webnovel

part 8

Kerajaan Ligeron dipimpin oleh seorang raja muda, yang masih berumur 23 tahun. Leon Elgares, raja muda ini baru saja mewarisi takhtanya 2 tahun lalu. Ayahnya, Lyndon Elgares wafat karena penyakit. Saat itu kerajaan Ligeron sudah sangat disegani semua negara tetangga yang berbatasan. Kemampuan militer ditambah guild petualang berkembang pesat karena kebijakannya. Namun tentu saja ada kebijakan-kebijakan yang kontroversial dianggap tidak sesuai tradisi. Salah satu kebijakan yang mendapat banyak penolakan adalah pelepasan sistem pewarisan penguasa kota dari beberapa bangsawan lama diganti oleh bangsawan yang lebih rendah namun punya kemampuan yang dinilai oleh Lyndon lebih pantas.

Saat naik takhta, Leon yang usianya sudah matang namun masih minim pengalaman. Ia banyak mendapat kritikan dari para bangsawan lama, namun semua dapat diatasi karena para abdi setia ayahnya yang menempati posisi penting. Mereka membantu menjaga kestabilan negara, kemampuan dan wibawa mereka sangat dihargai juga ditakuti. Karena kemampuan para abdinya itu, friksi yang dapat menggoncang kestabilan nasional dapat dicegah, tapi tentu saja mereka hanya mencegah menjadi besar. Dengan kata lain para pembenci memendam reaksi mereka bukan menghilangkan.

Salah satu Panglima utama adalah Gion Fernola, yang berasal dari Lonos . Gion adalah sahabat Lyndon pernah berpetualang bersama saat muda. Saat dimana Lyndon masih belum diangkat menjadi raja.

Lelaki yang sekarang usianya sudah hampir kepala 5 ini masih single dan karena itu, masih banyak yang berusaha menawari anaknya untuk dipinang saat bertemu dengannya

"Tuan Gion, apa tidak berpikir untuk menikah? Kebetulan ketiga anak perempuan saya juga masih lajang," tawar seorang pengusaha yang sedang mengurus ijin di gedung pemerintahan.

"Ah... Tidak...."

"Hmm aku tahu, kebetulan ketiga anakku juga ikut denganku. Mari kukenalkan," ajak pengusaha itu memaksa.

Gion terpaksa mengikutinya. Walaupun dia seorang Panglima, namun kepribadiannya sudah dikenal seluruh kalangan sebagai pribadi yang bersahaja, supel dan tidak mementingkan status pangkat. Makanya seorang pengusaha tanpa nama pun tidak segan-segan menariknya seperti ini.

3 anak perempuan sudah siap dengan dandangan mewah, menggunakan baju menawan. Sepertinya sudah sangat direncanakan untuk bertemu dengan Gion.

"Ini anak pertamaku, usianya baru 23 tahun, namanya Erica Flan."

"Salam kenal, tuan Gion yang terhormat. Saya sudah lama mendengar kemampuan tuan yang hebat, dan ini adalah hari keberuntungan saya," kata Erica Flan. Ia seorang wanita cantik dengan rambut pirang panjang dan proporsi tubuh yang ramping tapi sayangnya dadanya sangat standar besarnya. Matanya tajam menatap Gion, dengan senyuman manis namun Gion tidak bereaksi, hanya sekedar membalas salamnya.

"Hmm, mungkin tuan suka yang besar? Tenang anak kedua saya, walaupun usianya lebih muda tapi jauh lebih masak, jika kamu tahu apa yang kumaksud," kata pengusaha itu sambil menyikut Gion.

"Ah tidak..."

"Ini anak kedua saya, Pumpita Flan. Bagaimana? Mungkin dia cocok?usianya baru 21 tahun"

Pumpita Flan, seorang berambut panjang juga seperti kakaknya. Namun rambutnya berwarna gelap seperti pengusaha, ayahnya. Wajahnya juga cantik, namun hidungnya agak pesek. Walaupun begitu bagian lain tubuhnya jelas tidak pesek, malah sangat menonjol kedepan. Ia menggunakan pakaian lebih ketat dan cocok sekali memperlihatkan lekukan tubuhnya.

