webnovel

part 7

Aku pernah membaca buku tentang strategi perang. Ya walaupun aku tinggal di panti, bukan berarti kami tidak mendapat pendidikan. Ah ini sudah kukatakan bukan, kami dapat pendidikan dasar, seperlunya. Jadi mengenai strategi perang yang paling kuingat adalah ketahui kemampuanmu, ketahui kemampuan musuhmu dan ketahui medan pertempuranmu, maka kamu akan bisa meraih kemenangan mutlak. Ya kira-kira seperti itulah yang kuingat.

"Kenapa kamu malah berfilosofi di saat seperti ini? Argh," keluh Riona.

Ia sibuk menahan serangan dari bos para Tauros.

"Ini sedang kupersiapkan," dalihku, ya apa sih yang bisa kulakukan, seranganku tidak berefek, skill perlindungan juga sudah kulakukan. Sisanya hanya kemampuan lari, dan menjadi tumbal.

Daya serangan Triple Horn Tauros lebih kuat dari Skeletal General, dan lebih liar. Sisi positifnya karena dia juga sama bodohnya dengan Tauros umumnya. Tidak ada koordinasi serangan, hanya bisa menghantam dengan membabi buta.

"Serius Aran, hentikan filosofi teoritismu itu, Haiah!"

Sial sepertinya monologku keluar tanpa sadar. Semoga ini tidak sering terjadi.

"Benar katamu, serangannya memang lebih tidak beraturan tapi kekuatannya menutupi kelemahan itu. Kalau kamu sekali saja kena..." kata Riona sambil memberi penghormatan seperti pada seorang almarhum.

"Aku belum mati, dan sekarang kemampuan bertahanku meningkat," protesku. Aku sudah menggunakan baju pertahanan baru, secara angka kemampuan bertahanku meningkat drastis, lebih dari 2 kalilipat dari sebelum ya. Saat ini aku bisa dengan santai menahan serangan Skeletal Guardian sekalipun, mungkin.

"Ok, kalau gitu, bantu aku menjadi sasarannya, agar aku bisa fokus menyerangnya," saran Riona.

"Eh, tapi..."

"Ayo lakukan, aku merasa dia semakin kuat setiap kali memukul," kata Riona lagi sembari menahan pukulan dengan Halberd.

Ia segera melakukan lompatan kecil ke samping, memberi ruang padaku, agar aku menjadi samsak hidup lagi.

Rage

Str meningkat seiring pertempuran berlangsung, semakin lama, maka semakin kuat maximum str +100.

Kondisi pembatalan : info tidak diketahui.

"Saat ini dia sudah mencapai Str+30. Aran jangan main-main!"

"Siapa yang main-main, aku perlu menyiapkan batin dahulu."

Riona tidak sabar langsung bergerak ke arahku dan menendangku masuk ke medan pertempuran.

"Ouch ouch, hei..."

Riona tidak menjawab hanya jarinya menunjuk ke arah depanku.

"Groarrr!!"

"Huahh..."

Tidak ada kesempatan kabur, Triple Horn Tauros sudak mengunciku sebagai target. Skill bertahan segera kupakai. Pukulannya terasa sangat berat padahal hanya pukulan biasa. Tanganku seperti mau putus saat menerimanya.

Riona yang mendapat celah, berputar ke arah belakang monster kemudian menggunakan tusukan andalannya. Sasarannya adalah leher bagian belakang.

"Soul Piercer!"

Suara benturan halberd dengan kulit keras Triple Horn Tauros mendenging di telingaku, disusul dengan raungan monster itu. Teriakan kesakitan, dan tubuhnya terhempas, menubrukku yang sama sekali tidak terlibat.

"Ughh, bau tubuhnya," gerutuku yang tertimpa.

Beda sekali dengan saat tertimpa oleh Riona, kali ini kulit keras otot seperti besi membuatku mengalami trauma.

"Hati-hati, aku kena kolateralnya nih," Protesku.

Triple Horn Tauros, bangkit tidak lagi memperdulikan diriku. Dia merasa aku sama sekali bukan ancaman.

"Ok, serangan tadi menihilkan buff str, skill rage."

Riona bersiap siaga menanti langkah selanjutnya dari Triple Horn, tapi monster itu tidak bergerak hanya dia menggeram dengan tarikan napas yang semakin besar.

Meditate

Vit+50, Hp recovery 20%

1 jam

"Kali ini kita tidak bisa menunggu buffnya habis. Harus diselesaikan," seru Riona langsung melangkah maju.

Aku segera menyingkir, mencari posisi aman.

Tusukan demi tusukan Riona lancarkan, namun Triple Horn Tauros hanya diam menerimanya. Riona tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, apa yang dipikirkan monster ini. Dengan ayunan halberd ke 3 titik vital membuat monster ini melangkah mundur tapi masih tetap tidak bereaksi.

Riona memuter tubuhnya, menyiapakan serangan selanjutnya. Skill yang mampu membersihkan jalanan sekaligus melenyapakannya.

"Tornado!"

Putaran dahsyat itu mencabik tubuh Triple Horn Tauros, tapi tidak terdengar raungan kesakitan.

Riona tidak berhenti disitu, dengan tarikan napas ia kembali melancarkan tusukan beruntun.

Triple Horn Tauros menerima semuanya dengan sukarela. Ada sesuatu yang tidak beres, mungkinkah dia sedang menyiapkan sesuatu atau cuma sedang error.

Aku mencoba melihat status Triple Horn Tauros lebih seksama. Atribut yang tadinya sudah kembali 100, strnya kembali mengalami peningkatan secara signifikan.

