6 Setitik Harapan

Malam sudah mulai menjelang, matahari sudah tak menampakkan wujudnya. Rayyan dengan setia menemani gadis pujaannya itu.

"malam ini kita menginap di sini." Adela bicara di sela membereskan beberapa ampar kain untuk alas tidur, mereka semua berkumpul dalam satu ruangan hanya saja perempuan dan laki-laki di pisah sesuai kelompoknya. Adela mempersiapkan alas tidur untuk Rayyan agar lelaki itu bisa tidur dengan baik.

" Aku sudah biasa seperti ini." sahut Rayyan, dia memang terbiasa hidup di belantara hutan yang pepohonannya tinggi. Bahkan dulu ketika masih pendidikan dia di kirim kehutan yang lebih ganas dari pada ini.

"aku tau itu." Adela memandang sebentar lalu berkata lagi. " tapi kamu sudah lama tidak masuk hutan setelah kejadian 4 tahun lalu itu." Mendengar kata 4 tahun yang lalu itu Rayyan terdiam, kepalanya mulai mencerna, mengorek memori lama yang menyakitkan demi dia sahabatnya hilang dan sampai sekarang tidak pernah di temukan. Rasa sakit dan kecewa masih bercongkak keras di relung hatinya, dia bahkan membuat perempuan yang di cintai sahabatnya itu menangis menangih janji.

"Jangan melamun!" Adela menepuk bahu kiri Rayyan.

"tidak.. aku tidak melamun." kilah Rayyan tak mau terlihat kalah.

" Yang lalu biarlah berlalu tidak usah difikirkan lagi." Adela berdiri ingin lekas meninggalkan tempat itu karena dia juga harus menyiapkan alas tidurnya.

"Tapi kamu tidak tau apa yang kurasakan." Sahut Rayyan lagi. Hal itu membuat Adela memutar kembali tubuhnya dan memandang lelaki yang sangat di cintainya itu. Dia sangat tahu bahwa lelaki ini bahkan belum bisa menghapus memori buruk itu tapi dia pun tak berdaya.

"Tidurlah! besok kita masih harus melanjutkan perjalanan" Adela tak ingin mengusik memori itu lagi. Hari ini adalah kesalahannya membuat Rayyan kembali mengingat itu.

Mendengar perintah dari Adela Lelaki itu bersiap untuk merabahkan tubuhnya. Tapi mata itu tak kunjung juga terpejam, fikiranya mulai berkelana, rasa sakit di relung hatinya masih saja membekas seolah tak hilang oleh waktu. Setelah sholat isha tadi semua orang bersiap-siap untuk tidur.

Di arah lain Adela memandang punggung Rayyan yang miring kekanan membelakangi yang lainnya. Adela menghembuskan nafas berat serta burguman dalam hatinya "itu salahnya"

"apa yang kau fikrikan?" tanya rekan Adela yang sudah siap merebahkan diri di sampingnya.

Adela mengulas senyum manis dibarengi dengan gelengan kepala.

"Ada apa dengan pak tentara itu?" Tebaknya seolah tahu yang di fikirkan Adela saat itu.

"tidak apa-apa" Kilah Adela tak ingin terlihat kalah.

"oh ya Pak Tentara itu sudah ada yang punya belum?" tanya Rekan Adela itu kembali tapi dia merubah topik.

"kenapa?" tanya Adela sambil mengangkat alisnya.

"Nanya aja" Di barengi dengan senyuman. Rauda gadis manis yang menjadi rekan Adela untuk berkunjung ke kampung terpencil.

"iya.. dia sudah ada yang punya." Adela sedikit kesal dengan pertanyaan Rauda, dia sangat tau kalau Rauda itu cantik, pintar dan disukai semua orang, pasti Rayyan juga menyukai gadis itu fikirnya.

"Massa, siapa?" Rauda penasaran lagi.

"Tau deh.." Adela kesal dan dia langsung tidur membelakangi Rauda.

***

Pagi itu suasana sedikit dingin, Mega seperti biasa bangun lebih pagi untuk menyiapkan beberapa bekal untuk si kembar karena mereka hari ini akan pergi dengan Herwan dan Mentari.

"Mii.." Panggil Zarra, gadis kecil itu selalu bangun lebih pagi karena dia sangat semangat untuk membantu apapun yang dikerjakan Ibunya.

"Zarra ... sini sayang!" Mega memanggil putri cantiknya itu.

"Sudah cuci muka?" Tanya Mega kepada putrinya itu, Zarra mengangguk. Gadis kecil itu seolah dewasa sebelum waktunya dia begitu mencintai ibunya hingga apapun akan di lakukan untuk ibunya itu.

"Mii.. Bang Zeen belum bangun"

"Nanti ummi yang bangunin, Zarra wudhu dulu ya! sebentar lagi azan subuh."

"iya mii" Gadis kecil itu berjalan menuju kamar mandi. Sementara Mega menuju kamar anak laki-lakinya untuk membangunkan putranya itu. Mega membuka pintu kemudian matanya tertuju pada putranya yang masih dengan setia melingkupi di kasur empuknya, Mega berjalan pelan untuk menghampiri putranya.

"Zeen.. Anak ummi ... ayo bangun!" Suara Mega terdengar lembut. Ada sedikit pergerakan pada tubuh Zeen tapi mata itu amsih tertutup.

"Zeen.." Panggil Mega lagi. Akhirnya setelah panggilan serta elusan lembut di kepalanya Zeen bangun sambil mengerjapkan mata polosnya.

"Mii" Zeen bangun dan langsung memeluk ibunya.

"kenapa?" Tanya Mega lembut.

"Zeen mimpi Abi" kata itu lagi, Jantung Mega berpacu, hatinya menghangat tapi dia harus tetap terlihat tegar untuk putranya ini.

"Terus Zeen ngomong apa sama Abi?" tanya Mega lagi.

"Zeen tanya kenapa Abi ngak pulang-pulang? Terus Abi jawab Abi akan pulang"

Mega mengencangkan pelukan pada putranya itu. Ada setitik air mata jatuh di sudut matanya, luka itu kembali berdarah, sampai kapan dia mampu untuk bertahan.

"Abi akan pulang kok, Zeen pasti ketemu Abi."

"Tapi, bagaimana kalau abi ngak ingat kita miii."

"itu tidak mungkin, Abi mencintai kita semua, sekarang Zeen bangun dan ambil air wudhu kita sholat subuh bareng-bareng ya!"

Zeen mengangguk pasti, lalu dia turun dari kasur itu.

maafkan lah saya, karena keterbatasan media saya hanya bisa mengetik lewat Hp dan itu membuat tangan saya sakit.

semoga bisa mengobati rindu kalian.

salam manis dari saya.

orang yang mudah di lupakan.

banjarbaru, 15 september 2021

avataravatar