"Dia D loh, dan mungkin bisa bertambah besar lagi jika ya kamu tahulah apa yang kumaksud," gelitik pengusaha itu tertawa kecil. Dia ini ayah yang supel atau mungkin seorang mucikari? Sepertinya sangat profesional saat menawari anaknya. Begitu Gion berpikir dalam hatinya.

"Salam kenal tuan Gion," sapa Pumpita Flan singkat. Namun ia tidak semerta-merta seperti tanpa niat. Ia menunjukan pose tubuh seseksi mungkin sedikit menunduk sehingga buah dadanya tampak jadi lebih besar seperti akan melompat keluar dari pakaiannya yang ketat.

Gion walaupun mungkin usianya sudah seperti ayah mereka, dia juga seorang laki-laki. Matanya secara otomatis menikmati pemandangan itu. Tapi segera ia sadar dan tersenyum menolak.

"Ah iya, aku yang salah. Seorang Panglima besar pasti butuh istri yang pandai. Wanita pendamping yang bisa membantu merumuskan perencanaan matang, tidak hanya matang di atas kasur. Putri ketigaku memenuhi syarat itu, wajahnya intelek, lihat saja kacamatanya sudah menunjukan kepintarannya, Sharna Flan. Ia baru saja lulus dari akademi terbaik negara ini, dalam jurusan..." Belum selesai pengusaha itu menyelesaikan, sang anak yang dimaksud langsung memotong.

"Tenang ayahku, semua itu hal remeh buat Panglima Gion. Perkenalkan namaku Sharna Flan. Aku memang sedikit tertarik dengan kemiliteran dan sejarah. Tapi yang membuatku paling potensial adalah penelitian dalam bidang kemampuan setiap job class yang ada. Sistem unik yang kita tidak tahu kapan muncul dalam dunia ini, dan hanya sedikit catatan yang ada. Dan meneliti seseorang yang sudah mencapai level atas seperti tuan Gion adalah sebuah kebanggaan buatku yang rakyat jelata ini," kata Sharna melirik Gion seperti menemukan mangsa.

Gion sedikit bergidik,

"Sharna! Tidak sopan kamu. Tuan Gion ini calon suamimu, bukan objek penelitian," Bentak sang Ayah.

"Tidak tidak. Aku bukan calon suami juga," Bantah Gion cepat sebelum pembicaraan semakin melenceng.

"Ah... Apa yang kurang tuan?"

"Tidak, semua putri anda sangat menakjubkan, pasti banyak bangsawan lain yang lebih pantas," tolak Gion secara halus.

"Ah aku mengerti, Tuan pasti mengharapkan kesempurnaan, wajah cantik, tubuh molek, dan kepintaran. Baiklah, bagaimana kalau ketiganya saja langsung anda pinang. Saya yakin itu jalan terbaik, dan sangat wajar jika seorang Jendral besar punya 3 istri, mungkin lebih. Ya ya itu yang terbaik kan? Bagaimana putri-putriku?"

Ketiganya tidak ada yang membantah. Termasuk Gion, dia tampak berpikir. Wajah cantik Erica, tubuh seksi Pumpita kalau bisa digabung pasti sangat baik. Tapi untuk Sharna, rasanya terlalu riskan untuk dijadikan istri, pikir Gion.

"Pak Gion, anda lebih cocok mengangkat ketiganya sebagai anak daripada istri. Umur anda saja lebih tua daripada si ayah ini," Suara dari samping Gion langsung maju dengan tegap.

"Trisna?! Tidak tidak aku tidak memikirkannya sama sekali," bantah Gion.

"Kamu dengar itu tuan muci...maaf tuan pengusaha? Panglima Gion tidak tertarik mengangkat anak. Dia sendiri juga tidak bisa mengurus diri sendiri apalagi harus mengangkat 3 anak sekaligus," kata Trisna lagi dengan tubuh condong menatap si ayah.

Trisna Nyssa, adalah tangan kanan Gion Fernola. Ia seorang wanita cakap di usia 30.

"Ehem! saya masih 29."

Ya usianya baru 29 belum 30 cuma hampir 30. Jadi masih muda, wajahnya yang kurus dengan rambut coklat kemerahan yang disanggul sehingga bisa menggunakan topi pasukan militer. Ia seorang yang disiplin tinggi yang bisa dikata adalah pengasuh Gion Fernola yang agak serampangan.