Avenger

Str+ selama menerima serangan.

Tidak ada batasan selama tidak tewas.

Kondisi pembatalan info tidak diketahui.

"Hentikan Riona, dia memanfaatkan seranganmu untuk menumpuk STR, saat ini sudah lebih dari 200!" teriakku panik.

Itu bisa dianggap kemampuan daya rusaknya sudah meningkat 2 kalilipat. Riona bergerak mundur, memasang kuda-kuda bertahan. Matanya lurus menatap ke arah Triple Horn Tauros yang masih belum bergerak. Aku yang menyaksikan hal ini juga menahan napas menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sedetik kemudian, Triple Horn Tauros bergerak lebih dahulu, ia berteriak kencang bahkan teriakanya itu membuatku terdorong ke belakang. Tubuhku bergetar, kakiku tidak bisa digerakan. Semua indraku terasa kebas. Teriakan itu merupakan skill yang memberi efek kebas, lumpuh sesaat. Efek paralyzed.

Riona juga mengalami efek yang sama, tapi ia dengan semangat membara berteriak membebaskan diri. Saat yang sangat krusial karena jika tidak ia terseruduk 3 tanduk yang sudah datang memburunya.

Riona menggunakan halberd miliknya untuk membuat lompatan lebih tinggi sampai membentur dinding atas. Ia menggunakan kedua kakinya sebagai tumpuan memberi dorongan lebih kuat ditambah efek gravitasi membuat ia meluncur semakin cepat ke arah Triple Horn Tauros yang masih membersihkan dirinya sehabis menghancurkan dinding batu.

"Jangan!" sergahku menahan Riona tidak menyerang. Kita belum tahu sampai kapan efek skill Avenger, serangan yang terburu-buru mungkin malah menambah kemampuannya.

Teriakanku terlambat karena kecepatan, dan naluri tempur seorang Valtar membuat tubuhnya bergerak lebih duluan. Tusukan keras itu melukai, tapi juga memberi penambahan str bagi Triple Horn Tauros.

"Sial!"

Menyadari kalau serangannya berakibat fatal, Riona segera menarik dirinya, namun sedikit terlambat karena ayunan tangan berukuran besar itu mengenai dirinya sehingga terhempas jauh ke belakang, ke arahku.

Tubuhku tidak mampu menahan laju benturan sehingga kembali aku mendapat sedikit kebahagiaan dan kemalangan. Punggungku kembali membentur dinding, tapi untunglah kali ini aku menggunakan baju pertahanan baru, jadi efek benturan lebih banyak teredam.

"Jangan cabul! "

"Apa? Ini kan bukan kemauanku," kataku membela diri.

Triple Horn Tauros tidak memberi waktu pada kami untuk menikmati komedi percintaan. Ia menyerang kembali dengan 3 tanduk besarnya. Riona menendangku ke arah kanan, sementara ia sendiri menghindar ke arah sebaliknya.

Blarr!!

Kembali dinding batu hancur berantakan.

"Kalau setiap kali labirin dihancurkan seperti ini, biaya perawatannya pasti sangat mahal."

"Sampai berapa lama aku harus menahan diri? Mungkin aku harus adu keberuntungan. Menghajarnya, siapa tahu dia musnah duluan sebelum sempat memanfaatkan buff miliknya," seru Riona mengambil posisi.

"Oh bijaksana sekali, bagaimana kalau kamu yang habis? Bagaimana aku bisa selamat? Nyawa ini bergantung padamu. Jangan sembarangan," protesku.

"Sekarang aku menyesal harus membentuk grup denganmu," balas Riona, "tapi ras Valtar tidak akan diam saja dihajar seperti ini."

Riona segera berlari kencang menuju Triple Horn Tauros yang sibuk menyiapkan diri untuk serudukan selanjutnya. Titik yang diincar Riona adalah leher bagian depan. Bagian belakang mungkin lebih mudah tapi lapisan kulit tebal melindungi. Sedang bagian depan lapisannya terlihat lebih tipis, lebih mudah untuk menghancurkannya.

Monster itu menyambut Riona dengan pukulan beruntun, namun bisa dihindari dengan luwes. Riona merendahkan posisi tubuhnya dan melakukan sliding tepat di sela kaki Triple Horn Tauros. Memutar lengan menyiapkan serangan pemecah jiwa. Tusukan berputar, menimbulkan hamburan debu di lantai langsung bergerak secara kilat ke arah leher Triple Horn Tauros.

Riona berharap monster ini menerima tanpa bertahan, demi buffnya. Tapi ternyata monster ini tidak sebodoh itu. Ia tahu serangan mana yang bisa berakibat fatal, mana yang bisa ia tahan dengan leluasa. Tusukan Riona gagal menemui sasaran hanya mampu merusak sedikit lapisan kulit Triple Horn Tauros.

Darah monster menyembur keluar, dan itu membuat Tauros menggeram, melancarkan serangan balasan langsung menginjak kepala Riona.

Berada di posisi yang tidak menguntungkan, Riona hanya mampu bertahan dengan kedua lengannya. Injakan itu, disusul sebuah tendangan membuat tubuh Riona terhempas bola yang di tendang.

Darah segar keluar dari mulut Riona. Ia mendarat di posisi yang salah. Sialnya aku tidak bisa bergerak dengan cepat menangkapnya. Aku mengutuki diriku yang lemah ini. Peningkatan daya rusak fisik membuat tendangan biasa saja sangat fatal akibatnya.

Riona mengangkat wajahnya, berusaha beridiri. Triple Horn Tauros berjalan perlahan seperti merasakan kemenangan sudah di tangannya. Riona segera menggunakan pot HP miliknya yang tersisa, memulihkan sebagian lukanya namun tetap saja kondisinya tidak terlalu baik.

