webnovel

Into The Pit

Apakah ia tadi mengatakan makam bawah tanah? Tapi bagaimana aku bisa berada di sini?

Ini aneh. Apakah ini sebuah mimpi seperti sebelumnya? Tempat-tempat aneh seperti ini terus bermunculan di mimpiku, sayangnya aku tidak bisa mengatakannya ini adalah halusinasi. Karena jika aku mengatakannya, maka sensasi rasa sakit yang terus muncul di dalam dadaku adalah suatu kebohongan.

Tempat ini... tempat ini seperti memanggilku. Apa yang ada di dalam makam sebesar ini. Aku akan membandingkannya dengan makam para Raja Mesir Kuno yang terkadang aku tonton di saluran Tv. Mungkin bisa dikatakan mirip atau kurang lebih memiliki atmosfer yang sama.

Memperlihatkan kemegahan yang kuno dan juga penuh aura misteri.

"Sebagai peringatan. Jangan masuk ke dalam sana," ucapnya lalu menunjuk sebuah gerbang reruntuhan melengkung yang besar dan dipenuhi oleh lumut serta beberapa batu berbentuk rosario.

Di antara tempatku dan juga seberang sana seperti tebing dengan ujung yang curam. Di mana pada bagian tengahnya setelah air terjun terdapat sebuah jembatan batu yang terputus.

Cahaya yang masuk pun hanya berasal dari sebuah lubang besar di atas sana. Tidak ada sumber cahaya lain selain lampion di setiap sisi bagian jalan, kunang-kunang terbang pelan di atasku, serta cahaya yang masuk dari atas sana.

Ini membuat bagian tempatku sedikit gelap dengan intensitas cahaya yang minim, sedangkan bangunan atau mungkin saja kuil di sana begitu jelas karena cahaya dari atas sana.

"Jika aku masuk ke sana, apa yang akan terjadi?"

Namun, ia terdiam. Benar-benar mengabaikanku seutuhnya. Aku tidak terlalu tahu tempat ini dan aku harus secepat mungkin menemukan jalan keluar dari sini.

Sebelumnya aku berterima kasih karena ia telah memperingatiku dan juga memberiku sedikit informasi tentang tempat ini, tetapi itu tidak cukup.

Terkadang naluri manusia itu cukup unik. Melanggar apa yang dilarang dan mematuhi apa yang tidak dilarang. Jika perempuan ini memperingatiku seperti itu, rasa penasaranku akan semakin besar, dan ini cukup menanggungku.

Seseorang yang dipenuhi akan rasa penasaran bisa lebih berani dari seorang pemberani sekalipun. Mungkin bukan keputusan yang tepat jika aku mengabaikan peringatannya, tapi aku tidak bisa terus berada di tempat asing ini.

Ya. itulah yang aku pikirkan sebelum tempat in bergemuruh seperti ada sesuatu yang datang. Aku tidak tahu apa itu. Mungkin bisa saja gempa atau mungkin ada sebuah ledakan yang mengakibatkan tempat ini bergemuruh.

Untuk beberapa saat aku berdiri mematung memperhatikan bangunan megah itu. Seandainya jika itu benar-benar sebuah makam raksasa dan tempat ini adalah bagian darinya. Makhluk sebesar apa yang memiliki bangunan megah itu sebagai tempat peristirahatan selamanya?

"Tunggu sebentar," gumamku sambil memegang dagu.

—Aku sendiri masih belum yakin, tapi menurut semua garis penghubung ini kemungkinan besar makhluk yang ia akan panggil adalah Seekor Meetus.

"Val?"

Apakah mungkin jika ini ada kaitannya dengan simbol pemanggilan itu? Lalu jika perkiraanku benar, maka letak makam besar ini tepat berada di bawah kota tempatku beristirahat.

"Ternyata bisa seperti itu, huh?"

Maaf, tapi aku tidak bisa berdiam diri saja setelah mengetahui hal ini.

Setelah itu aku pun berlari menuju jembatan batu yang membentang di sepanjang aliran sungai pemisah tempatku dan juga bangunan di sisi lain. Menggunakan pijakan es, aku mulai meluncur cepat layaknya sedang berselancar.

Ketika jarakku sudah dekat, aku pun melompat tinggi dengan bantuan pendorong es agar daya dorongnya semakin kuat.

Untungnya aku berhasil mendarat dengan sempurna di atas jembatan itu.