"Sangat serampangan kamu tuan Gion. Jangan memberi harapan palsu seperti ini, liat wajah ketiga calon anak anda, penuh dengan kekecewaan,"kata Trisna dengan tegas.

" Tidak mereka bukan..."

Trisna langsung menghentak lantai dan menatap Gion dengan matanya yang tajam berwarna seperti mutiara hitam.

"Iya, maksudku tuan... Siapapun nama anda. Maaf saya tidak tertarik mengangkat ketiga putri anda sebagai anak," kata Gion.

"Tapi tapi..."

"Anda dengar itu? Jendral Gion telah berkata demikian jadi kalau tidak ada urusan lain, mohon segera tinggalkan tempat ini. Markos, antar mereka," suruh Trisna pada seorang laki-laki yang daritadi berdiri di sampingnya.

Dia adalah Markos Nyssa, sepupu Trisna. Ia juga adalah salah satu pembantu utama Gion. Nyssa bersaudara adalah tangan Gion, tanpa mereka Gion bakal kehilangan separuh kemampuannya, begitulah kata orang-orang, padahal mereka bukan saudara kandung tapi sepupu.

Markos segera melaksanakan permintaan dari kakak sepupunya, Trisna. Ia segera menunjukan jalan keluar untuk si ayah dan ketiga putrinya yang masih mau protes namun semua sia-sia.

"Kita akan ketemu lagi tuan Gion!" Teriak Sharna.

Gion jadi sedikit bergidik, insting liarnya mengatakan kalau gadis itu akan memberinya masalah kalau bertemu lagi.

"Kenapa Pak Gion? Kamu sepertinya menyesali sesuatu?"

"Tidak, tidak ada."

"Kamu yakin? Kamu seperti bapak tua yang baru saja kehilangan rambutnya, menjadi botak."

"Siapa yang botak? Rambutku masih ada dan masih utuh sama sekali tidak ada pembotakan."

Trisna tidak membalas hanya menatap lurus.

"Ya mungkin ada sedikit banyak rambut rontok tapi tidak botak. Rambutku masih banyak. Dan aku belum tua masih 40an tahun," kata Gion kukuh.

"Adalah hal bagus jika menyalurkan semua uneg-uneg. Biar tidak stress," kata Trisna dengan tenang yang tidak bisa dibalas oleh Gion.

Sementara itu Markos sudah kembali setelah mengantar keluar ayah dan ketiga anaknya.

"Lapor, tugas sudah diselesaikan dengan baik tanpa ada masalah."

"Baiklah laporan di terima. Jendral Gion ada hal penting yang harus dibicarakan," kata Trisna.

Gion yang tadi sedikit murung langsung berubah sikap menjadi tegap, dan gagah layaknya seorang Panglima besar.

"Ya, tapi tidak disini. Kita ke ruanganku," ajak Gion.

Ruang kerja Gion terletak di lantai 3 gedung. Ruangan ini rapi karena Trisna selalu merapikannya. Gion segera duduk di meja kerja dan mengeluarkan selembar peta besar yang menggambar peta wilayah kerajaan Ligeron. Ibukota kerajaan, kota tempatnya berada berada di posisi tengah. Di sebelah timur tergambar lambang-lambang kota atau desa kecil yang tidak diberi nama dan kemudian sebuah kota utama, Lonos, dan seterusnya lagi ada benteng pertahanan barat yang berbatasan dengan negara tetangga serta kota transit kecil. Bagian timur laut, utara bagian timur, peta sebagian besar digambarkan hutan besar yang dinamakan Hutan malam, wilayah besar yang tidak bisa dibilang masuk wilayah negara manapun, sebuah wilayah netral yang punya beberapa desa tersembunyi di dalamnya. Selain hutan besar, juga ada pegunungan yang membatasi hutan tersebut sengan perbatasan negara di utara, dan tentunya sebuah benteng pertahanan sebagai pertahanan pertama dari invasi utara diletakan di sela jalan gunung. Selatan dan tenggara adalah wilayah kepulauan, dan juga ada sedikit hutan kecil dan gunung yang diselingi beberapa kota dagang san perbatasan. Saat ini Ligeron masih dalam perjanjian damai serta perdagangan dengan negara kepulauan tersebut namun saat masih pemerintahan awal Lyndon sempat terjadi peperangan kecil mempertahankan wilayah. Karena itu di selatan ada sebuah kamp militer yang masuh berfungsi, saat ini hanya difungsikan sebagai akademi militer melaith prajurit baru, juga sebagai pameran kekuatan militer ke negara kepulauan, secara tidak langsung mengatakan kalau Ligeron siap kapan saja kalau akan terjadi perubahan situasi politik.

