webnovel

Akhir Cinta Avissa

"Kok ada ya makhluk seperti kamu di bumi ini. Gendut, item, pake kacamata tebel. Kayak elien. Nggak ada sisi bagusnya. Enek lihatnya." Ardian mendorong jidat Avissa dengan jari telunjuknya hingga gadis itu terjengkang. Kemudian Ardian tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kedua temannya. Avissa hanya bisa memeluk tasnya dengan takut, tanpa bisa melakukan perlawanan. Ya, seperti itulah teman-teman Avissa Maharani memperlakukan dirinya. Bukan hanya Ardian, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Avissa maharani, Seorang siswi SMA yang tidak good looking, selalu menjadi bulan-bulanan teman-temannya dan juga kakak tingkatnya. Sampai suatu saat, avissa hampir putus asa dan mengakhiri hidupnya karena tidak kuat lagi menghadapi bully-an. Beruntung, dia diselamatkan oleh seseorang. Pada saat itu, Avissa nekat melakukan sesuatu agar hidupnya bisa berubah. Kalau memang dia tetap hidup, dia harus berubah. Berhasilkah dia melakukan sesuatu tersebut? Bagaimana kehidupan dia setelahnya? Akankah dia membalas dendam kepada orang-orang yang telah membullynya tanpa rasa bersalah?

Roisatul_Mahmudah · Urban
Not enough ratings
20 Chs

Sang Penyelamat

"Aku tidak tahu kalau kejadiannya akan seperti ini," ucap Alul. Dia berkata seolah dirinya benar-benar sang pelaku.

"Baik. Stop dulu. Izinkan saya berbicara. Jadi, kamu mengakui kalau semua ini memang perbuatan Rani?"

Bu Sapta menatap Alul. dia ingin mencari kebenaran dari raut wajah mahasiswa baru itu.

"Iya, bu. Tapi atas perintah saya karena dia memang kalah dalam permainan."

"Ibu tidak habis pikir, mengapa harus ada permainan yang membuat orang lain terluka?"

"Saya janji tidak akan mengulangi lagi."

"Janji saja tidak akan cukup, Alul. Karena perbuatan kamu dan Rina hampir membuat orang lain celaka. Apalagi kalian berdua adalah mahasiswa dan mahasiswi baru di kampus ini. Tidak seharusnya kalian melakukan hal seperti ini. Untuk itu, dengan sangat terpaksa saya harus memberi hukuman kamu, Rani."

"Bu, ini murni kesalahan saya. Rani hanya menuruti permintaan saya saja. Jadi biarkan saya yang dihukum."

Kali ini, Alul bagaikan pahlawan yang berjuang mati-matian untuk membela Rani. Dia sampai mengarang cerita yang agak tidak masuk akal, dan untungnya Bu Sapta mempercayainya. Setelah beberapa hari jadian yang janggal, Rani semakin bertanya-tanya, siapakah sebenarnya Alul itu? Kenapa dia ingin ikut campur begitu dalam dengan kehidupan Rani? Dan kenapa Dia seolah tahu banyak hal tentang Rani?

"Saya juga salah. Saya siap jika harus dihukum," ucap Rani akhirnya sambil memejamkan mata. Sebenarnya dia sedikit merasa lega, karena tentang dendamnya belum terbongkar di hadapan Novita. Ketakutannya saat itu sedikit berkurang.

"Rani, Aku pikir kamu orang baik. Namun, ternyata kamu benar-benar enggak ada otaknya. Mau maunya kamu melakukan hal seperti itu. Apakah kamu tahu rasanya hampir mati berada di tempat terkunci tanpa lampu."

"Novita, sebenarnya tadi aku masih berniat untuk membukakan pintu, tapi kami lupa. Maafkan kami."

"Sudah. Perdebatan dan permintaan maaf tidak akan menjadi pertimbangan kami. Kalian berdua tetap akan dihukum. Karena kalian sudah membahayakan teman kalian sendiri. Aku tidak peduli meskipun ini rencana alul, tetapi tetap Rani yang melakukannya. Meskipun ini terdengar tidak masuk akal, karena pernyataan itu keluar dari mulut alul sendiri, ibu akan menganggap bahwa memang begitulah adanya dan begitulah cerita sebenarnya. Kali ini Ibu hanya memberi peringatan saja, dan memberi hukuman kalian untuk menyapu lapangan basket setiap hari selama 1 minggu. Hukumannya tergolong ringan seperti hukuman anak SMA bukan? Namun, Saya berharap ini bisa menjadi pembelajaran buat kalian. Ini merupakan track record yang buruk sekali bagi mahasiswa baru seperti kalian. Bukankah hal yang seharusnya melakukan perbuatan yang baik di tempat yang baru? Ibu sungguh kecewa dengan kalian berdua."

"Maafkan kami, Bu Sapta."

"Hari ini Ibu belum bertindak jauh. Namun, jika suatu saat nanti kalian membuat ulah yang bisa membahayakan orang lain, Ibu Tidak segan lagi untuk melakukan hukuman yang lebih kejam dari ini."

"Baik, Bu."