Kini aku berjalan menyusuri jembatan yang langsung menghubungkan sungai dan juga bangunan megah di depan sana. Sejauh ini tidak ada yang aneh setelah aku berada di atasnya. Baik atmosfer maupun udara tidak mengalami perubahan apapun.

Mungkin selama aku tidak melakukan pergerakan yang aneh, tidak akan ada sesuatu yang terjadi. Entah. Mungkin itu hanya pemikiranku saja, bisa juga hanya sugesti yang berusaha aku tanamkan sendiri.

Selain itu aku juga tidak tahu apa yang sedang menungguku di depan sana. Namun, aku berharap Val, dan Luk baik-baik saja di atas sana.

Begitu aku tiba. Seorang anak laki-laki sedang menari-nari di tengah-tengah halaman luas. Rerumputan tumbuh subur begitu juga beberapa Bunga Tulip yang kulihat mekar di sekitarnya.

Berkat kenampakan cahaya yang menyinarinya, ia terlihat seperti makhluk mistis ketimbang seorang anak laki-laki biasa. Pertanyaan kembali muncul di dalam benakku lengkap dengan berbagai kemungkinan dan salah satunya adalah....

Bagaimana anak ini bisa sampai di sana?

Ia menggunakan sebuah jas hitam yang sudah kusut dengan dasi serbet menyembul dari bagian dadanya. Celana pendek hitam lengkap dengan kaus kaki selutut dan sepatu pantofel mungil.

Selain itu ia juga memakai topi tinggi seperti orang-orang di Inggris pada abad 19. Membawa tongkat dengan gagang atas yang melengkung, bahkan saat ini ia sedang menari sambil memainkan tongkatnya itu.

Aku pun berjalan mendekatinya.

"Akhahahaha! Menyenangkan! Menyenangkan sekali! Tempat ini sungguh sebuah Eden bagiku!"

Ketika kakiku menginjak sebuah ranting, perhatiannya mulai beralih padaku.

"Hmm? Mengapa ada orang yang bisa datang ke sini?" tanyanya sambil memiringkan kepala.

"Seharusnya itulah pertanyaanku."

Dari bawah ceruk topinya itu dua buah mata merah dengan pupil yang tajam menatapku penuh seksama seakan ingin membongkar identitasku dalam sekali pandang.

"Hehhh~ apa Kakak tersesat?"

"Kurang lebih... "

"Kakak tahu? Tempat ini sangat sulit untuk dijangkau ataupun ditemukan. Lalu mengapa Kakak bisa berada di sini? Itu aneh," tuturnya lalu berjalan memutariku.

"Setidaknya anggaplah itu bisa. Lalu kembali pada pertanyaanmu sebelumnya, mengapa kau juga bisa ada di sini?"

Ia pun hanya tertawa kecil dengan nada riang, setelah itu berjalan menuju tangga menuju ke atas kuil.

"Siapa yang tahu. Mungkin aku hanya iseng saja dan berakhir di sini"

"Iseng, eh?"

"Ya. Hanya sekedar iseng," balasnya dengan menekankan kata iseng.

"Jika itu iseng, maka seharusnya kau tahu betulkan tempat apa ini?"

"Yup! Tentu saja, siapa yang tidak tahu tempat kuno ini? apakah Kakak berasal dari zaman prasejarah?"

"Wah, wah, wah. Kuharap itu bukanlah sindiran, kawan kecilku."

Namun, sekali lagi ia hanya tertawa usil.

Kita bayangkan ada seorang anak kecil yang berkeliaran di tempat antah barantah ini dengan dalih iseng. Selain iseng, ia juga tahu tempat apa yang ia datangi, dan bersikap normal tanpa ada rasa kekhawatiran.

Ini sangat aneh sekali. Aku bahkan menaruh kecurigaan padanya... matanya itu seperti mengindikasikan sebuah peringatan. Sepertinya ia berusaha memperingatiku juga sama seperti seorang perempuan yang sebelumnya aku temui.

Namun, tepat sebelum anak itu berusaha menaiki tangga. Tiba-tiba saja kakinya di cengkeram oleh sebuah tangan tulang yang keluar dari dalam tanah. Menahannya erat bahkan hingga berusaha menariknya ikut ke dalam tanah.

"Ughh! Menyebalkan!"

Ia pun hanya mengibaskan tongkatnya itu dengan cepat dan alhasil tangan tengkorak yang mencengkeram kakinya hancur berserakan.