"Kalau kamu membuka semua petanya seperti itu, meja tidak akan cukup," kata Trisna.

Gion menyadari dan ia melipat bagian barat peta dan memfokuskan peta di wilayah ibukota ketimur.

"Walau belum terjadi perang secara resmi, kalian pasti sudah tahu kalau perbatasan utara sekarang dalam posisi siaga perang. Sudah terjadi beberapa kali pertempuran kecil skala peleton," kata Gion sambil menunjuk peta bagian utara.

"Tapi tidak perlu kita kuatirkan, benteng pertahanan utara sangat kuat, hanya orang bodoh yang akan menyerang secara frontal," balas Trisna.

"Benar sekali, dan Glestonia tidak memenuhi syarat bodoh itu. Raja mereka sudah lama berkuasa bahkan sejak Lyndon belum naik takhta. Usianya memang tua tapi dia masih enerjik. Kamu ingat saat kita diutus menghadiri perayaan ulang tahunnya ke 75 itu?"

"Tentu, makanannya enak. Daerah utara sangat subur, sayur mayurnya sangat enak, slurp," kata Markos ikut nimbrung.

"Ya itu juga dan gadis utara juga seksi-seksi..."

Trisna berdehem

"Ah bukan itu, tapi raja Gelstonia masih sehat, dan penasehat utamanya juga," kata Gion memperbaiki.

"Jadi pertanyaannya kenapa tiba-tiba sekarang utara mengadakan friksi kecil seperti itu?"

"Bukankah duta besarnya sudah meminta maaf secara langsung? tanya Markos.

" Katanya itu oknum bukan pelaku sudah mereka hukum. Tapi aku tidak percaya sepenuhnya. Terlalu mudah mereka meminta maaf, tidak seperti biasanya duta besar tua itu yang sombong itu bisa menunduk minta maaf," kata Trisna mengingat peristiwa beberapa waktu lalu.

Gion berdiri dan menghadap ke jendela, melihat istana kerajaan.

"Kurasa raja Leon tidak tertipu. Kini ia mulai menyiapkan tambahan personil untuk pertahanan di utara. Selain itu guild-guild petualang di ibukota juga ikut membantu. Beberapa petualang level tinggi sudah mengajukan diri untuk pergi ke utara sebagai bala bantuan," Kata Markos semangat.

"Justru itu yang kukuatirkan," keluh Gion, tampaknya terlalu lancar.

"Lancar kan hal baik, apalagi kalau lancar buang air besar setiap hari," kata Trisna kalem

"Trisna, kamu menyimpan dendam soal toilet rusak itu? "

"Apa? Tidak, Aku hanya mengatakan fakta,"jawab Trisna dengan kalem.

"Begini ya Trisna, kalau sudah usia 40an seperti aku ini, sudah biasa kalau sekali-sekali sembelit," bela Gion.

"Dan sekali mengeluarkan, toilet menjadi buntu karena begitu banyak kotoran yang harus dibersihkan, kuharap Pak Gion banyak makan sayur, tidak hanya makan daging. Ini ada pisang, bagus buat pencernaan," kata Trisna sambil mengeluarkan 1 tandan pisang dari penyimpanan dimensinya.

"Ah terima kasih, taruh saja disana. Hei kita ini sedang membahas situasi genting. Trisna kamu malah mempermasalahkan hal kecil," protes Gion.

"Ah maafkan aku, kurasa masalah kesehatan Pak Gion juga sangat penting. Kalau salah satu Panglima utama kerajaan sakit, pasti situasi ini akan dimanfaatkan musuh negara," kata Trisna beralasan.

Gion berpikir itu benar, sebagai salah satu pilar kerajaan saat ini, dia harus tetap fit agar bisa beraksi kapanpun juga.

"Ya sudahlah kembali ke masalah saat ini. Ah sampai mana tadi?"