Kini Triple Horn Tauros sudah berada di hadapanya berteriak keras sebagai tanda kematian membuat efek kebas di seluruh tubuh Riona.

Situasi hidup dan mati. Riona memberontak ingin melakukan sesuatu tapi tubuhnya masih dalam kondisi terikat kemampuan paralyzed. Triple Horn Tauros sudah berdiri di hadapannya mengangkat kedua lengan yang penuh otot siap untuk memberikan serangan penghabisan.

Aku sendiri tidak tahu, kenapa aku bisa melakukan hal bodoh yang mungkin tidak berguna ini. Tubuhku bergerak lebih dulu dari pikiranku, berjalan melangkah berusaha menolong. Naluri dasar manusia terkadang merepotkan dan membuat sesal di kemudian hari, kalau hari ini akan datang. Tidak menggunakan serangan jarak jauh, tapi aku mendekat menggunakan serangan jarak dekat, 'knock'.

Trang!

Pedangku terbelah menjadi 2.

"Mungkin berefek?"

Sukses mengalihkan perhatian Triple Horn Tauros dari Riona, ia membalik tubuhnya melihat diriku ya g masih diam terperangah melihat pedang yang putus.

"Damai?"

Tentu saja monster tidak mengerti bahasa manusia. Tidak ada kedamaian yang bisa kuperoleh. Triple Horn Tauros langsung menghajarku dengan pukulan yang seharusnya diarahkan pada Riona.

"Semoga tidak mati," gumamku pasrah.

Darah segar muncrat dari mulutku, tubuhku terbang seperti batu kecil. Menghantam atap ruangan, terpantuldan kembali mendarat dengan keras di lantai batu, kemudian terseret sampai akhirnya berhenti tertahan dinding.

"Hah, pukulan Elise... Lebih... Kuat," kataku lirih, sedikit sombong.

Aku masih hidup. Terima kasih akan skill defend dan baju pertahanan baru, tapi kondisiku sekarat. Tubuh terasa lemas, sedikit colekan saja aku bisa langsung berangkat ke alam baka.

"Aran!"

Riona berteriak, ia tampak terkejut mungkin panik. Tidak kusangka dia cukup perhatian padaku setelah beberapa kali memintaku menjadi samsak hidup. Ia berteriak keras, dan akhirnya berhasil membebaskan diri dari cengkraman skill paralyzed.

"Red Will!"

Tubuh Riona melayang. Angin kecil berputar mengelilingi dirinya seperti pusaran tornado dan aura merah terang menyala bagai kobaran api menyelimutinya. Perlahan tubuhnya menjadi kekar tapi sangat disayangkan dadanya kembali mengecil dan mengecil.

"Oh kenapa harus mengecil."

Mana tersisa langsung disedot habis sebagai syarat mengaktifkan skill ini. Sebagai gantinya tubuh Riona mengalami peningkatan atribut secara drastis bahkan diriku tidak bisa melihatnya, mungkin salah satu efek dari skill yang menyamarkan nilainya.

Halberd di tangan kanan langsung dilempar ke arah Triple Horn Tauros yang sedikit terdiam melihat perubahan Riona. Tombak itu meluncur dengan cepat berhasil membuat monster ini berteriak. Serangan tidak berhenti disana gerakan Riona menjadi jauh lebih cepat ia sudah melompat menyusul Halberdnya, kembali melakukan tebasan ke arah kepala Triple Horn Tauros.

Monster ini sungguh menjadi gila akibat serangan beruntun Riona, ia kini sudah tidak memperdulikan pertahanan diri. Membalas serangan demi serangan yang semakin cepat.

Keduanya saling berbalas serangan. Wajah Riona berubah dari kerut amarah menjadi lebih ringan, wajah yang tampak puas menikmati pertarungan hidup dan mati, sebuah kenikmatan yang membuatnya tertawa saat beradu. Suara keduanya bergetar menghiasi ruanhan ini, tinggal diriku yang tersiksa akan polusi suara di ruangan sempit.

Keduanya bukanya tidak mengalami cedera, namun setiap kali terhempas, segera kembali bangkit dan membalas. Sepertinya saraf tubuh mereka sudah tertutupi oleh ekstasi rasa pertarungan. Sebuah kenikmatan yang sama sekali aku tidak inginkan.

Aku sudah bisa melihat keduanya diambang batas. Masing-masing tubuh mereka sudah penuh luka. Triple Horn Tauros meraung keras bersiap mengakhiri pertarungan. Riona juga demikian. Api tempurnya menyala lebih besar seperti api lilin yang membesar saat akhir.

Keduanya sama-sama berteriak. Riona menjulurkan tangannya ke belakang , bersiap menggunakan skill soul piercer. Sebentar bukannya mananya sudah habis? Atau ini salah satu kondisi skillnya yang membuatnya mampu menggunakan? Kurasa demikian. Sedang Triple Horn Tauros menghentak kakinya tanda bersiap dengan serudukan 3 tanduk.

Triple Horn Tauros bergerak terlebih dahulu ia menerjang maju, dan Riona bergerak menyusul. Halberd mililnya berputar kencang, dibungkus dengan api merah. Ujung mata tombak Halberdnya menusuk tepat di tanduk tengah Triple Horn Tauros.

Ledakan keras timbil akibat benturan kedua benda perusak itu. Tanduk tengah Triple Horn Tauros hancur dan tombak masuk menusuk kepalanya. Monster itu terlempar kebelakang.