Tidak lama kemudian tanah tempat ini bergemuruh. Suara-suara kelontang terdengar bersamaan gemercak hantaman benda tumpul. Tepat saat itu juga semua tempat ini telah di kerumuni oleh makhluk putih.

Mereka adalah pasukan kesatria tulang berzirah kayu. Ada yang menggunakan perisai kayu dan pedang, sebuah tombak panjang, dan kampak besar yang dipanggul dengan enteng.

"Ini berubah menjadi sesuatu yang merepotkan," gumamku lali melihat sekitar.

"Respicio! Bangunlah para kesatria setiaku!"

"Huh?"

Ketika tempat ini dipenuhi oleh para kesatria tulang. Lalu setelah itu muncul beberapa mayat hidup yang ikut muncul dari dalam tanah. Namun, berbeda dengan para kesatria tulang yang tampaknya berusaha menyerangku. Para mayat hidup yang satu ini malah memerangi mereka dengan geramannya.

Setelah melihat semua pasukan mayat hidupnya itu menyerang para kesatria tulang. Ia pun langsung menaiki tangga sambil memutar-mutarkan tongkatnya seperti yakin bahwa tidak akan ada yang berusaha menyerangnya lagi.

Apakah ia seorang pemanggil mayat hidup?

Aku pernah mendengarnya dari Val, kalau di tempatnya berasal penuh dengan orang-orang berkemampuan aneh.

Terutama menyangkut ritual darah dan pemanggilan makhluk. Apakah ini termasuk ke dalam salah satunya?

Setidaknya aku tidak perlu memikirkannya lagi dan setelah itu bergegas menyusulnya masuk ke dalam kuil.

Kaki berderap melewati anak tangga satu demi satu. Suara geraman dan teriakan menyatu dalam satu pertunjukan bernama sebuah pertempuran. Selain itu kondisi atmosfer tempat ini terasa lebih mencekam dari pada sebelumnya.

Setiap anak tangga yang berhasil aku lewati selalu membuat jantungku berdegup kencang. Napasku memberat dan ketika aku tiba di atas, hal pertama yang aku lakukan adalah bertekuk lutut dengan tangan yang gemetar.

Sepertinya tekanan di tempat ini semakin meningkat setiap kali aku berhasil menaiki satu anak tangga. Ini di luar perkiraanku. Entah saat ini apakah aku bisa bertahan dari tekanan ini atau tidak, jika tidak sebaiknya aku bertahan di tempat ini dulu sebelum memutuskan untuk pergi masuk ke dalam kuil. Aku juga tidak melihat anak yang tadi, itu artinya ia telah memasuki kuil dengan mudah.

Siapa yang akan menyangka aku akan dikalahkan oleh anak sepertinya. Saat ini saja aku cukup kewalahan dengan kondisiku yang terbilang sangat kelelahan. Ini seperti stamina terkuras tiap detiknya.

"Huh, hah, huh... mungkin aku terlalu nekat—"

Entah dari mana, tiba-tiba saja aku merasakan sentuhan dingin tepat di atas bahu kiriku.

"Kau hanya akan menemui ajalmu jika pergi ke sana."

Kata-kata itu begitu dingin dan bahkan terdengar seperti seseorang yang berusaha memberiku harapan, tapi pada akhirnya kecewa karena pilihan yang kupilih.

Ketika aku menoleh, ternyata asal sumber suara itu berasal dari perempuan yang kutemui sebelumnya.

"T-terima kasih"

"Untuk apa kau berterima kasih kepadaku?"

"Karena telah mengingatkanku kembali"

"Humph. Orang yang aneh," ucapnya sarkas, "apa kau masih tetap bersikeras untuk masuk ke dalam?"

"Yahh... mau bagaimana lagi. Ada orang-orang yang sedang menungguku untuk kembali dan aku juga sedang mencari sesuatu."

Untuk beberapa saat ia hanya terdiam dengan arah pandangan menuju kuil. Lalu setelah itu aku merasa tangannya menjadi hangat dan kehangatan itu menyerbak di sekujur tubuhku dengan cepat.

"Aku akan menemanimu masuk ke dalam"

"Eh?"

"Cepat berdiri! Jangan diam saja!"

"A-ahh... baiklah," ucapku kaget lalu segera bangkit.

Setelah itu kami pun pergi memasuki kuil. Dengan membawa perasaan aneh dan firasat tidak enak ini, aku tidak terlalu yakin apakah aku bisa bertahan atau tidak di dalam sana.