webnovel

Enam

Hari demi hari dia lewati begitu juga dengan Alona yang kini sedang sibuk dengan pekerjaannya, begitu juga tiga manusia yang serakah telah mengatur rencana mereka agar bisa membuat seseorang hilang dari muka bumi ini.

"Jadi, bagaimana dengan rencanamu selanjutnya? Secepatnya kita harus menyingkirkan dia"ucap wanita paruh baya dengan melipat tangan di dada.

"Bersabarlah adikku, minggu depan adalah hari ulang tahunnya dan akan aku pasti 'kan dia tidak akan pernah ada lagi di hadapanmu"tersenyum devil.

"Apa rencanamu kali, beri tahu kami?" Pinta pria itu.

"Rencananya adalah...."

Berbeda tempat kini Aluna telah selesai membantu orang-orang yang membutuhkan bantuannya, dia pun duduk tak lupa juga dengan permen lolipopnya yang selalu setia menemaninya. Lalu pria muda itu menghampiri Aluna yang sedang melamun.

"Hayo Nana kenapa kau melamun?" Tanyanya lalu duduk di samping Aluna.

"Eh kak Reza, ada apa kak?" Tanya Aluna terkejut.

"Kakak bertanya kenapa kau bertanya balik"ucapnya bingung.

"Hehe maaf kak, Nana tak tahu kalau kak Reza tadi tanya apa ya?"Ucapnya polos.

"Tidak apa-apa, iya sudah ayo pulang hari sudah semakin sore"ucap Reza lalu dia pun bangun dari duduknya.

"Iya kak"

Lalu Aluna dan Reza pun memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, sesampainya di rumah Aluna pun membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Selesai dengan ritual mandinya Aluna pergi ke dapur lalu di pun memasak nasi goreng untuknya dan juga ibunya saat pulang bekerja nanti.

Bi Rahma tidka menceritakan apapun kepada Aluna tentang dimana di bekerja yang Aluna tahu jika Bi Rahma bekerja di rumah orang kaya yang baiK hati, karena selalu membawakan makanan untuknya.

Nasi goreng telah siap tinggal menunggu kedatangan Bi Rahma pulang tak butuh waktu lama Bi Rahma pulang dengan membawa beberapa makanan yang ada di tangannya.

Ceklek...

Suara pintu di buka lalu bi Rahma pun masuk ke dalam rumahnya dan di sambut oleh Aluna yang sudah menunggu sedari tadi.

"Ibu sudah pulang, Nana memasak nasi goreng, ayo Bu kit makan"ajak Aluna.

"Iya sayang sebentar ya ibu mandi dulu"ucapnya lalu bergegas menuju kamar mandi.

Aluna pun menunggunya dengan patuh sambil menunggu Bi Rahma selesai mandi, Aluna pun menaruh makanan yang di bawa oleh BI Rahma ke dalam piring. Selesai mandi Bi rahma menghampiri Aluna yang sudah yang sudah siap.

Lalu mereka pun memakan makanannya dan di sela-sela makan Bi Rahma pun bertanya kepada Aluna.

"Nana, minggu depan adalah hari ulang tahunmu yang ke dua puluh? Apakah ada sesuatu yang kU inginkan?" Tanya Bi Rahma.

Sejenak Aluna menghentikan aktifitasnya lalu menatap Bi Rahma."Bu, Nana tidak meminta apapun itu karena bagi Nana itu semua tidak penting. Yang paling penting itu adalah kebahagian Nana bersama ibu dan kita akan selalu bersama Bu"

Bi Rahma tersenyum mendengar ucapan Aluna lalu dia menggenggam erat tangan Aluna, Bi Rahma sangat menyayangi Aluna seperti anaknya sendiri tetapi Bi Rahma tidak tahu jika suatu saat nanti Aluna tahu yang sebenarnya. Apakah Aluna masih mau menganggapnya sebagai ibunya atau sebaliknya.

"Iya sudah ayo lanjutkan makananmu"

Aluna pun melanjutkan kembali tetapi hati Bi Rahma tertuju pada seseorang yang ada di dalam fikirannya saat ini.

Bibi tidak tahu harus bagaimana menjaga kalian Nona, bibi khawatir dengan keadaan dia saat ini, semoga dia baik-baik saja. batin Bi Rahma.

Selesai dengan makan malamnya lalu Aluna pun membersihkan meja dan BI Rahma mencuci piring, setelah semua selesai mereka pun menuju kamarnya dan sibuk dengan fikirannya masing-masing.