Kondisi Riona tidak lebih baik, karena benturan itu, lengannya yang menerima serangan tanduk menjalar ke tubuhnya. Ia memang tidak menerima serangan itu secara langsung namun saat benturan terjadi, daya rusak serudukan itu juga menjalar mengenai dirinya. Dirinya juga terlempar ke sisi berlawanan dan halberd miliknya jatuh di tengah.

Aku yang menyaksikannya hanya bisa menelan ludah. Walaupun lukaku masih berat tapi aku jauh dari kata sekarat. Aku berlari kecil menuju Riona, menanyakan keadaannya.

"Kita menang," kataku.

Riona menggeliat, tubuhnya kesakitan, dan dalam kondisi tidak seksi. Maksudku dadanya sudah kembali ke ukuran semula karena tidak menggunakan skill growth.

Ia melihatku dengan terengah-engah. Berusaha membisikan sesuatu. Kudekatkan telingaku berushaa mendengarnya.

"D.i.a... be... lu.. m... ma..ti," lirihnya sambil menunjuk ke arah Triple Horn Tauros.

Triple Horn Tauros masih tergeletak di sisi lain. Tidak hilang, atau musnah seperti monster kalau mati. Jadi benar dia masih hidup.

"Ya ayo Riona kamu habisin dia sekarang, mumpung dia tidak bisa apa-apa," seruku.

Riona tidak menjawab, matanya tertutup.

"Riona?"

Tidak ada respon

"Hei Riona!"

Tidak ada respon.

Aku menggoncang tubuhnya, terasa ringan. Kupanggil namanya berkali-kali, tapi sama sekali tidak ada respon.

"Rionaaaa!"

"Hentikan itu!"

"Eh..."

"Sisanya tugasmu," balas Riona kembali menutup matanya.

Kembali aku menggoncang tubuhnya sambil terus menanggilnya.

"Aku mau pingsan, jangan ganggu!" balasnya, kemudian tubuhnya kembali lemas dan menutup mata.

Jadi dia hanya pingsan? Kuletakan jariku di hidungnya, masih ada nafasnya. Kucoba mendengar detak jantungnya dari dadanya yang rata, ya masih terdengar dan empuk.

Aku berdiri melihat sekelilingku, pertanyaannya apa yang harus kulakukan? Menghabisi bos labirin adalah prioritas tapi bagaimana caranya? Pedangku sudah patah, manaku juga sudah habis untuk menembakan fireball. Walaupun cukup, sepertinya tidak ada efek berarti.

Aki melihat Riona yang terlelap, pingsan. Tubuhnya walaupun tanpa skill Growth tetap mempesona terlihat ramping. Aku mendekatkan diri.

"Sebentar apa tadi benar ada suara jantung berdetak ya?" Aku agak ragu, sepertinya tadi mungkin aku terburu-buru memastikan.

Kulihat Riona yang hanya diam.

"Hmm..."

Sedikit ada konflik dalam diriku. Sepertinya aku tidak yakin itu adalah suara jantung, mungkin aku harus memastikan lagi dengan lebih seksama. Kudekatkan diriku, ke bagian jantungnya, dadanya.

"Ini hanya untuk memastikan..."

Jantungku terasa berdetak lebih keras. Napasku ikut memburu, semakin dekat, semakin terasa keras. Inijantungku kan, mungkin tadi juga suara jantungku. Aku harus memastikan. Kututup mataku sambil mendekatkan kepalaku.

Plak!

"Siapa yang memukulku! Riona?"

Riona tidak merespon, dia masih diam. Mungkin hanya perasaanku, tapi terasa sakit. Kembali aku mendekatkan diri.

Plak!

"Siapa itu!"

Aneh, tidak ada siapa-siapa. Apa mungkin ada hantu? Brr aku jadi merinding. Tubuh Riona masih tergeletak disana diam, tak bergerak.

"Baiklah, kali ini tidak menutup mata," gumamku.

Mendekat dan mendekat. Saat semakin dekat, sesaat kulihat tangan Riona bergerak dan...

Plak!

"Aduh! "

Tubuh Riona punya mekanisme pertahanan. Apa ini secara otomatis untuk melindungi orang berniat buruk? Padahal aku sama sekali tidak berniat burum. Aku hanya ingin memastikan dan sudah pasti dia tidak mati.

Sekarang, bagaimana aku harus membunuh monster jelek ini. Monster yang sudah menyusahkanku. Padahal dia tidak bergeram tapi belum mati. Aku coba mengecek status Triple Horn Tauros ini. Hp nya cuma berkedip merah tapi tidak bisa tahu sisa berapa. Status pasif yang sedang tertera pada dirinya hanya 'coma'. Kubaca penjelasan yang bisa kudapatkan.

Coma

Kondisi setengah mati, setengah hidup. Jika beruntung, musuh lengah membiarkanmu tetap hidup.

Mungkin serangan yang menghancurkan tanduknya itu membuatnya begini. Serangan itu tidak membunuhnya. Ah sial tanduk itu hancur, jadi tidak mungkin lagi mendapatkannya jika monster ini musnah. Padahal tanduk itu bernilai mahal.

"Sial!" makiku.

Aku coba menepuknya, mengecek kalau dia sudah tidak bisa membalas. Tidak ada respon. Aman, sedikit tendangan... Aman. Mungkin dia benaran diambang hidup dan mati, dan hanya belas kasihanku yang bisa menolongnya.

"Hai monster, hidup matimu sekarang tergantung aku," kataku berlagak.

Tidak ada momen aku bisa sombong seperti ini, aku harus menikmatinya. Ok cukup dengan hal itu. Ini bukan mainan, aku harus segera membunuhnya dan menyelsaikan labirin sihir ini.