"Sampai terlalu lancar," jawab Markos.

"Ya Glestonia sepertinya terlalu mudah untuk mengaku salah dan minta maaf, dan situasi ini juga dibaca oleh raja kita. Tapi hal ini justru menurutku adalah rencana Glestonia."

"Kenapa mereka malah membuat rencana agar kita memperkuat pertahanan di perbatasan? Bukankah lebih baik kalau kita lengah dan longgar?" tanya Markos tidak mengerti.

Gion melirik ke arah Trisna. Walaupun sifatnya Trisna keras terhadap Gion, tapi dia sepenuhnya percaya dengan kemampuannya.

"Perserikatan Dakar? Atau aliansi pulau?" tanya Trisna kritis.

"Tampaknya kamu bisa membaca pemikiranku, Tris. Kondisi barat masih ada perang sipil, tidak mungkin mereka punya tenaga mengurus invasi negara lain. Jadi pilihannya Aliansi Pulau atau Perserikatan Dakar. Seharusnya kamu sudah bisa menduga, melihat situasi saat ini..."

"Aliansi Pulau tidak punya alasan khusus melakukan konspirasi, karena perjanjian dagang saat ini menguntungkan kedua belah pihak, lagian jarak mereka menuju menuju Glestonia sangat jauh, harus melewati wilayah kita untuk jalur terdekat. Walaupun ada kemungkinan mereka memutar jalan, tetap saja aku tidak bisa menemukan motif yang ke arah Aliansi Pulau," jelas Gion.

"Jadi satu-satunya kemungkinan adalah Perserikatan Dakar. Seberapa akurat informasi ini?" tanya Trisna.

"Informasi?"

"Jangan-jangan ini..."

"Tentu saja, ini adalah insting alamiku. Naluri, hahaha, " jawab Gion tertawa bangga.

Trisna menunduk, dan menggelengkan kepalanya,

"Insting Gion Fernola sudah terbukti, Kak Tris," seru Markos dengan keyakinan penuh.

Gion adalah tipe orang yang mengandalkan insting alaminya dalam bertindak. Nalurinya sudah ditempa melalui berbagai jenis petualangan yang dia hadapi dulu sampai saat dia membantu raja Lyndon berkuasa. Dibanding kedua Panglima lain, apalagi penasehat utama kerajaan. Singkatnya Gion ini paling barbar alami. Namun disituasi kritis, instingnya sudah terbukti seperti saat ia kembali dari medan pertempuran untuk menolong Lyndon yang disergap para pembunuh gelap. Tidak ada yang tahu bagaimana ia bisa memikirkannya, bahkan ada yang berkata itu mungkin konspirasi Gion sendiri untuk mendapat pengakuan raja. Namun bagi orang yang mengenal Gion,

"Konspirasi? Gion? Hahaha."

"Hahaha, sebentar kamu serius? HAHAHA!"

"Pffht, sebentar aku perlu ke belakang untuk tertawa."

"Gion konspirasi? Hei apa ada dokter disini?"

Kira-kira seperti itu reaksi orang yang mengenalnya. Bukan berarti Gion tidak bisa membuat rencana, taktik yang baik. Namun hampir semua melibatkan,

"Maju, hajar, habisi!"

Ya untunglah kebiasaannya yang frontal itu semakin berkurang semenjak dia menjadi Panglima, dan Trisna mulai mendampinginya sebagai tangan kanan. Ia pun mulai menggunakan perencanaan yang lebih baik, tapi tentunya instingnya lebih berperan.

"Tapi kita tidak bisa beralasan dengan dugaan seperti itu," protes Trisna.

"Insting bukan dugaan. Insting itu seperti meramal eh bukan... Tapi mirip, ya itulah pokoknya insting ya insting," kata Gion beralasan, ia kemudian mengambil pisang dan memakannya.

"Ok, baiklah kita akan menghadap ke penasehat, dan berkata demikian. Tapi jangan suruh aku, kamu lakukan sendiri saja," kata Trisna.

"Pisang ini manis, eh apa aku harus pergi sendiri? Kamu tahu aku dan dia tidak cocok kalau soal ini," tolak Gion, kemudian mengambil pisang kedua, "Markos, kamu coba deh, pisang ini manis."

Markos mengambil pisang itu dan memakannya.

