webnovel

part 1

Di hadapanku adalah gerbang kota Lonos. Kota pemula yang cocok bagiku untuk memulai impianku. Mulai dari bawah menuju puncak, kekayaan, kekuasaan dan wanita. Semenjak kecil, aku membenci kehidupanku yang miskin, hidup di sebuah panti di pinggiran desa kecil yang bahkan tidak tercantum dalam peta yang dijual di toko desa.

Kini umurku sudah 18 tahun, paling tidak itu menurut ibu asuhku. Umur minimal untuk mendapatkan lisensi sebagai petualang. Impian ini kudapat setelah mendengar cerita dari pedagang keliling. Ia menceritakan tentang hebatnya para petualang, dan kesuksesan mereka. Hal itu membuatku tertarik. Menurutnya setiap individu punya atribut sendiri, dan class yang cocok buat mereka. Biasanya ada 2 sampai 3 pilihan dasar dalam seseorang.

Aku yakin kalau diriku pasti bisa menjadi seorang mage atau paling tidak healer. Aku bisa dibilang pandai dan cepat menguasai hal baru. Segala pelajaran dari ibu asuh kukuasai dengan mudah. Tapi tidak demikian dengan fisikku, walaupun sudah berusaha tetap saja tidak berbeda, dikenal paling lemah dalam urusan tenaga otot.

Aku masuk ke kota dengan membusungkan dadaku,

"Hai Lonos, sambutlah calon petualang nomor satu kalian!" Sahutku lantang, dan saat itu juga penjaga gerbang langsung menghentikanku.

"Pemeriksaan acak," kata penjaga berkumis.

"A..aku bukan orang yang mencurigakan kok. Hanya seorang calon petualang baru," sanggahku berusaha se-low profile mungkin.

Tapi itu tidak digubris sama mereka,

"Tolong perlihatkan barang bawaan anda,"kata petugas lain yang lebih tinggi.

Aku menyerahkan tas kecilku yang hanya berisi 2 stel pakaian cadangan dan sedikit uang bekal dari ibu asuhku. Penjaga berkumis membuka dan memeriksanya, kemudian mengangguk pada penjaga lainnya.

"Ok kamu bersih. Tapi anak muda menjadi petualang itu tidak mudah,"kata penjaga yang tinggi.

Aku membungkuk berterimah kasih. "Nanti kalau aku sudah menjadi petualang besar kalian akan lebih hormat padaku," gumamku dalam hati.

Aku harus lebih sabar, jangan membuat masalah. Setelah itu aku diberitahu jalan menuju gedung petualang kota Lonos. Tanpa menunggu lama aku berlari kecil menuju tempat itu.

"Sambutlah calon petualang nomor satu kalian!" Seruku lantang saat membuka pintu masuk guild.

Sial, aku melakukannya lagi. Kulihat sekelilingku para petualang senior menatapku sekejap disusul suara tawa yang keras.

"Semangat yang bagus anak muda."

"Kalau sudah menjadi nomor satu, jangan lupa traktir aku minum, ok!"

"Tentu saja,"balasku tersenyum lebar.

"Semangat yang bagus!"

"He he, kamu punya semangat yang bagus, tapi pertama kamu harus mendaftar dahulu," kata seorang pria.

Ruangan guild cukup besar bagian kiri, terdapat beberapa meja dan kursi tempat petualang berkumpul. Sebuah papan besar terletak di bagian kanan, dan di hadapanku konter besar dengan 2 orang yang menjaga. Aku menuju ke arah pria yang sedari tadi memintaku untuk mendaftar disana.

"Mohon tunggu sebentar, kami akan masukan data," kata petugas, "silakan kemari."

Ia mengajakku menuju ke sebuah piringan besar di balik konter.

"Silakan taruh tangan anda. Mesin ini akan mengecek langsung data dirimu, potensimu dan merangkumnya dalam sebuah kartu identitas,"kata petugas itu lagi.