"Ada apa denganku, perasaanku akhir-akhir ini semakin tidak enak?" Gumam Aluna."Semoga tidak terjadi apapun"mengusap dadanya, lalu naik ke ranjang dan menarik selimut.

Lalu berbeda tempat lagi di kediaman Barata kini semua keluarga berada di ruang keluarga karena sedang membicarakan hal yang begitu penting.

"Lona, minggu depan adalah hari ulang tahunmu yang kedua puluh, kau ingin hadiah apa sayang?" Tanya Tuan Raul.

"Aku tidak ingin hadiah apapun Papa"jawab Alona sopan." Lona cuma ingin Papa bisa menyayangi Lona dan tidak akan pernah meninggalkan Lona"

"Tentu saja sayang, tetapi Papa sudah menyiapkan pesta untukmu Minggu depan, lalu Papa akan mengatakan ke semua publik jika kau adalah putri pewaris grup Barata"ucap Tuan Raul, dengan tatapan seriusnya.

Alona menelan kasar salivanya mendengar hal itupun, lalu wajah Marina dan juga Arka semakin di tekuk mendengar itu semua, hatinya mulai terasa panas ingin sekali dia melempar Alona ke dalam gua beruang.

"Iya cucuku, Nenek setuju dengan keputusan Papamu karena itu adalah wasiat dari ibumu nak"menatap Alona lalu beralih menatap dengan sinis ke arah Marina.

Sial Nenek Tua ini, apa yang harus aku lakukan padanya. batin Marian kesal.

Alona tidak bisa mengatakan apapun selain menuruti keinginan sang Nenek yang seperti itu.

"Baiklah Nenek,"

Marina semakin menekuk wajahnya dan kesal melihat suaminya lebih percaya kepada anaknya di bandingkan dengan Arka.

"Papa kenapa kau begitu pilih kasih kepada anakmu, apakah Arka bukan anakmu juga? Kenapa kau tidak memberinya kesempatan!" Ucap Marina yang penuh emosi.

"Mama, ini pesan dari Nesya. Aku juga ingin memberi kesempatan kepada Arka, tetapi kau tahu jika semua ini milik Nesya tanpa persetujuan dari Lona aku tidak bisa melakukan apapun" ucap Tuan Raul menjelaskannya.

"Jawaban Papa selalu saja seperti itu, Mama ayo kita istirahat saja untuk apa kita di sini sementara Papa selalu memanjakan Lona lagi"ucap Arka bangun dari duduknya, dan menarik tangan Marina.

"Marina, Arka tunggu aku belum selesai mengatakannya"panggil Tuan Raul.

Alona yang melihat hal itupun dia merasa serba salah dia bingung harus bagaimana, Nenek Sasmita menenangkan Alona dengan menepuk pelan punggung tangannya.

"Nenek.."panggil Alona.

"Sudahlah kau tidak perlu memikirkan mereka, lebih baik kau jalani apa yang di katakan oleh ibumu nak, Nenek akan istirahat lebih dulu"bangun dari duduknya.

"Baiklah, Nenek hati-hati"

"Iya cucuku"

Setelah kepergian Nenek Sasmita kini tinggal Alona dan Tuan Raul yang masih ada di ruang keluarga.

"Papa apakah Bibi Marina marah padaku?"Tanya Alona.

"Tidak apa-apa sayang, mereka pasti akan mengerti suatu saat nanti. Lebih baik beristirahatlah"mengusap lembut rambut Alona.

"Papa, apa apakah kita tidak mencobanya memberi kesempatan kepada Arka? Agar Papa dan Bibi Marina tidak bertengkar!" Usul Alona yang merasa tidak enak hati.

"Sudahlah Lona, jangan memikirkan apapun lagi Papa melakukan ini semua karena ingin menebus kesalahan Papa kepada Mamamu dulu karena Papa telah menyakitinya" sesal Tuan Raul dengan raut wajah yang sedih.

"Papa sabar ya, Lona akan berusaha sebisa mungkin untuk menjaga semua yang di berikan Mama kepada Lona"memeluk Tuan Raul.

"Iya sayang, sekarang kau istirahatlah"membalas pelukkan, lalu melepaskannya.

"Iya Papa, kau juga beristirahatlah"

Tuan Raul menganggukkan kepalanya lalu Alona bangun dari duduknya dan melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya, Tuan Raul menatap punggung Alona yang semakin jauh sampai tak terlihat lagi.

"Nesya, aku akan menjaga putri kita sampai dia tumbuh menjadi sepertimu"gumam Tuan Raul dan matanya mulai berkaca-kaca.