webnovel

MENGULANG KEMBALI 1

Wina meminta Jim untuk membantu memindahkan Revan ke ranjang yang telah di berikannya alas sprei. Lalu Jim menunggu di depan gedung untuk menyambut Dokter Rani dan membiarkan Wina bersama Revan di kamar.

" Permisi!" sapa seorang wanita cantik.

" Dokter Rani?" tanya Jim.

" Iya!" jawab Jim.

" Mari! Bu Wina sudah menunggu!" jawab Jim. Mereka kemudian naik lift ke lantai 9 dan pergi ke kamar Revan.

" Win?" sapa Rani terkejut saat melihat mata Wina basah dan memerah akibat menangis, sementara seorang pria tidur di pahanya.

" Please, Ran! Periksa dia dulu! I'll tell you everything, Ok!" kata Wina.

" Ok!" jawab Rani. Perlahan Rani memeriksa keadaan Revan, sementara Wina dengan wajah penuh kekhawatiran menunggu di luar.

" Pantas saja dia tergila-gila padamu! Kamu sangat tampan walau pingsan seperti ini!" ucap Rani ambigu.

Rani membuka pintu kamar setelah beberapa lama, Wina yang melihat wajah Rani seakan bertanya bagaimana keadaannya?

" Dia akan baik-baik saja! Dia sedikit mengalami depresi dan mabuk tentunya! Tapi dengan istirahat yang cukup dan bicara dengan seseorang, pasti semua akan baik!" tutur Rani. Wina merasa sangat lega dan gembira akan berita itu. Dengan cepat dia berlari masuk ke dalam kamar dan melihat Revan yang masih memejamkan matanya, tapi dengan tangan yang berbalut perban bersih.

" Bersihkan lukanya dengan baik! Luka itu hampir saja infeksi akibat terlalu lama terbuka dan tidak diraway dengan baik. Apa ada yang harus aku tahu tentang semua ini?" tanya Rani. Wina menatap wajah Rani dengan nanar, dia tahu dia berhutang penjelasan pada wanita itu.

" Apakah dia..."

" Ya! Kita bicara diluar!" kata Wina lalu membenarkan letak selimut Revan dan berjalan keluar kamar diikuti oleh Rani.

" Jim! Aku akan ke rooftop sebentar, jika..."

" Iya, Bu! Saya akan memanggil Bu Wina!" jawab Jim pelan.

Wina masuk ke dalam lift diikuti oleh Rani, mereka hanya terdiam di dalam lift hingga mencapai rooftop.

" Dia...mantan kekasihku!" kata Wina tanpa melihat Rani.

" Are you lost your mind? How if..." Rani langsung menatap Wina dengan tajam.

" I know! Tapi kamu tahu bagaimana masa laluku, Ran!" sahut Wina.

" Bagaimana jika Will tahu?" tanya Rani lagi.

" Entahlah! Pikiranku sedang egois saat itu! Setelah sekian lama kami bertemu kembali dan...kamu tahu jika hujan bisa membuat kita melakukan hal bodoh!" tutur Wina memejamkan kedua matanya.

" No! Jangan bilang kalo kalian..."

" Gila bukan? Aku..."

Ponsel Wina berdering, nama Jim tertera di layar.

" Ya, Jim?" tanya Wina.

" Bos sepertinya bangun, Bu!" kata Jim.

" Kita lanjut lagi nanti, Ran! Pasien kamu terbangun! Dan tolong, jangan menghakimi aku dulu! Aku masih bingung dengan keadaan ini! Please!" kata Wina.

" Will?"

" Aku akan memikirkannya nanti! Bye!" kata Wina lalu dia berlari menuju lift dan masuk untuk turun ke lantai 9. Wina berlari kecil menuju kamar Revan dan melihat pria itu duduk di pinggir ranjang sambil menangkup wajahnya.

" Rev!" panggil Wina. Revan yang tidak percaya jika ada Wina disana, hanya terdiam, dia merasa jika dirinya sedang berhalusinasi.

" Sayang!" panggil Wina lagi sambil berjalan mendekat.

" Akhhhhh! Kenapa suaranya memenuhi isi kepalaku?" teriak Revan sambil memukul-mukul kepalanya.

" Ini bener aku!" ucap Wina yang telah berdiri diatas lututnya dan memegang tangan Revan agar berhenti memukul kepalanya. Revan mengangkat wajahnya dan melihat Wina di depannya. Dia memejamkan kedua matanya.

" Ini nyata, Rev!" ucap Wina menangkup wajah Revan.

" Benarkah?" tanya Revan setelah membuka matanya. Wina menganggukkan kepalanya, lalu dengan lembut mengecup bibir Revan. Revan tidak menyia-nyiakan hal itu, dengan cepat dia menekan tengkuk Wina dan memperdalam ciuman mereka.

