5 Mulai Pudar

Mata hari mulai meninggi, kicauan burung mulai memecah sunyi nya pagi. Mega sudah memulai rutinitas paginya..Menyiapkan makan pagi untuk buah hatinya yang sekarang sudah mulai beranjak besar.

"Miii.... " teriakan Zarra memecah pagi, dibarengi dengan suara seperti kaca pecah.

Mega kaget luar biasanya pagi yang awalnya tenang kini teriakan putrinya memecah sunyi itu. Secepat yang dia bisa berlari kearah sumber suara yaitu kamar kedua anaknya. Mega menempatkan satu kamar yang cukup luas untuk si kembar karena mereka masih kecil dan harus beradaptasi dengan keadaan, nanti ketika dua anaknya itu sudah dewasa baru dia memikirkan untuk membuatkan dua bilik untuk anak-anaknya itu..

Mega membuka pintu kamar dan pemandangan yang dia lihat sungguh menyayat hatinya dia melihat darah merembas di tangan Zeen dan di sekitarnya ada pecahan-pecahan kaca.

"ada apa?"

"Mas Zeen terluka Mii" Sahut Zarra yang berdiri sambil memegangi tangan Zeen yang terluka. Mega melihat pigura kaca milik Abdi pecah hanya menyisakan bingkai dan fotonya juga sudah seperti tertusuk-tusuk beling.

Mega dengan sigab untuk membantu Zeen mencuci lukanya. Air matanya ikut merembas keluar luka-luka kecil yang menyayat tangan anaknya mengingatkannya pada luka-luka lamanya yang belum pulih meski telah di telan waktu 4 tahun lebih.

"Mii.. Zeen tidak apa-apa." Anak kecil itu berusaha untuk menenangkan ibunya.

Mega tak menjawab dia diam menutup mulutnya agar tak terisak. Sekilas dia melirik Zarra putri kecilnya itu saat ini sedang memeluk foto ayahnya yang sudah mulai koyak tergores pecahan kaca, hal itu membuat hatinya makin pedih. Apakah dia mampu bertahan sedikit lagi untuk menunggu demi janji mereka dulu.

"Mi.. maafin Zeen ya Mii! " lelaki mungil itu berucap lirih dia sangat tahu ibunya sedang menahan isakan agar tak terlihat. " Tadi Zeen rindu sama Abi, jadi Zeen ambil fotonya terus jatuh, maafkan Zeen ya Mii! Zeen rindu tapi Zeen mulai lupa sama wajahnya" Mendengar hal itu Mega seakan tak mampu lagi berpijak dia sakit yang teramat sakit. Apakah sesakit ini menunggu, menunggu sesuatu yang tidak pasti sampai kapan.

Selesai membersihkan serta membalut luka yang dialami putranya Mega meminta kedua anaknya itu untuk duduk di sofa kecil yang ada di dalam kamar itu.

"Mi.. maafin Zeen ya! Ummi ngak marahkan sama Zeen?" tanya lelaki mungil itu. Mega mengusap kepala anaknya itu dan tersenyum.

"Ummi ngak marah kok."

"Tapi Mi.. Zeen sudah ngerusakin foto Abi." Zarra ikut bicara, gadis kecil yang cendrung pendiam itu masih saja memeluk erat foto ayahnya padahal sudah tanpa bingkai lagi.

"Zeen .. cerita ke Ummi, kenapa fotonya bisa jatuh?"

" Fotonya kan di atas, nah Zeen itu pegang Mii.. soalnya Zeen sudah mulai lupa sama wajah Abi." Mendengar penuturan dari putra kecilnya itu hati Mega kembali koyak, luka itu terasa kian berdarah saja.

"Zarra juga Mi, biasanya Abi selalu datang dalam mimpi Zarra tapi akhir-akhir ini sudah tidak pernah lagi, apa Abi sudah ngak sayang kita lagi Mi ? terus kenapa pulangnya lama? teman-teman Zarra di sekolah pasti diantar Abinya kalau ke sekolah, kalau kita berdua cuma di antar Ummi atau om Herwan dan Tante Mentari." gadis kecil ini bicara panjang lebar, hal itu membuat Mega bingung untuk mengatakan serta memulai dari mana cerita pilu ini.

"Abi kan lagi kerja Zarra." kini Mega mengulurkan tangannya yang gemetar untuk mengelus kepala putrinya.

"tapi kenapa lama Mi?" tanya Zeen.

"dengar Zeen dan Zarra! kalian sayang Ummi kan?" Mega berujar lagi. Dua buah hatinya itu mengangguk berbarengan menandakan mereka begitu menyayangi ibunya.