Pedang patah yang kugunakan tidak memberi efek sama sekali, bisa menggores tapi rasanya tidak ada daya rusam yang diberikan. Aku mencoba memukulnya dengan sekuat tenagaku.

"Adouw," teriakku kesakitan. Tubuhnya sekeras batu, monster merepotkan.

Pot Hp terakhir sudah kugunakan sendiri, seharusnya aku tadi menyisakan buat Riona. Dia pasti bisa dengan mudah membunuh. Aku coba melempar pecahan batu yang terlihat tajam. Tidak berhasil, kucoba dengan batu lebih besar, juga tidak berhasil.

Masih ada batu yang lebih besar lagi, tapi untuk batu ini, aku tidak berhasil mengangkatnya.

Nafasku terengah-engah. Siapa sangka untuk membunuh monster yang sudah dalam keadaan 'coma' saja aku tidak mampu. Seberapa tidak gunanya diriku ini. Aku diam sesaat berpikir, apa yang harus kulakukan.

Mataku mencoba mencari sesuatu yang belum kugunakan. Tidak mungkin menggunakan Riona, memangnya memukul dengan melemparkan manusia akan memberikan daya rusak yang bisa membunuh? Aku malah senang menangkap Riona kalau dilempar. Kalau saja aku ini sekuat Riona, dengan satu tusukan Halberdnya saja mungkin semua ini sudah selesai. Ah iya, halberd miliknya. Senjata itu jatuh di tengah bentrokan. Dengan Halberd ini pasti aku bisa membunuh Triple Horn Tauros.

"Heighh! Hos hos.. "

Berat sekali. Aku mencoba lagi, dari tengah gagal. Mencoba angkat ujungnya, gagal juga. Setelah berkali-kali mencoba, aku sama sekali tidak bisa mengangkatnya. Jangankan mengangkat mendorong, memutarnya agar bergerak saja aku tidak mampu.

Aku menghela napas sangat panjang. Strku sangat kecil. Saat kuperiksa, Halberd ini perlu Str 20 untuk bisa menggunakannya dengan leluasa. Dan strku saat ini hanya 4. Syarat minimal agar bisa menggunakan senjata atau perlengkapan adalah 1/3 dari atribut yang diminta, tapi akibatnya akan ada penalti saat menggunakannya. Jadi kebanyakan orang tidak akan menggunakan senjata atau perlengkapan jika tidak memenuhi syarat kecuali saat darurat atau terpaksa.

Ini artinya aku perlu punya str 7 agar bisa minimal mengangkat dan menganyunkan Halberd ini. Pantas saja saat ini mendorongnya saja tidak bisa.

Ya aku bisa saja menggunakan skill poinku untuk mengambil str+ sebanyak 3 kali hanya butuh 9 poin tapi bisa kubayangkan saat kembali ke guild mungkin aku tidak akan selamat. Opsi ini kusingkirkan.

Mungkin tadi aku kurang serius memukul. Kembali aku mencoba memikul yang berakibat kepalan tanganlu terluka. Batu-batu yapng sia-sia kembali kulempar dan kucoba seperti sebuah jarum tajam tapi semua masih gagal.

Aku duduk di sebelah Riona yang terlelap. Dilihat dari wajahnya dia nampak tidak ada beban, kok bisa dia pingsan menyerahkan semua ini padaku. Seharusnya dia tahu sendiri kemampuanku. Mungkin aku juga perlu ikutan istirahat dulu, dengan mana tambahan aku bisa menggunakan fireball ataupun knock. Mungkin saat itu akan berhasil.

Waktu berlalu, aku mencoba tidur, tapi tidak berhasil. Lantai ini keras dan dingin. Ditambah lagi sebelahku ini ada wanita terlelap dan cantik. Bagaimana mungkin aku bisa tidur. Aku memejamkan mataku. Berusaha mengihkan pikiranku.

Pikirkan hal lain.

pikirkan hal lain.

Pikirkan hal lain.

Tentu saja tidak efektif, ntah berapa lama sudah waktu berjalan. Aku mencoba mengecek status Triple Horn Tauros. Tidak ada perubahan HPnya masih kedip merah. Tapi sebentar ada status baru muncul.

Auto Regen

Kondisi memulihkan diri jika tidak ada serangan masuk.

Ah, aku lupa. Monster dalam labirin sihir punya kemampuan spesial untuk meregenarasi diri jika ia tidak mati. Hal ini dikarenakan kemampuan labirin itu sendiri. Jadi monster tidak bisa dibiarkan setengah hidup kemudian dimasukin oleh kelompok lain agar menyelesaikan sisa monster yang sudah hampir mati.

Oh tidak tidak. Aku harus cepat apa yang bisa kulakukan. Manaku sudsh ada, segera kulempar sebuah fireball, ledakan kecil terjadi tapi tidak tampak perubahan. Ini percuma kemampuan fireballku terlalu lemah. Mungkin malah tidak bisa menembus kulit tebalnya. Perlu yang tajam, pilihanku hanya Halberd Riona. Daya rusak Halberd itu sendiri jauh lebih tinggi dari kemampuanku. Jika aku bisa menggunakannya pasti akan sukses. Tapi ini resiko besar menggunakan skill poin. Aku berusaha membangunkan Riona, mengguncang tubuhnya.

Plak!

Yang ada aku kembali ditampar.

Apa yang harus kulakukan, yang terpikir hanya Halberd Riona.

"Arghh."