"Kalau sekedar menghentikan, kita bisa kirim surat ke perbatasan timur agar meningkatkan pengawasan," saran Trisna.

"Itu benar, mereka pasti menghentikan rencana kalau menyadari kita sudah waspada. Hmm pisang ini benar-benar enak," kata Markos.

"Ya kan, Tris kamu beli pisang apa ini? Kok rasanya beda dengan biasa?"

"Itu pisang dari Lonos, sedang populer di ibukota. Aku sendiri belum mencoba," kata Trisna kemudian ikut mengambil pisang, mengupasnya secara hati-hati dan memakannya.

"Aku tidak tahu kalau sekitaran Lonos ada kebun pisang, padahal itu kota asalku. Ahhh aku sudah terlalu lama tidak pulang kampung padahal sangat dekat... tunggu dulu ini dia,"seru Gion.

Markos kembali mengambil pisang kedua dan mengeceknya, ada label yang tertempel di salah satu pisang

'Pisang Raja, produksi asli Derham, perserikatan Kadar'

"Oh ternyata bukan dari Lonos, tapi Kadar. Mungkin ada perusahaan di Lonos yang mengimpornya, Pak" lapor Markos.

"Aku kira cuma buah-buahan dari aliansi pulau yang istimewa ternyata dari Kadar juga ada," kata Gion langsung mengambil 2 pisang.

"Memang lebih manis, lebih lembut, rasanya pas sekali di mulut," puji Trisna setelah mencoba, "pantas saja jadi populer sekarang." Tambahnya.

"Apa kalian mendengar kalau aku mendapatkan ide bagus?"

"Ya, aku dengan, nyam nyam," jawab Markos menikmati pisang ketiganya.

"Hei Markos jangan habisi, itu kan sebenarnya untukku," protes Gion.

"Iya, itu buat kelancaran Pak Gion, Markos itu jatah terakhirmu," tambah Trisna sambil mengupas pisang keduanya dan sekaligus ketiga dan saat ia mau ambil yang ke empat, Gion langsung menyambar sisanya dan melahap sekaligus bersana kulitnya.

"Sungguh barbar sekali," komentar Trisna sambil menikmati jatah yang berhasil dia dapatkan.

Setelah semua menghabisi jatah pisang masing-masing,

"Baiklah aku akan ijin beli pisang ke Lonos," kata Gion.

"Pak seenak apapun pisang itu, apa itu tidak berlebihan?" tanya Markos.

"Hei maksudku itu kamuflase, sekalian aku bilang saja ingin pulang kampung. Sudah lama aku tidak pulang. Ya sudah tidak ada siapa-siapa lagi disana. Sebentar masih ada seseorang..."

"Itu sebenarnya ide yang bagus, tapi bukankah lebih baik pesan saja ke penjual kalau anda ingin pisang ini lagi, Pak?" tanya Trisna sambil membersihkan mulutnya dan menyeduh teh.

"Ini bukan soal pisang saja. Kalian pikir aku ini siapa?"

"Gion si barbar?" tanya Trisna.

"Iya... Bukan itu, julukanku Gion the Fearless," elak Gion

"Ya itu sedikit mirip barbar, tidak pernah takut," balas Trisna.

"Mirip sih, tapi beda. Aku, Gion yang tidak pernah takut."

"Ya anggap saja begitu, jadi?" balas Trisna acuh.

"Jadi, sebenarnya Pak Gion mau beli kebun pisang?" tanya Markos.

"Ini bukan soal pisang!"

"Jadi soal apa?"

"Kalian lupa? Ini masalah kemungkinan invasi dari perserikatan Kadar. Hei Trisna, hentikan itu."

Trisna tersenyum kecil. Sementara itu Markos masih kebingungan tidak mengerti.

"Ok. Kalau kita kirim surat mungkin bisa menghentikan pergerakan Kadar, tapi mungkin juga mereka akan mempercepat. Kalian lupa perserikatan Kadar terkenal sebagai negara penghasil assassin dan mata-mata terbanyak di wilayah ini."

"Ya, ada mungkin 10 klan disana yang memfokuskan diri di job class itu. Dan kemungkinan ibukotapun sudah ada, ah tidak pasti ada mata-mata dari Kadar. Setiap gerakan kita bahkan, mungkin soal Gion suka pisang pasti tidak lama lagi sampai di telinga penguasa sana," jelas Trisna dengan tenang membagikan jatah teh yang baru ia seduh.