" Bisakah kita menunggu sebentar lagi! menunggu kepulangan Abi" Tanya Mega mencari setitik harapan dari sepasang mata yang sedang menatapnya ini.

"lama ngak mi?" tanya Zeen mematikan, sebab anak cerdas itu terlalu sering mendengar permintaan ibunya itu.

"Zeen dan Zarra berdo'a saja ya! semoga Abi cepat pulang"

"baik Mi." dua bocah tanpa dosa itu memeluk ibunya, tumpuan cinta.

***

Klakson mobil bersahut di depan rumah, dua bocah berlari menuju pintu sebab kali ini yang mengantar kesekolah adalah Herwan dan Mentari.

"assalamualaikum."

"Waalaikum salam, tante. Mana dek Sherly?" balas Zeen.

"Sayang sekali jagoan tante, adek Sherly ngak ikut sebab dia lagi pergi sama Neneknya" Mentari menjelaskan dengan penuh cinta pada sepasang mata yang sedang menatapnya itu. Dua bocah itu terlihat lesu karena hari ini mereka tidak bertemu dengan adik kecil mereka.

"Maaf ya Mentari! kali ini aku ngerepotin kalian lagi." Mega benar-benar meminta maaf sebab kali ini tidak bisa mengantar kedua anaknya itu.

" Tidak apa-apa mba." Mentari menenangkan Mega.

"Tapi mereka sudah sarapankan?"

"iya, sudah."

"kalau begitu, mari dua kembar kita berangkat!" Mentari mengajak dua kembar itu untuk berangkat. Zeen dan Zarra berpamitan pada Mega.

***

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang, Mega berkutat dengan pekerjaannya dia masih setia dengan pekerjaannya dulu yaitu menjadi Bendahara keuangan, berkutat dengan berbagai macam laporan.

"Mega sudah selesai? " tanya bu Wakasek baru. sudah terhitung 2 bulan ini wakasek baru menjabat, beliau lebih ramah dan manusiawi dalam menegur guru-guru dan staf yang terlibat di sekolah itu.

"masih sedikit lagi, ibu perlu bantuan?" tanya Mega.

"Ah.. tidak, kamu selesaikan saja dulu!" pinta Bu wakasek itu.

"tapi mungkin habis ini saya mau kedinas pendidikan kota, ada sesuatu yang mau saya urus"

"oh begitu, baiklah. Hati-hati ya!" Mega mengangguk

***

"Berapa jam lagi kita sampai?" Tanya Rayyan yang sudah mulai lelah duduk di kursi penumpang, janjinya akan menggunakan helikopter untuk kesini tertunda karena terkendala sesuatu yang tidak bisa di jelaskan. Mereka akan menggunakan heli ketika sampai pada pemberhentian pertama agar tidak memakan waktu 1 hari untuk mencapai titik tujuan.

"Sebentar lagi." Adela memberi jawaban, sesungguhnya dia pun tidak tahu sebentar yang dia katakan itu seperti apa.

" jalannya memang seperti ini ya?" tanya Rayyan lagi.

"ya... begini kalau masuk pelosok, ini jalan terakhir yang bisa kita lalui menggunakan mobil sisanya jalan kaki atau naik helikopter"

"para penduduk di sini, sepertinya mereka sudah biasa"

"Mungkin keadaan yang memaksa mereka untuk terbiasa, sebab bantuan pemerintah jarang bisa masuk. Bahkan penduduk di sini lebih mengandalkan alam untuk menopang kehidupan mereka. Rayyan mendengarkan dengan seksama penjelasan Adela, perempuan cerdas ini bahkan tidak cerewet ketika di minta untuk kepelosok seperti ini.

Mobil itu melaju dengan kecepatan rendah sebab curamnya jurang cukup membuat ngeri jika terprosok kesana.

Matahari sudah mulai berpindah arah menandakan gelap akan datang, tinggal satu belokan lagi mereka sampai pada persinggahan pertama, mungkin malam ini mereka baru bisa istirahat sebab jika perjalan di lanjutkan lagi takutnya matahari mulai terlindungi pepohonan besar.

Rombongan itu memutuskan untuk istirahat dan bermalam di persinggahan pertama dan besok di lanjutkan dengan menggunakan helikopter seperti rencana semula.

****

"Mampukah bertahan sedikit lagi, demi memenuhi janji yang dulu di ikrarkan"

Mega Aira

martapura

24 Agustus 2021

ayo berteman di Ig :@Haifa_nur

semoga mengobati rasa kangen kalian

versi pendek

avataravatar
Next chapter