webnovel
#ROMANCE

Aku Adalah Hujan

[Romance dengan sedikit magical realism. Dikemas unik, bertabur quote, manis dan agak prosais. Hati-hati baper, ya. Hehe] Kamu percaya tentang malaikat di bawah hujan? Malaikat itu menjelma perempuan bermata teduh, membawa payung dan suka menulis sesuatu di bukunya. Lalu, ini istimewanya. Ia membawa payung bukan untuk menjemput seseorang. Namun, akan memberikan payung itu sebagai tanda rahmat. Terutama untuk mereka yang tulus hati. Siapa yang mendapatkan naungan dari payung itu, ia akan mendapatkan keteduhan cinta sejati. Kamu percaya? Mari membaca. Selamat hujan-hujanan. Eh, kamu masih penasaran siapa dia? "Aku adalah Hujan. Yang percaya dibalik hujan memiliki beribu keajaiban. Aku akan lebih menagih diri berbuat baik untuk orang lain. Pun, mendamaikan setiap pasangan yang bertengkar di bumi ini. Demikian keindahan cinta bekerja, bukan?" Gumam Ayya, perempuan berbaju navy yang membawa payung hitam itu. Ayya tak lagi mempercayai keajaiban cinta. Tepat ketika dikecewakan berkali-kali oleh Aksa. Ia memutuskan lebih berbuat baik pada orang lain. Impiannya adalah bisa seperti malaikat di bawah hujan. Yang sibuk memberi keteduhan, meskipun mendapat celaan. Sejak itu, ia menjuluki dirinya sebagai "Hujan" Sebuah bacaan tentang perjalanan cinta, pergulakan batin, pencarian jati diri, dan apa-apa yang disebut muara cinta sejati. Tidak hanya romansa sepasang kekasih. Baca aja dulu, komentar belakangan. Selamat membaca.

Ana_Oshibana · Teen
Not enough ratings
194 Chs
#ROMANCE

Part 171 - Kerinduan Tak Ada Jalan?

"APAKAH KALIAN SUDAH SIAP?"

Sebuah tanya dengan huruf kapital kembali muncul di slide. Membuat keheranan di wajah keempat sahabat itu. Cermin kembali memutarkan kisah kembali.

***

"Ay, lu dimana? Masih sama Ardi?" tanya Nindy lewat panggilan teleponnya.

"Iya, nih. Kenapa, Nin?"

"Aku ada petunjuk. Bisa kesini sekarang?!"

"Petunjuk?"

"Ya. Tentang foto itu. Ajak Ardi juga!"

Klik.

Panggilan telepon dimatikan Aya. Ia menoleh sejenak ke arah Ardi. Ia nampak cukup lelah. Bulir keringat kian mengalir dari dahinya.

Sejak kapan marah tak menguras energi? Bahkan, kemarahan yang diam pun itu tetap menguras energi. Apalagi Ardi yang sempat berkelahi dengan laki-laki misterius itu.

"Mas..." ucap Aya.

"Ya?"

"Kamu masih capek?"

"Kalau iya?"

Aya tersenyum. Ia duduk kembali di base camp. Di sampingnya juga ada Ardi. Aya mengkodekan suaminya. Untuk menuntun kepala Ardi untuk merebahkan di pahanya.

"Istirahatlah sejenak," ucap Aya tersenyum.