webnovel

Tidur Sekamar?

Kira-kira pukul sembilan WITA, Mereka sudah sampai di bandara Ngurah Rai Bali.

Di dalam pesawat tadi, selepas makan snack yang dibagikan pramugari. Mayang tertidur. Membalas rasa kantuk yang masih mendera. Mayang tidak tahu apakah Daud tidur juga atau tidak mengingat kursi mereka berjauhan. Sebenernya, Daud sudah meminta untuk berdekatan dengan Mayang, tapi berhubung kursi penuh akhirnya mereka terpisah.

Turun dari pesawat, Mayang segar kembali. Bersama dengan Daud menginjakkan kaki di bumi dewa ini.

Mayang hanya mengekori kemanapun Daud pergi. Meskipun dia sudah pernah di Bali. Namun kali ini, dia hanya ingin bergantung dengan Daud, sebagai lelaki dewasa yang membawanya dan menjaganya. Naluri kewanitaan Mayang memang tidak bisa bohong. Membutuhkan lelaki. Dan memang Daud yang cocok untuk mengisi figure tersebut.

Bandara penuh sesak akan wisatawan. Tidak hanya dalam negeri, tapi luar negeri juga mendominasi. Mayang serasa memasuki khawasan baru. Seperti berada di luar negeri.

"Daud, sekarang kita mau kemana dulu?" Mayang bertanya. Seperti yang Mayang bilang tadi bahwa dia ingin bergantung dengan Daud. Bagai betina yang pasrah dibawa oleh Jantan.

"Kita akan menginap di sebuah homestay dulu, Bu. Kita pilih yang dekat dengan Kuta. Kita bisa jalan-jalan dulu seharian di sana, bagaimana?"

Mayang mengangguk pelan. Tak sia-sia dia bergantung dengan Daud. Terlihat pria itu sudah sangat siap dengan semuanya. Lebih tahu apa saja yang akan dilakukan kedepannya. Lelaki seperti ini memang sangat siap untuk menjalankan rumah tangga. Begitu Mayang membatin.

Depan bandara sangat padat akan wisatawan yang menunggu taksi. Jadi mau tidak mau mereka harus mengantri terlebih dahulu.

Sampai akhirnya mereka mendapatkan taksi. Mayang sudah bersiap dengan uang untuk membayarnya. Tapi, Daud menolak.

"Biar saya yang membayarnya, Bu."

"Kan tadi pas mau berangkat kamu yang menbayar taksi dan Damrinya, Masa sekarang kamu lagi yang bayar." Mayang protes. Tidak enak hati dengan Daud.

"Kan saya yang mengajak Bu Mayang liburan. Harusnya saya yang bertanggung jawab penuh atas ibu dari berangkat sampai pulang nanti. Bu Mayang tidak usah tidak enak hati begitu."

Mayang mengalah. Daripada ribut. Malu sama supir taksinya yang terlihat senyum-senyum. Dia pasti membatin kok ada ya pasangan yang ribut mau membayar ongkos taksi. Atau jangan-jangan si sopir berpikir. Berondong kok membayari Tante-nya?

Mereka berhenti di pinggir jalan setelah Daud selesai membayar ongkos taksinya. Tempat mereka berhenti rupanya adalah pinggiran jalanan Kuta. Dari kejauhan saja sudah terdengar merdunya suara ombak. Wisatawan banyak yang berlalu lalang. Cuek memakai pakaian seadanya. Bule cewek yang menggunakan bikini seksi sedangkan yang cowok menggunakan celana pendek, bahkan ada yang hanya pakai celana dalam saja.

"Kenapa Bu? Heran ya lihat Bule telanjang?" Daud menegur. Tertawa meledek. Sialan.

"Iya, masa aurat diumbar-umbar gitu." Mayang bersikap sok polos. Padahal aslinya biasa saja.

"Hehehe, ya beginilah Bali, Bu. bahkan ada tempat-tempat yang lebih bebas lagi."

"Oh iya?" Mayang pura-pura kaget. Dia bersikap seolah-olah tidak pernah ke Bali.

