webnovel

Helsinki, Finland ( 2 )

Aku menemukan Valter menungguku di meja makan lengkap dengan makan pagi yang ia siapkan.

"Selamat pagi Jade." sapanya terlebih dahulu, sepertinya dia sudah cukup lama menungguku di ruang makan.

"Pagi Valter."

"Maaf, seharusnya aku berada disini lebih awal." ucapku sambil sibuk melihat kaca kecil yang dari tadi ku gengam, memastikan bahwa riasan ku dalam keadaan sempurna.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan Jade. Sebaiknya segera sarapan, aku akan membawamu ke tempat yang kau sukai." ucap Valter.

Aku menganguk, menatap Valter, tersenyum semanis mungkin. Aku ingin Valter menyukaiku lebih dan lebih.

Aku berjalan di sebelah Valter keluar dari apartemen, menyusuri jalan menuju Kauppatori, Market Square menuju pelabuhan ferry tidak jauh dari situ.

Aku bertanya tanya kira kira tempat seperti apa yang dipilihkan Valter untuk kami kunjungi, mengingat ia begitu yakin aku akan menyukainya.

"Valter," Seorang wanita menyapa Valter dari belakang, refleks kami berdua menengok.

"hai, Alla." sapa Valter ramah.

Alla mendekati Valter dan memeluknya sambil berbisik "aku baik baik saja sayang." Gadis cantik bernama Alla tidak berhenti menatap lekat Valter dari atas hingga ke bawah.

"Aku tidak menyangka kau berada di Helsinki, kupikir kau berada di Germany tambahnya lagi." sambil tetap tidak melepaskan tangannya dari lengan Valter.

Aku tahu ada gairah disana, dari bahasa tubuh aku merasakan seperti ada yang lain diantara mereka.

"Aku baru saja tiba kemarin, dan akan pergi lagi." sahut Valter.

Aku merasa seperti seonggok sampah berdiri diantara mereka, wanita cantik berambut pirang , tinggi semampai itu tidak sekalipun melirik kearahku, dia sibuk mengumbar pesona di depan Valter membuatku mual, darahku berdesir, perasaanku tidak karuan dan wajahku memanas.

Aku perlahan mengambil langkah menjauh, ada perasaan marah dan sesak memenuhi dadaku.

"Jade." panggil Valter menghentikan langkahku.

"Alla, ini Jade," - "Jade ini Alla,"

Alla menatapku dengan tatapan merendah dan kembali ke memfokuskan diri ke Valter.

"Sepertinya saat ini engkau sibuk, Aku akan ke apartemenmu malam nanti, ada yang aku bicarakan. Sampai jumpa." Alla berlalu pergi tanpa memberi tanggapan tentang perkenalan denganku.

Aku menatap bongkahan bebatuan di jalan setapak... aku merasa terhina dan cemburu.

Aku merasa dikhianati dimasa aku belajar membuka hati untuknya.

" Jade... "

" Jade... "

Valter membalikkan badanku hingga berhadapan dengannya,

"

Jade, apa kau baik baik saja." panggilnya lagi.

"Ya aku baik baik saja." balasku dengan parau dengan mata berkaca kaca.

"Jade, ada apa denganmu?" tanya Valter.

"Bisakah kita kembali ke apartemen ? Aku mendadak merasa tidak enak badan." aku melangkahkan kaki berbalik ke arah apartemen tanpa menunggu persetujuan Valter.

Aku menghempaskan tubuhku ke atas sofa, berusaha menahan air mata agar tidak jatuh, aku merasa amat malu dengan emosiku yang terlihat jelas.

kenapa aku harus merasa cemburu ?

bukankah aku yang setengah hati terhadap Valter ?

Valter berjalan mendekatiku, duduk di sampingku, dan mengengam tanganku. kami larut dalam diam untuk beberapa saat.

"Apa yang kamu rasakan, sehingga tidak enak badan." ucap Valter membuka percakapan yang sedari tadi membisu.

Entah karena tidak peka atau tidak ingin mempermalukanku dengan pertanyaan, pertanyaan yang amat tidak relevan itu diajukan.

"Aku cemburu." tatapku dengan penuh emosi.

"Aku ingin engkau menjelaskan siapa dia, dan apa hubunganmu denganya." nada suaraku terdengar sedikit egois, tapi aku tidak punya pilihan kata lain untuk menghentikan sesak di dadaku.

"Alla adalah temanku, kami berkenalan beberapa tahun lalu ketika aku bertugas disini, dia selalu bersikap berlebihan seperti itu, dan beberapa kali mendekatiku. kami tidak memiliki hubungan lebih dari teman." terang Valter sambil memegang kedua tanganku.

"Dari kata kata nya dia seperti sudah terbiasa datang ke apartemen ini. Mungkin kalian sering melewati waktu bersama." sahutku ketus dan sinis.

"Itu benar, dia beberapa kali pernah datang ke apartemen ini." dengan posisi masih menatapku.

"Kalian pernah berhubungan intim?" tanyaku pelan. sepertinya pertanyaan ini berlebihan dan terlalu privasi, tapi aku tidak tahan lebih lama lagi untuk tahu secara detil akan hubungan diantara mereka.