Dengan percaya diri aku segera meletakan telapak tanganku di atas piringan itu. Aku diminta menyebut nama dan tetap tenang, tidak memindahkan tangan sampai proses ini selesai.

Inilah saat awal petualanganku, Aran. Perlahan cahaya kebiruan muncul dari sela-sela piringan itu, semakin lama semakin terang.  Saat yang sama, tanganku terasa tersedot ke dalam piringan itu, rasanya jiwaku seperti sedang dihisap ke dalam.

"Tenang, jangan lepaskan tanganmu. Itu bagian dari prosesnya," kata petugas yang mendampingiku.

Piringan itu bergetar dan cahaya biru berubah menjadi hijau, kemudian kuning, ungu dan akhirnya menjadi warna merah terang.

"Ah.. eh... ok... uh...," rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum kecil.

Dari sudut atas piringan kemudian muncul sebuah kartu segiempat setelapak tangan orang dewasa. Cahaya seperti jarum perlahan mengukir kartu itu, dan suara seperti burung liar menjerit terdengar tajam saat cahaya piringan itu hilang. Kartu itu langsung diambil petugas, ia membacanya.

Aku menanti penuh hasrat. Pasti kartuku mengejutkan karena istimewa, pikirku tersenyum lebar.

Petugas itu melirikku dengan tatapan sayu, kemudian melihat kartuku lagi, dan menunduk menghela nafas.

"Jangan putus asa ya."

"Eh, kenapa? Ada yang jelek?" Tanyaku penasaran.

Petugas itu mengangguk,"Biasanya setiap orang ada 2 atau 3 class dasar yang bisa ia pikih, namun kadang hanya 1."

"Oh tidak masalah,"jawabku. Pilihan hanya satu artinya aku memang khusus di class itu.

Petugas itu kembali menghela nafas,"aku tidak sanggup, Elise kamu saja yang menjelaskan,"panggil petugas itu kepada seorang perempuan yang sedang menulis di meja.

"Baik,"jawab perempuan itu.

Wajahnya kecil, pakaian gelap menutupi tubuhnya yang tinggi, rambutnya diikat pony tail, cewek yang manis.

"Ah dia memenuhi syarat untuk masuk haremku,"pikirku.

"Mana mana," tanya Elise ceria, dan setelah ia membaca kartuku, raut wajahnya kehilangan keceriaan.

"Kamu Aran?"

Padahal tadi aku sudah berbuat heboh, tapi ternyata dia cuek tidak memperhatikannya.

"Iya."

"Yang tadi berteriak calon nomor satu?"

Aku mengangguk. Ternyata aku salah, ternyata dia memperhatikan juga.

"Sayang sekali," katanya menggelengkan kepala.

"Eh, kenapa?"

"Sepertinya kamu harus menyerah."

Aku tidak mengerti,terus melirik ke petugas sebelumnya, dan ia mengiyakan pernyataan Elise.

"Maksudmu?"

"Atributmu tidak jelek, cukup ok namun..."

"Namun?"

Elise menghela nafas, "kalau saja class yang bisa kamu pilih adalah healer atau mage tapi..."

"Ayolah, jangan seperti itu. Apa yang salah dengan classku? Eh katamu aku tidak bisa menjadi mage atau healer? Jangan-jangan?"

Elise memandang lurus ke mataku, "Ya, kamu hanya bisa memilih class spirit support."

Aku tidak percata yang kudengar. Pilihanku hanya menjadi spirit support? Walaupun aku tidak punya banyak info karena tinggal di pelosok tapi untuk pengetahuan class dasar aku sudah diceritakan oleh pedagang keliling itu. Kasarannya class ini tidak ada yang mau memilihnya, class sampah yang dijauhi semua. Alasannya sederhana, class ini tidak bisa berdiri sendiri, hanya bisa menjadi pemeran pembantu, menyokong tim, seperti pelayan petualang lain, dan masalahnya lagi class ini sangat lemah dalam pertahanan sehingga kebanyakan petualang merasa lebih repot menjaganya daripada mendapat bantuan dari kemampuan class ini.