"Ya itu, pastinya saat aku pergi ke Lonos mereka pasti waspada."

"Jadi sebenarnya apa yang kamu inginkan? Kalau sekedar menghentikan gerakan invasi itu hal mudah, seperti mengirim surat atau hanya sekwdar mengumumkan kepergianmu saja sudah cukup, " tanya Trisna.

Gion menyeruput teh yang disajikan, aroma teh merah membuatnya nyaman. Trisna memang pandai dalam membuat teh, itu bagian profesi yang dia kuasai.

"Apa kamu begitu takut sampai Kadar menghentikan eksport pisang ini? Jadi tidak ingin menghentikan rencana mereka?"

"Hei kenapa malah disambung dengan pisang? Ya pisang ini memang enak, sangat sayang jika kita tidak bisa mendapatkannya lagi. Tapi bukan soal pisang!"

"Jadi?"

"Kalau sekedar menghentikan saat ini saja, mereka mungkin hanya menunda. Kita tidak bisa membagi perhatian ke Kadar juga Glestonia. Apalagi negara ini ... "

"Aku mengerti, friksi in..."

"Sstt, itu tidak boleh kita bicarakan. Yang pasti aku ingin memastikan kalau peserikatan Kadar berhenti total sementara waktu," kata Gion tegas.

"Tapi bagaimana caranya Pak?" tanya Markos masih tidak mengerti apa-apa.

"Markos, kamu seperti tidak mengenal Panglima Harimau Ligeron, Gion Fernola. Biarkan situasi berbicara, pergi dulu, mikir belakangan," jelas Trisna yang sudah akrab dengan kebiasaan atasannya ini.

Gion tertawa,

"Kamu memang tangan kananku."

"Atau mungkin dia hanya ingin kesana makan pisang," tambah Trisna.

"Kenapa aku harus ngidam sama benda yang baru saja aku makan hari ini," ngomel Gion, tapi setelah melihat ekspresi Trisna yang tersenyum, ia sadar kalau sedang dipermainkan lagi.

"Ah sudahlah, kita pergi segera. Trisna kamu ikut aku, dan Markos urusan disini aku serahkan padamu, lakukan seperti biasa," perintah Gion.

"Maksudnya biarkan saja berjalan apa adanya, kamu cukup diam dan menikmati pisang," kata Trisna menjelaskan.

Gion tidak meladeni Trisna, lebih baik didiamkan. Ia tahu kalau terus meladeninya mungkin tidak lama lagi seisi ibukota bergosip kalau dirinya ngidam pisang raja.

"Siap, laksanakan!" sahut Markos. Markos punya prestasi gemilang dalam kemiliteran, terkenal disiplin dan sangat setia pada Gion juga Trisna.

Gion sendiri merasa aman kalau menyerahkan pekerjaannya sementara waktu, selama dia pergi menyelesaikan masalah lain.

***

Keesokan harinya surat resmi permohoban cuti Gion sampai di tangan penasehat utama kerajaan.

'Aku ijin cuti pulang kampung, pisang raja dari Lonos sangat enak. Ini aku sertakan 1 buat kamu coba. Nanti aku beri oleh-oleh, ok! '

"Gion!!"

Sementara itu Gion dan Trisna sudah dalam perjalanan menuju Lonos. Mereka menggunakan kereta kuda biasa, tidak menggunakan atribut militer.

"Pak Gion, paling tidak kita perlu rencana kasar apa yang harus kita lakukan untuk menghindari pengawasan mata-mata dari perserikatan Kadar," saran Trisna.

"Oh aku sudah memikirkannya. Kita pergi dengan menyamar,"" balas Gion.

"Menyamar? Itu pasti bisa dengan mudah ketahuan!"

"Tidak kalau dia yang melakukannya. Kebetulan sekali dia berada di Lonos setelah pensiun."

"Maksudmu... "

"Kakak besar Chrysilla Pine, tidak ada yang lebih ahli daripada dia kalau urusan penyamaran. Dia membuka penginapan di Lonos, sebentar coba kuingat-ingat namanya... Ah ya namanya Bambu Hijau."

***