Tidak ada waktu berpikir lama. Aku segera menghabiskan skill poinku untuk menaikan Str. Dan segera kuambil Halberd itu, terasa masih berat tapi kali ini aku bisa mengangkatnya. Benar-benar hanya memenuhi syarat minimal

Kesempatanku hanya sekali, jika gagal terkena kondisi penalti maka tidak ada kesempatan kedua. Triple Horn Tauros bakal lebih susah dibunuh.

Tusukan lurus langsung ke arah kepala Triple Horn Tauros. Itu yang akan kulakukan, darupada menganyunkan seperti menebas yang munkin kurang akurat, jadi menusuk lebih meyakinkan. Mata pisau Halbert menusuk masuk seperti memotong daging. Aku berhasil, akulah yang membunuh Triple Horn Tauros bos rahasia labirin sihir Lonos. Triple Horn Tauros lenyap dan saat yang sama diriku juga Riona naik level, tidak 1 melainkan langsung naik 2 level. Rasa bahagia ini menutupi kondisi penalti yang sedang kurasakan

Aran Level 7

HP : 450 (+40) MP: 150(+40)

Str : 7

Agi : 9 (+2)

Int : 24(+5)

Wis : 37(+5)

Vit : 9(+2)

Res : 19(+3)

Luck : 5

Skill poin : 6(+6)

Riona level 7

HP : 680 (+80) MP: 80(+10)

Str : 61(+8)

Agi : 30(+5)

Int : 9

Wis : 10(+1)

Vit : 18(+5)

Res : 5(+1)

Luck : 5

Skill poin : 6(+6)

Kami berhasil naik 2 level, jadi ini cukup sesuai dengan apa yang kami lakukan. Tubuh kami yang sekarat pulih bersamaan dengan ini, tapi Riona tetap terlelap, santai sekali dia. Triple Horn Tauros musnah dan menyisakan material sebuah tanduk bernama Elder Tauros Horn, dan 2 onggok daging Premium Tauros Meat.

Ini panen besar. Sebentar kenapa bisa ada tanduk yg masih utuh? Bukankah tanduknya sudah hancur? Apa ini tanduk yang samping kiri atau kanan? Misteri barang hasil membunuh monster. Sudah beberapa waktu aku merasa heran, kenapa skeletal bisa menjatuhkan pot HP. Dia tidak kelihatan membawa pot sama sekali, sebuah misteri dunia. Tapi ya tidak perlu dipikirkan terlalu panjang, yang penting aku mendapat 'hadiah'. Di tengah ruangan bercahaya muncul peti harta, dan sebuah lingkaran transportasi muncul di ujung ruangan tempat dimana Skeletal General pertama berdiri.

Untuk sementara aku menyimpan semua barang yang jatuh dalam penyimpanan dimensiku yang sedang kosong saat ini. Tentu saja aku akan membaginya dengan Riona, tapi saat ini agar tidak lupa lebih baik aku menyimpannya. Dan mataku tertuju pada peti harta. Tidak perlu menunggu waktu lama aku segera membukanya. Bayanganku saat peti harta dibuka pasti ada kemilau terang emas karena isinya yang berharga ya itu emas. Tapi ini tidak terjadi saat ini, peti ini terbuka biasa saja hanya menimbulkan derit seperti peti usang, warnanya pun kelam.

Dalamnya ada 3 jenis benda, pertama tentunya koin sejumlah 2500. Kenapa bisa ada uang yang berlaku di labirin berumur jauh lebih tua dari koin ini? Ah sudahlah tidak perlu dipikirkan. Kemudian sebuah pedang dengan gagang tengkorak, saat kucoba selidki pedang ini mempunyai nama Skeletal Sword, dan syarat penggunaannya aku penuhi dan daya rusaknya juga tinggi walaupun tidak setinggi halberd milik Riona. Kalau saja petinya muncul duluan, aku tidak perlu menaikan str seperti ini. Benda terakhir adalah sebuah pot dengan isi berwarna ungu sebanyak 3 botol. Pot AllHeal, mampu memulihkan Hp dan Mp sekaligus. Dan pot ini mempunyai kualitas bawah. Ya namanya juga labirin pemula, tidak perlu banyak berharap hal yang mewah. Untungnya kantong penyimpanan dimensiku cukup untuk 'hadiah' ini.

Sekarang aku harus menarik Riona agar bisa masuk ke teleportasi bersamaan. Mauku sih menggendongnya ala tuan putri tapi ternyata berat juga. Tubuhnya terlihat kurus, baju pertahanannya juga tidak seperti pakaian perang tapi kenapa berat sekali? Lebih berat dari mengangkat Halberd. Ah... Aku yang terlalu lemah. Akhirnya dengan menggenggam kedua tangannya aku berusaha menarik, asal tahu saja ini bukan pengalaman pertamaku menggenggam tangan wanita. Terasa hangat dan lembut padahal dia tipe kasar.

Cahaya teleportasi semakin terang setelah aku mengaktifkan. Untung saja tidak perlu pengetahuan khusus, karena secara otomatis muncul pilihannya.

Kami berdua muncul di depan labirin, dan penjaga tadi langsung menghampiri kami,

"Selamat, anda berhasil. Kenapa dengan dia?" tanyanya memperhatikan.

"Kehabisan tenaga," jawabku singkat.

"Ah ya, kalau belum terbiasa, banyak petualang terlalu memforsis tenaganya saat tidak penting. Ini pelajaran buat kalian. Sebentar... Rasanya ada yang berbeda dengannya... Apa ya?" Penjaga itu menggaruk-garuk dagunya.