Mereka berhenti setelah beberapa menit dan saling menatap dengan penuh cinta.

" Kenapa kamu meninggalkan aku?" tanya Revan menangkup wajah Wina.

" Karena kamu sudah beristri dan akan memiliki anak!" jawab Wina. Revan memejamkan kedua matanya saat Wina membuatnya kembali ke kenyataan bahwa ada Angel dan calon anaknya di rumah.

" Tapi aku mau kamu!" kata Revan.

" Tidak, Rev! Ini salah!" kata Wina sambil berdiri dan memutar tubuhnya membelakangi Revan.

" Kamu tahu aku benci penolakan!" kata Revan memeluk wanita yang sangat dicintainya dengan gila itu dari belakang dan meletakkan dagunya di ceruk leher Wina. Wina memejamkan kedua matanya dan memegang lengan kekar yang melingkar di perutnya itu. Revan menyesap leher jenjang itu dan Wina menahan dengan sekuat tenaganya agar tidak mendesah.

" Rev, please..."

" Tidak, sayang!" bantah Revan lalu meremas kedua dada Wina. Wina memegang kedua tangan Revan dan menahan desahannya. Ya, Tuhan! Aku tidak pernah bisa melawan setiap sentuhan yang dia lakukan pada diriku! batin Wina.

" Jangan ditahan! Aku tahu kamu juga menginginkannya!" bisik Revan dengan seksinya. Revan terus meremas dada Wina diikuti tangan Wina yang berada diatas diatasnya. Tubuh Wina meremang, bagaikan aliran listrik yang menyengat seluruh sendi tulangnya.

" Ahhhh!" akhirnya desahan itu lolos dari bibir Wina, terlebih saat sesuatu yang keras terasa di bagian belakang tubuhnya.

Jim yang mendengar desahan dari dalam kamar yang terbuka itu, perlahan menutupnya dan dia pergi meninggalkan mereka berdua.

Sementara itu di rumah Reva, Angel sedang duduk melamun di dekat kolam renang. Dia selalu menatap ponselnya dan berharap Revan akan menghubunginya. Reva yang melihat Angel menjadi iba lalu menghubungi mamanya.

" Halo, Ma!" sapa Reva.

" Ada apa, sayang?" jawab Tata.

" Apa papa ada bersama mama?" tanya Reva.

" Tidak! Papamu sedang ada urusan penting beberapa hari ini, jadi dia tidak disini!" jawab Tata.

" Reva kasihan dengan Angel, ma!" kata Reva.

" Kenapa?" tanya Tata heran.

" Varel tidak memberikan kabar apa-apa padanya sejak kemarin!" tutur Reva.

" Apa? Tapi dimana dia?" tanya Tata lagi.

" Jim bilang dia mendadak keluar kota!" jawab Reva.

" Apa dia sudah miskin sehingga tidak bisa membeli ponsel jika memang rusak atau hilang?" kata Tata marah.

" Biar mama yang menghubunginya! Apa kamu sudah mencoba menghubunginya?" tanya Tata pada Reva.

" Sudah, ma! Tapi mati!" jawab Reva.

" Benar-benar itu anak!" gerutu Tata.

Tata mencoba menghubungi Revan berkali-kali, tapi gagal, akhirnya dia menghubungi suaminya yang pasti tahu apa yang sedang dialami putranya itu. Tapi sama dengan Revan, ponsel Valen juga susah di hubungi.

" Benar-benar ini berdua! Bapak sama anak sama aja kelakuannya!" ucap Tata sebel lalu membanting ponselnya hingga hancur.

" Dasar pria-pria gak peka!" teriak Tata.

Revan mengakhiri pelepasannya yang kesekian kalinya di dalam rahim Wina, Wina hanya bisa merasakan kenikmatan yang terlupakan itu dengan hati yang berbunga. Tubuhnya sangat menikmati senyuhan demi sentuhan dari Revan dan juga reaksi demi reaksi yang dirasakan di oleh tubuhnya itu. Revan lalu mengecup kening Wina dan menjatuhkan tubuhnya ke samping tubuh Wina. Dia menelentangkan tubuhnya mengatur nafasnya yang menderu keras lalu menikmati sisa-sisa pelepasannya yang sangat nikmat itu.

" Rev!" panggil Wina lalu memeluk Revan dan meletakkan kepalanya di ketiak Revan.

" Hmmm?" sahut Revan dengan mata terpejam. Tangan Wina mengusap-usap dada basah Revan.

" Kenapa nggak pake pengaman?" tanya Wina.

" Kamu tahu aku membencinya!" kata Revan.

" Kalo aku hamil gimana?" tanya Wina.