"Iya, Dong. Emangnya Bu Mayang tidak pernah ke Bali?"

Mayang menggeleng pelan. Dia memang berpura-pura supaya Daud mau membimbingnya selama di Bali. Kan asyik jadinya.

"Tenang saja, Bu. Saya sering kok ke Bali. Saya pastikan liburan Bu Mayang akan berkesan."

Tidak berapa lama berjalan, sampailah mereka di homestay dan losmen yang tampak berjejer.

Daud langsung mengarah ke salah satu homestay. Pria itu ternyata cukup pengalaman untuk memilih homestay terbaik di sana, Makanya tanpa basa-basi langsung check in.

Sementara Mayang hanya mengekorinya dari belakang. Sedari tadi dia jalan tanpa beban karena semua bebannya dibawa oleh Daud. Memang pria bertanggung jawab yang tidak ingin perempuannya susah.

"Homestay-nya bagus. Tempatnya rindang. Banyak pepohonan. Bebatuan bawahnya juga menarik. Tempatnya rapi bersih lagi." Mayang tidak henti-hentinya memberikan penilaian atas homestay itu.

"Siapa dulu dong yang memesan." Daud menepuk-nepuk dadanya yang gempal. Penuh rasa bangga.

Setelah Daud menandatangani buku nikah, eh, maksudnya buku tamu. Resepsionis memberikan kunci. Pembayarannya Daud lagi yang melakukan. Duh, gimana kalau uang Daud habis gara-gara membayari tantenya yang cantik jelita ini.

"Yuk, kita naik ke kamar." Daud mengajak.

Mayang tahu kalau alasan Daud mengajak Mayang menginap di homestay terlebih dahulu. Masa berlaku voucher hadiah hanya berlaku tiga hari. Jadi mungkin maksud Daud adalah dengan menginap di homestay, mereka bisa lebih lama di Bali. Sedangkan untuk konfirmasinya dengan pihak hotel, hanya Daud yang tahu. Jadi sekali lagi Mayang tekankan, hanya ingin ikut dengan Daud saja. Ikut gaya lelaki itu ketika berlibur di Bali.

"Ini kamar kita, Bu."

Terpampang sebuah kamar di mana terdapat dua single bed berjejer. Sampai di sini Mayang baru sadar akan sesuatu.

"Lho, kita tidur sekamar?"

Daud tidak segera menjawab. Dia meletakan barang-barang terlebih dahulu baru berbalik badan.

"Iya, kita tidur sekamar tapi beda ranjang, Bu. Liburan high season begini, semua homestay penuh. Jadi tidak memungkinkan untuk pesan dua kamar."

Mayang terdiam. Menyimpan kecurigaan. Dia memang ikut dengan gaya Daud, tapi kalau sudah sekamar begini. Mayang menjadi tidak tenang. Bagaimana kalau malam-malam Mayang diterkam coba?

Melihat ekspresi wajah Mayang, Daud hanya terkekeh, "Kenapa wajah Bu Mayang pias begitu? Takut saya apa-apain?"

"Siapa yang tidak takut dengan berandalan seperti kamu." Mayang langsung to the point.

Daud kembali terkekeh, "Bukankah selama di kos juga kita bersebelahan Bu? Apa pernah saya macam-macam dengan Bu Mayang?"

Mayang terdiam. Benar juga. Di lantai dua kos, hanya mereka saja. Sangat mungkin sebenernya Daud bisa melecehkan Mayang, tapi buktinya Mayang baik-baik saja. Bahkan seperti merasa dilindungi.

"Kalau Bu Mayang masih keberatan. Biar saya cari kamar di homestay lain, Bu. Soalnya homestay sini sudah penuh."

"Eh, enggak usah. Ya sudah saya mau tinggal sekamar sama kamu, tapi awas ya kalau berani macam-macam."

"Mana berani saya berbuat macam-macam, Bu." Daud menyakinkan. Mayang hanya menghela nafas saja. Berharap hal yang menakutkan dirinya tidak pernah terjadi.