Bagaiaman nasibku? Haremku? Ah mungkin aku bisa mencari petualang wanita lain dan kusupport sekuat tenaga, mungkin nasibku bisa berubah, aku harus positif menghadapi nasib baruku.

Elise menyerahkan kartu itu padaku dan aku bisa melihat angka-angka atributku disana

Aran hp:300. Mp:50.

Str : 1. Agi : 3. Res: 10. Luck 5

Int : 10. Wis: 20. Vit : 3

Class : spirit support

Skill point : 10

Skill : -

"Masa depanku masih bisa menjadi nomor 2, aku tinggal mencari partner," kataku semangat.

Elise menggeleng.

"Hampir mustahil jika kamu tidak punya teman baik."

"Apa class ini sebegitu tidak lakunya?sangat jelek?" Tanyaku memastikan.

Penghuni guild semua kompak mengangguk.

"Ya sebenarnya class ini tidak buruk. Di level atas sangat dibutuhkan. Aku tau kelompok yang mempunyai anggota seorang spirit support dengan level cukup tinggi. Secara individu mereka hanya kelas C namun kelompok mereka mampu menyelesaikan quest dengan tingkat kesulitan B," kata seorang berjenggot. Dia berjalan mendekatiku.

"Perkenalkan, aku protector guild ini, Andreas," tambahnya memperkenalkan diri.

"Tapi Pak Andreas, bukankah kelompok itu sudah bubar?"

"Iya itu karena spirit support mereka tewas."

Bukankah itu artinya spirit support adalah tonggaknya? Mungkin class ini tidak seburuk itu.

"Pak, kamu melewatkan bagian dimana spirit support itu tewas karena bertengkar dengan orang yang levelnya jauh di bawahnya," kata Elise.

"Level bawah? Jauh? Apakah selemah itu?lengah? Atau orang itu punya kemampuan khusus?" Tanyaku penasaran.

"Tidak, dia hanya mercenary biasa. Masih class dasar juga. Spirit support memang punya skill menakjubkan jika level atas buat kelompok, namun jika sendirian bida dikatakan dia tidak berguna. Oh maaf pendatang baru, tapi itu fakta," kata salah seorang dalam guild.

Class ini tidak bisa berdiri sendiri. Secara fisik sangat lemah dan tidak ada kemampuan menyerang yang bisa diandalkan.

"Apa kamu punya teman?" Tanya Elise.

Aku menggeleng, sebenarnya dulu saat di panti ada. Tapi kami berpissh menempuh jakan masing-masing.

"Sebaiknya kamu kembali ke desa, atau bekerja hal lain saja. Banyak kok pekerjaan lain yang tidak membutuhkan kemampuan petualang, bahkan merekalah yang selalu membayar buat tugas kita," kata Elise mencoba memberi jalan keluar.

Ini adalah class yang ada, apakah dunia menciptakan class yang begitu tidak berguna? Haruskah aku menyerah? Tapi harem, kekuasaan dan kekayaan, impianku. Tidak aku harus mencoba dahulu, tidak bokeh menyerah begitu saja. Ini hanya sebuah tembok kecil, aku tinggal memanjatnya atau merobohkan.

"Ha, tembok kecil seperti ini tidak akan menyurutkan niatku. Akan kubuktikan dengan class ini pun aku bisa menjadi nomor 1,"seruku semangat.

"Tembok ini tidak kecil,Aran," sanggah Elise.

"Ha ha ha, semangat yang bagus. Elise kamu tidak boleh merendahkan orang yang ingin jadi petualang, seburuk apapun peluang mereka kita harus membantu sebagai sebuah guild. Ingat itu misi kita. Lagipula dalam sejarah, class spirit support pun pernah menjadi nomor satu walaupun banyak yang meragukan kebenaran itu. Soalnya catatan tertulis yang tersisa sebelum 200 tahun lalu sangat sedikit," jelas Andreas.

"Ya itu semua karena perang iblis yang terjadi sekitar 200 tahun lalu, banyak negara dan kebudayaan musnah, hilang," tambah Elise.