"Ah tidak ada yang berbeda. Kamu lupa mungkin, kita kan hanya sebentar tadi, paling kamu lupa saja... Tidak ada yang berbeda," bantahku dengan sengit. Riona saat ini dalam kondisi pingsan, tidak sadar, otomatis tubuhnya jelas kembali ke bentuk aslinya yang mana dadanya tidak besar.

"Apa benar?"

"Tentu saja. Daripada itu, apakah ada ruang untuk beristirahat sejenak?"

Penjaga itu menunjuk tempatnya bertugas, sebuah ruang kecil tapi di dalamnya ada ruangan lain untuk petualang yang ingin beristirahat. Ia membantuku mengangkat Riona. Tentu saja awalnya kutolak, tapi tidak mungkin aku terus menyeret Riona, jadi sebisa mungkin aku memosisikan dirinya tidak melihat Riona saat mengangkat. Setelah Riona dibaringkan di kasur, penjaga itu kembali melihat Riona dan berpikir.

"Rasanya ada yang berbeda, beneran..."

"Mungkin faktor cahaya, ruangan ini kan gelap. Sudah kami mau istirahat sejenak, jadi maaf bisa tinggalkan kami agar bisa memulihkan tenaga sebelum kembali ke kota," pintaku.

Penjaga itu tidak ngotot untuk bertahan, "Tapi ingat disini bukan tempat untuk mesum," katanya memperingati.

Aku hanya menangguk. Siapa yang mesum, manaa mungkin aku bisa mesum, bisa-bisa aku dibunuh Riona. Halberd miliknya kuletakan di dekat pintu. Kurasa lebih aman begitu daripada tiba-tiba ia mengayunkan kepadaku.

Aku melihat Riona yang sedang berbaring. Matanya tertutup, terlelap seperti tanpa pertahanan. Bagaimanapun ganasnya dia bertarung, dia tetap seorang wanita mudah yang cantik, tubuhnya langsing walaupun saat ini dadanya kecil.

Perlahan diriku seperti terbuai mendekatinya. Dalam pikiranku muncul sosok yang berbisik,

"Kapan lagi kamu bisa menyentuh wanita? Sudah serang saja," Bisik sosok diriku yang bertanduk dua , iblis Aran.

Mataku tertuju pada lekukan tubuh Riona, terutama pada dadanya. Wajar bukan kalau lelaki sangat tertarik pada hal ini? Ini sangat normal. Walaupun kecil namanya dada ya dada. Kecil pun merupakan dada, jangan ragu lagi. Perlahan telapak tanganku mendekati dada Riona dan poff

Muncul sosok diriku yang lain, ia tampak bersih cemerlang punya lingkaran halo diatasnya.

"Jangan lakukan itu, Aran. Ingat kesopanan seorang laki-laki. Ini hal yang salah. Dan kamu bisa mati jika ketahuan," kata sosok malaikat Aran memperingati.

"Bah, malaikat apa ini? Ancaman kematian? Kamu malaikat atau iblis?" cemooh Iblis Aran.

"Aku hanya berkata sejujurnya, memberitahu resiko yang akan kamu terima. Dan tentu saja seorang laki-laki baik tidak akan memanfaatkan situasi seperti ini," tambah Malaikat Aran berargumentasi.

"Tapi kita bukan laki-laki baik, Aran. Kita petualang. Hidup diluar wilayah putih dan hitam. Semua abu-abu. Apa yang kamu inginkan, lakukanlah. Dan saat ini kamu ingin menyentuhnya. Kecil sih tapi namanya dada tetaplah dada," balas Iblis Aran.

"Kamu tahu apa yang benar? Besar itu luar biasa. Lebih benar lagi kalau kamu mendapatkan ijin resmi dari yang bersangkutan, kalau kamu diam-diam seperti ini. Kamu sama seperti pencuri," kata Malaikat Aran.

"Huh, pencuri? Ini hanya memanfaatkan peluang yang ada. Orang bijak selalu berkata jangan lewatkan peluang di depan matamu. Inj sebuah peluang. Memangnya kamu yakin bisa mendapat ijin dari Riona? Membuat Riona jatuh cinta padamu? Jangan bermimpi anak muda..."

"Tentu saja bisa. Lihat kamu sudah berkembang. Ingat kamu yang membunuh Bos labirin tadi. Bukan Riona. Dia pasti menghargaimu..."

"Hak cuih... Jangan membohongi diri sendiri. Hei malaikat kamu hanya melapisinya fakta memalukan itu dengan manisnya madu. Ingat kamu itu beban, tidak bisa apa-apa. Yang memberikan pukulan terakhir mungkin kamu, tapi kamu pasti tahu siapa yang sebenarnya yang berjasa," protes Iblis Aran.

Aku makin bingung sosok dirinya saling berdebat moral dan kenyataan. Sebenarnya siapa yang benar, apa yang terbaik, apa yang harus kulakukan?

Saat ini telapak tangannya berhenti hanya berjarak satu jari dari dada Riona. Dan tiba-tiba dia merasa sesuatu yang empuk mengenai telapak tangannya. Terasa sangat nyaman, hangat dan ini membuatkan tidak bisa berhenti tersenyum lebar. Tidak ada tamparan mekanisme pertahanan, mungkin tubuhnya sudah terlelap sepenuhnya.

"Apa yang kamu lakukan?" Suara Riona terdengar menyadarkanku

Riona yang sadar kembali secara otomatis mengaktifkan skill growth. Selanjutnya yang kurasakan hanya tubuhku terbang dan menghantam tembok. Aku kehilangan kesadaran.

Ini setimpal.

***

Saat aku sadar, diriku sudah berada di penginapan dan hari sudah berganti. Bu Marcie memberitahuku kalau Riona yang membawaku. Kepalaku masih sedikit sakit dan seperti ada bulatan menonjol.