"Beberapa kali dia pernah mengajakku untuk melakukannya, tapi aku menolak. Aku tidak ingin terlibat apapun yang membawa kepada ikatan emosional dengan Alla."

"Alla cantik, bagaimana mungkin kau tidak tertarik sebagai seorang laki laki ." ucapku.

"Cukup Jade, jangan menuduhku. Aku tidak serendah itu. Aku sudah menjelaskannya. Sekarang jelaskan kepadaku, mengapa kamu begitu emosional." Valter menatap lurus dalam ke wajahku, sulit bagiku untuk menyembunyikan mendung di mataku yang sebentar lagi basah dengan air mata, "Aku tidak ingin kehilanganmu, dan pergi dengannya. Aku ingin engkau hanya menatapku dan mencintaiku." ucapku lirih.

Valter memelukku erat, seperti sekat yang membatasi dan membuat kaku antara kami hilang begitu saja dengan ungkapan perasaanku barusan.

-

Hembusan angin kencang menerpa rambut dan wajahku diatas kapal ferry yang membawa kami menuju pulau Suomenlinna, pulau yang berada tidak jauh dari dermaga, udara di awal musim semi masih mengigit hingga ke tulang , selama kurang lebih lima belas menit kami berdua tiba di salah satu warisan situs dunia Unesco ini.

Nampak sebuah pulau yang terdiri atas sebuah benteng ditengah laut yang dibangun diatas enam pulau, inilah Suomenlinna. Dari kejauhan sebelum tiba di pulau ini, terlihat tembok batu sepanjang enam km yang memagari pulau, dikelilingi meriam, terowongan dan taman taman yang indah.

Menurut brosur yang dibagikan di pintu masuk, hanya ada delapan ratus orang penduduk yang mendiami pulau ini, sebagian besar dari mereka bekerja untuk pariwisata pulau ini.

Perasaan tidak nyaman akibat drama 'Alla' sepanjang hari terbayar dengan penghiburan ke Suomenlinna, waktu seperti terhenti dan kami kembali ke abad-18, semua rumah, bangunan , gereja berasal dari abad 18 semua dalam kondisi terawat dengan baik agar tetap terus dapat dinikmati oleh generasi generasi selanjutnya.

Kami berjalan melalui gerbang batu berwarna merah muda dengan menara jam di atasnya yang mengarah ke jalur utama melalui pulau. Di sebelah kiri, ada sebuah gereja ortodoks Rusia lengkap dengan mercusuar di puncak gereja, benteng ini dibentuk oleh tiga zaman, Sweden, Russia dan kemudian Finland. nama Suomenlinna berasal dari bahasa Finland yang artinya 'Kastil Finlandia' resmi dipakai ketika benteng ini menjadi milik pemerintah Finland.

Konon, sebelum dikuasai Finland, benteng ini dikenal dengan nama Viapori ketika zaman Russia, dan dikenal dengan nama Sveaborg ketika Era Swedia.

Suasana Suomenlinna begitu asri dan tenang, tidak ada kenderaan bermotor disini, dan kami harus berjalan kaki untuk dapat menikmati semua tempat menarik yang ada.

Di dalam benteng, ada makam sederhana seorang Field Marshal ( pangkat diatas Jendral ) pada masa kerajaan Swedia bernama Augustin Ehrensvard yang kuketahui kemudian, bahwa beliau lah yang membangun benteng yang ada di pulau-pulau di dekat kota Helsinki ini pada pertengahan abad ke 18.

Hal yang membuat aku kagum, Suomenlinna bahkan memiliki museum mainan dan boneka yang semua koleksi berasal dari lebih dari dua ratus tahun, awal abad ke-19. ada kurang lebih ratusan boneka tua dan ratusan boneka beruang-Teddy Bear , juga mainan dengan sejarahnya masing masing.

Kami duduk di depan Museum Toys Suomenlinna yang juga sebuah cafe untuk sejenak melepaskan penat setelah berjalan keliling, menikmati senja dan secangkir kopi ditemani roti kayu manis yang lezat (korvapuusti dalam bahasa Finlandia).

"Kamu nampak senang, Jade. " sahut Valter

"Sangat senang, aku rasanya ingin membawa pulang semua boneka dan mainan, mengamati mereka satu persatu , mengira ngira asal mereka dan apa saja yang telah mereka lalui berabad abad." sahutku sambil berfantasi.

Valter tertawa mendengar jawabanku. "Mungkin aku akan membelikanmu boneka, ketimbang seikat kembang, untuk membuatmu tersenyum senang." ucapnya lagi

"Itu bisa diterima." sahutku pasti.

"Ahh..aku jadi mengerti mengapa engkau ikut kelas Matryoska di Russia." sambung Valter tersenyum menggoda.

"Suatu saat aku akan kembali kesini, dengan membawa anak anakku kelak, mengajari mereka mencintai sejarah." tambahku.

"Apakah itu berarti anak anaku juga?" ucap Valter berusaha keras menggodaku.

Kali ini aku yang tertawa geli mendengarnya.

☕☕☕

Next chapter