webnovel

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Teen
Not enough ratings
194 Chs

Part 29 - Kenapa Mendekat?

Aksa makin mendekatkan wajahnya ke wajah Ayya. Perasaan takut mulai menyelimutinya. Itu sangat terpancar dari sorot mata Ayya. Ia tak berani menatap mata Aksa lekat-lekat.

Untuk menutup gugupnya, Ayya memejamkan mata. Entah, apa yang ia terka saat itu.

"Heh! Ngapain merem? Ini ada daun jatuh di rambutmu." Celetuk Aksa.

Seketika, Ayya tersipu. Ia sangat malu.

"Hih, kenapa senyum-senyum?" Lanjut Aksa.

"Hayo... mikirin apa?"

"Nggak, ko."

"Hmm... yaudah deh."

Nia dan Oki belum juga kembali. Semilir angin bertabur terik siang hari masih menyelimuti. Ayya dan Aksa tetap duduk berdampingan. Pada sebuah kursi panjang di bawah pepohonan. Sejuk dan menentramkan.

"Aku paling suka tempat kaya gini," celetuk Aksa.

"Emang apa?"

"Adem."

"Sama."

"Sa...."

"Ya? Kenapa?"

"Aku mau tanya, boleh?"

"Emang tanya apa? Sejak kapan gak boleh tanya?"

"Iya, aku tahu. Aku cuma gaenak."

"Gapapa. Sok aja...."

"Apa kamu pernah marah atau kesel sama aku?"

Locked Chapter

Support your favorite authors and translators in webnovel.com