"Mungkin dirimu terhantuk batu saat diseret Riona kemarin," kata Bu Marcie.

"Seret?"

Bu Marcie menatap lekat-lekat padaku, ia menghembuskan asap rokok tepar di wajahku. Aku hanya bisa diam menerima pandangan menusuk tanpa ada kata-kata.

"Darah muda ya...Ya lain kali jangan keterlaluan," kata Bu Marcie beralih pandang.

"Eh, apa maksud Ibu?"

Bu Marcie tidak menjawab pertanyaanku. Apa yang kulakukan? Kan aku hanya tidak sengaja memegang dada Riona. Hanya itu yang kuingat sebelum kehilangan kesadaran. Ah iya aku harus melapor ke guild.

Saar keluar, ternyata ada suara memanggilku,

"Aran!"

Riona memanggilku, ia sudah tampak seperti biasa.

"Yang kemarin itu..."

"Hei aku tidak melakukan apa-apa. Itu hanya karena kamu tiba-tiba sadar makanya dadamu membesa..."

"Sstt!"

Riona langsung membekap mulutku.

"Sudahlah, jangan bicarakan lagi. Lupakan saja," katanya.

"Beneran. Aku hanya baru memikirkan ingin melakukannya. Masih konflik batin. Dan kamu sadar duluan... Eh maksudku... Eh Riona..."

Blarr

Riona menghancurkan lantai tempatnya berpijak dengan hentakan Halberdnya.

"Kamu ini..."

"Maaf...," teriaku sedikit pasrah.

"Huh, sudahlah kali ini aku juga lengah. Dan jangan bicarakan lagi. Oh ya kamu akan ke guild?" tanya Riona.

"Ya, mau melapor soal hasil eksplorasi labirin kemarin."

"Ok, aku serahkan padamu soal itu. Aku ada perlu, jadi tidak akan mampir."

"Tunggu, apa kamu ga penasaran hasil dari labirin kemarin?"

Riona tampak tidak mengerti. Mungkin dia sengaja atau memang tidak tahu. Ya aku sudah mendapat bagian baju pertahanan baru, tapi sudah rusak juga, ditambah lagi pedangku juga patah. Perlu banyak biaya. Kalau benar menurut penjaga itu, Elder Tauros Horn bakal bisa menghasilkan uang yang cukup buat membeli peralatan baru. Tapi itu kalau tidak dibagi. Ah tidak. Kemarin itu karena bantuan Riona, ini juga miliknya. Mungkin pengalaman hampir mati membuatku berubah atau karena takut bakal dihajar Riona kalau ketahuan mengkorupsi hasil. Yang memang penting, tapi kalau bisa mendapat pengakuan Riona, sedikit ya dia bisa menganggap aku bisa menjadi partner yang dipercaya itu adalah investasi yang baik.

"Ini adalah hasil dari kemarin," kataku menunjukan isi dari peti harta, juga barang yang jatuh dari Bos terakhir yang kita kalahkan.

Ia melihay barang yang kukeluarkan, kemudian menatapku,

"Kamu jujur juga. Aku mengubah sedikit pandanganku," balasnya, kemudian melihat apa saja yang kamu dapatkan, "Pedang ini, aku tidak perlu jadi kamu bisa memilikinya. Uang ini, ok bagi rata saja, bagaimana?"

Aku setuju, uangnya tidak terlalu besar hanya sebatas mengganti uang masuk labirin lebih sedikit jika dibagi 2.

"Daging premium ini... Aku ingin mencicipinya. Bagaimana kalau kamu memberikan aku semua daging ini, dan kamu boleh memiliki Elder Horn ini?"

"Kamu yakin? Tidak menyesal?" tanyaku memastikan.

"Kamu butuh ongkos buat peralatan baru kan? Pakaian tempurku masih utuh, dan senjataku juga. Jadi anggap saja ini sebagai modalmu."

"Oh terima kasih banyak, jadi bagaimana dengan pot allheal ini?"

"Itu bisa dijual dengan harga bagus, tapi menurutku lebih baik kamu simpan untuk sendiri. Aku tidak terlalu membutuhkan pot. Ingat aku sudah mendapat skill baru untuk menjaga kondisi."

"Terima kasih. Kuharap kita bisa membentuk grup, bekerja sama lagi," kataku setengah berharap.

"Mungkin, aku akan mempertimbangkannya. Dan ingat soal perjanjian kita," bisik Riona.

"Ah maksudmu soal da..."

"Sstt! Pokoknya lupakan itu, ok," kata Riona setelah kembali menutup mulutku.

"Tenang saja, itu rahasia kita berdua. Oh itu terdengar romantis," godaku.

"Haha. Kalau kamu ingin mrnggodaku, paling tidak harus bisa menunjukan kualitas dirimu dulu. Ingat kamu Valtar sangat menghargai kekuatan,"balas Riona serius.

" Ah sial! Apa tidak ada syarat alternatif?,"keluhku.

Riona tidak langsung membalas, ia sepertinya berpikir dengan serius,

"Ntahlah, tapi kamu cukup bagus dalam menjadi samsak hidup," balasnya dengan suara ringan. Ia tidak menunggu reaksiku langsung berbalik arah dan melambaikan tangan.

Apa maksudnya? Apakah itu artinya aku punya peluang? Tapi sebagai samsak hidup? Ah rasanya itu bukan jalan pilihan yang menyenangkan. Tapi apapun itu, aku punya kesempatan untum mendapatkan harem keduaku.

"Yiipiii!"

Anggap saja begitu.