"Itu cukup, mitos atau sejarah artinya class ini ada harapan,"kataku semangat.

"Lebih baik kamu menyerah sekarang, anak muda. Class itu sangat buruk, seperti parasit layaknya rakyat jelata plus. Lain cerita kalau kamu punya teman, mungkin masih bisa berkembang sampai di level yang mungkin sedikit berguna. Membawa, menjaga seorang spirit support itu seperti misi pengawalan pada rakyat jelata,"kata seorang pengunjung guild, kemudian pengunjung yang berbaju besi lengkap itu menambahkan, "Bisa kamu bayangkan, seorang rakyat jelata kamu kawal menghadapi gerombolan hewan buas seperti serigala merah, atau  harpy tanduk? Itu yang bakal dirasakan teman kelompokmu setiap saat."

Suasana guild terbagi menjadi 2 kubu. Pihak pertama adalah yang menyuruhku untuk menyerah, dan pihak kedua, menyemangatiku walaupun sebagian mereka menganggap aku sebagai bahan lelucon buat masa depan. Aku bisa merasakan beberapa tawa ejekan dari orang-orang yang mendukung niat petualanganku.

"Kamu tahu salah satu fungsi guild adalah menyimpan catatan untuk membantu pengembangan setiap class. Semacam buku panduan. Namjn untuk class spirit support catatan yang ada sangat sedikit, syarat buat skill lanjutan yang tercatat juga hampir tidak ada," kata Elise menjelaskan.

"Tidak masalah, aku tinggal mencari orang level tinggi dan meminta infonya,"kataku tidak menyerah.

"Sayang sekali anak muda. Satu-satunya level tinggi itu sudah tewas. Ya orang dalam cerita Andreas tadi."

"Kalau tidak ada disini, mungkin ada di negara lain."

"Mungkin, tapi bagaimana kamu menemuinya?"

Apa yang dikatakan Elise membuatku sadar. Saat ini aku sangat miskin untuk membayar ongkos ke negara lain, dan terlalu lemah untuk bepergian sendiri. Menyerah bukan pilihan, aku sudah membulatkan tekadku untuk berusaha. Daerah berburu level awal relatif aman, mungkin lebih makan waktu tapi aku yakin bisa mencapai level yang cukup sampai aku dibutuhkan dalam sebuah tim.

"Aku tidak akan menyerah, perlahan akan kunaikan levelku. Akan kubuktikan kalah spirit support juga bisa menjadi nomor 1," kataku dengan mata berapi-api.

"Hmm tampaknya anggota baru kita sudah membulatkan tekadnya. Sebagai guild kami akan mendukungmu. Baiklah Elise, dia kuserahkan padamu. Ajarkan dia dasar-dasar petualang,"perintah Andreas.

"Paling tidak aku adalah rakyat jelata plus. Sebuah plus itu hal yang bagus."

Semua yang ada disana tersenyum dan kemudian tertawa lebar.

"Betul, kita adalah petualang. Menyerah bukan pilihan. Anak baru kamu boleh juga. Aku jadi semangat untuk naikan level lagi, "seru salah seorang pengunjung.

"Tampaknya waktu istirahat sudah habis,  saatnya berpetualang lagi,"sahut yang lain.

"Ok, kita juga harus bisa naik kelas C."

"Ha ha ha, Aran. Kamu menyebar energi positif di guild. Mungkin kamu memang  berbakat di bagian support. Baiklah bonus dariku, akan kuperkenalkan pada penginapan. Eh kamu belum ada tempat tinggal kan?" Tanya Andreas.

Aku menggeleng.

"Ok, hadiahku, ini surat menginap gratis di penginapan bambu hijau."

"Wah terima kasih banyak. Kamu tidak akan kulupakan saat menjadi nomor 1, Pak Andreas."

"Ha ha ha, aku menunggu saat itu. Tapi jangan lama-lama, aku sudah tua."

"Tentu saja," balasku.