Alul tidak pernah takut dengan kata hukuman. Karena di waktu SMA dulu, dia memang sudah langganan diskors. Jadi itu bukan hal baru baginya. Namun beda bagi Rani. Ini pertama kalinya dia datang ke ruang Dosen PA. Karena dari dulu dia tidak pernah membuat ulah. Dia hanya diam, dibully dan diperlakukan buruk oleh semua orang dia juga hanya diam. Karena dia merasa insecure dengan keadaannya.

Saat itu, Rani menunduk dan hampir meneteskan air mata. Dia merasa tidak adil saja, dia hanya mengunci anak di kamar mandi, tapi dia mendapat hukuman. Sedangkan dia dulu, dia mendapatkan perlakuan buruk dari banyak orang tetapi tidak ada satupun dari mereka yang mendapat hukuman.

Rani menghela nafas panjang, dan menghembuskannya pelan pelan. Lalu dia menatap alul, sambil tersenyum tipis.

"Sama-sama," ucap alul lirih. Dia dapat menangkap, bahwa senyuman Rani ada ungkapan terima kasih yang tak sanggup terungkapkan. Dalam hati, Rani bersyukur bisa bertemu dengan laki-laki yang selalu bikin dia kesal itu.

***

Kasus telah ditutup. Mereka berdua akhirnya mendapatkan peringatan dan hukuman. Meskipun sebenarnya Novita tidak terima dengan hukuman yang dianggap terlalu mudah bagi mereka. Namun, bu Sapta sudah ketok palu. itu artinya keputusannya sudah tidak bisa diganggu gugat lagi.

"Akhirnya kita bisa dapat hukuman bareng-bareng selama satu minggu ini." Alul berbicara seolah dia tidak sedih sama sekali dengan hukuman yang diterima. Hukuman atas perbuatan yang tidak pernah dilakukan sama sekali.

Rani tetap diam. Dia tetap berjalan sambil menunduk di samping Alul yang saat itu mengajaknya ke tempat parkir untuk mengambil motor.

"Ini, pakai helmnya," ucap Alul pada Rani ketika mereka sudah sampai di depan motor Alul.

Entah mengapa, Alul sudah membawa dua helm. Mungkin dia sudah menyiapkan dari rumah bahwa hari ini dia memang akan pulang bersama dengan Rani.

"Ini helm siapa?"

"Baca aja tulisannya," ucap Alul sambil tersenyum.

Rani segera meraih helm itu, dan membaca tulisan yang ada di bagian belakang helm.

Helm itu bertuliskan 'Milik Nini Thowok, pacar Alul.'

Melihat itu Rani langsung melotot. dia tidak menyangka kalau alul akan seniat itu mengerjainya dan membuat dia kesal.

"Kamu apa-apaan sih, masa begini tulisan helmnya?" Rani cemberut. Dia mengenakan helm itu ke kepalanya.

"Supaya nggak ada yang dekat-dekat sama kamu."

"Ingat! Kamu itu cuma pacar karena kesepakatan aja. Kalau bukan karena aku punya rahasia, pasti aku tidak akan mau menjadi pacar kamu. Waktu kita hanya tersisa 58 hari lagi. Setelah itu kita putus dan akan menjalani hidup masing-masing. Kamu urusi urusan kamu sendiri, dan aku akan mengurus keperluan ku sendiri."

"Ish, Kenapa harus dipertegas sih. Hei, aku sudah bilang sejak awal kalau kamu itu bukan tipeku. Kalau aku bersikap seolah-olah Kamu adalah ratu, itu hanya pencitraan saja. Dengar-dengar kamu murid baru yang cukup mencuri perhatian. Oleh karena itu aku butuh bantuan kamu untuk mendongkrak reputasiku. Sebagai seorang mahasiswa baru itu perlu sekali bagiku. Supaya aku dikenal."

Alul berbohong. Sesungguhnya dia sama sekali tidak butuh pengakuan atau prestise dari siapapun. Alul hanya ingin melindungi Rani. Laki-laki itu tidak ingin Rani menjadi pribadi yang jahat karena masa lalunya.

Rani menatap Alul sejenak. Ia ingin mengucapkan sesuatu. Namun hanya menggantung di tenggorokan. Ya, laki-laki itu memang sangat menyebalkan bagi Rani. Namun, Rani tetap ingat bahwa alul sudah menyelamatkan dirinya. Dia juga tidak membongkar aibnya. Entah mengapa, satu sisi hati Rani mengatakan bahwa Alul akan siap melindunginya. Namun satu sisi lagi dia merasa bahwa Alul hanyalah penghalang bagi tujuan awalnya dia kuliah di Universitas Cendana ini. Tujuan yang menggerakkan dirinya untuk menjadi diri orang lain. Ya, Ardian dan Novita lah tujuan Rani untuk kuliah disini. Dia ingin membalas semua perlakuan Ardian dan Novita dulu. perlakuan yang sempat membuat Rani putus asa dan hampir membunuh dirinya sendiri. Perlakuan yang membuat Rani merasa bahwa dia tidak layak disebut sebagai manusia.