpisah menjadi dua bagian dengan tanah yang hancur dan pepohonan yang tumbang.

Setelah beberapa saat aku baru sadar tidak melihat Luk di manapun. Apakah ia baik-baik saja?

"L-Luk?!"

"Apa kau mencariku?"

Ternyata makhluk kecil itu berada tepat di atas kepalaku tanpa kusadari. Mungkin karena efek kaget karena kemunculan Meetus perhatianku jadi teralihkan.

"Ini merepotkan. Simbol pemanggilan telah berhasil, hanya tinggal menunggu waktu saja sampai makhluk raksasa itu menghancurkan kota," tutur Luk dengan nada serius.

"Apa tidak ada suatu cara untuk mengalahkannya?"

"Sebenarnya ada, tapi... "

"Tapi?"

"Ini akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar"

"Selama ada jalan keluar, mengapa tidak?"

"Baiklah!"

Luk pun langsung terbang meninggalkan kepalaku dengan bentuk mungilnya.

"Kau mendengarnya, Val?"

Ia hanya tersenyum kecil ke arahku sambil mengangguk.

"Kalau begitu kita sikat makhluk ini," ucapku dengan senyum tipis.

Ketika sang makhluk raksasa itu disibukkan oleh perempuan misterius itu. Aku dan Val sama-sama melepaskan serangan jarak jauh. Sihirku berupa peluru es sedangkan sihir milik Val adalah beberapa duri-duri darah yang keluar dari bawah

Meetus.

Kini pergerakannya terkunci berkat serangan Val dan lengan kirinya membeku akibat seranganku. Sang perempuan misterius itu pun langsung memanfaatkan momentum yang ada dengan menghancurkan lengan kirinya yang telah membeku.

"Apa?!"

Setelah itu sang perempuan itu kembali menyerang Meetus dengan bila api hitam yang sangat besar.

"Percuma saja! Temanku ini tidak akan mati hanya karena bola api sebesar itu, meskipun dengan kekuatan tingkat perusak sekalipun," tukas Nheil dengan nada membanggakan.

"Hmm? Apa kau yakin?"

"Eh?"

Namun, yang ia serang adalah kaki sang Meetus. Bola api itu pun meledak menyerbak bagai percikan kembang api. Saking dahsyatnya, Nheil pun terhempas dari pundak Meetus.

"Arghhh!!—"

"Dasar anak yang naif."

Meetus pun menggeram kuat dengan tubuh yang runtuh. Tubuh besarnya pun langsung tumbang dan menancap tepat di duri darah milik Val.

"Sial! Aku tidak bisa kehilangannya begitu saja—"

Sang perempuan misterius itu pun langsung menghadang Nheil, "Kau terlambat... "

"Apa?!"

"Raven! Aku telah menyelesaikannya!"

"Kuserahkan sisanya padamu, Luk!"

"Aye! Aye!" balasnya dengan semangat.

Langit menjadi cerah dan sebuah lingkaran sihir putih meluas dengan cepat. Beberapa rantai cahaya berjatuhan tanpa henti mengikat sang Meetus hingga akhirnya teriakan Luk menggema di langit dan saat itulah semuanya menjadi silau.

"Sanctus!!"

Malam yang gelap menjadi cerah, daratan yang hancur menjadi bola-bola cahaya kecil. Sebuah teriakan tak jelas menggema di langit-langit—begitu nyaring dan terdengar menyakitkan.