Adamma pulang dari pemakaman ayahnya, dirumah dia ditemani Risa yang tidak pernah meninggalkannya sejak kejadian itu. Di ruang tamu Adamma mengambil foto Ayahnya yang ada di atas meja, lalu mendekapnya.
"Tante aku rindu ayah," lirih Adamma memandangi fotonya bersama Pak Gunnar.
"Aku pun merindukanya, walau dia sangat egois terhadapku tapi tidak membuatku pergi dari sisinya," jawab Risa meneteskan air mata lalu merangkul Adamma yang berada di sampingnya.
Risa pergi mengambil anggur merah di tempat kerja Pak Gunnar untuk mereka minum bersama.
"Minum ini agar kamu bisa tidur hari ini, sudah dua hari kamu tidak tidur," pinta Risa menuangkan anggur merah untuk Adamma.
"Aku takut Tante! Sangat takut. Takut bermimpi kejadian itu," ucap Adamma mengambil segelas anggur merah lalu meneguknya sampai tak bersisa.
"Jangan takut ada Tante," jawab Risa menenangkan Adamma yang sedang terguncang jiwanya.
Adamma tertidur setelah meminum dua gelas anggurnya, lalu Risa langsung membawanya ke kamar, agar Adamma bisa beristirahat dan menyelimutinya seperti anaknya. Risa memilih tidak menikah karena dia menyukai Gunnar sahabatnya, memilih untuk setia walau dia tahu Gunnar hanya mencintai istrinya yang sudah tiada.
"Aku tahu ini berat, maka itu tidurlah dan mari kita berjuang bersama melewati ujian ini," ucap Risa menyelimuti Adamma lalu memandangi wajah Adamma yang pucat.
Risa keluar dari kamar Adamma, lalu melangkahkan kaki menuju tempat terakhir lelaki yang di cintainya tewas terbunuh. Merasa putus asa dan menangis menahan sesak di dadanya, kehilangan sosok yang selalu ada disisinya.
"Bagaimana kau disana, sudah bertemu dengan istrimu. kenapa kamu tega kepadaku, aku mencintaimu Gunnar," ucap Risa meminum anggurnya sendirian dan hanya ditemani bayang Gunnar dipikiranya.
Keesokan harinya Risa menyiapkan makanan untuk Adamma, dia membangunkan Adamma dengan sangat lembut dan mengajak nya makan dimeja makan.
"Adamma bangun yuk, Tante sudah buatkan sup hangat untuk menghilangkan pusing di kepalamu," ucap Risa duduk di ranjang dengan menyentuh tangan Adamma.
"Baik Tante," jawab Adamma bangun untuk pergi bersama Risa menuju meja makan.
Risa merangkul Adamma yang terlihat masih sangat lemas, merasa sangat mencemaskannya yang baru saja di tinggal oleh Ayah yang selalu menyayanginya. Di meja makan Risa menyendokkan nasi untuk Adamma.
"Aku akan pergi ke kantor polisi untuk bekerja dan mencari siapa pembunuh ayahku," ucap Adamma memberitahukan tentang rencananya hari ini kepada Risa. "Tante tidak ke rumah sakit?" tanya Adamma melihat Risa sedang menyendokkan nasi untuknya.
"Aku akan berangkat setelah selesai makan, pasien ku sudah menunggu jika aku terus libur, lagi pula aku harus mengambil alih semua pasien Ayahmu. Jadi mungkin aku akan sangat sibuk hari ini," jawab Risa memberikan sepiring nasi dengan mangkuk sup hangat untu Adamma. "Kamu harus semangat menjalankan tugas seorang polisi, ingat polisi tidak akan menyerah, apapun rintangan yang sedang dihadapinya," lanjut Risa tersenyum menyemangati Adamma.
"Aku tidak akan menyerah sampai aku menangkap pelaku yang membunuh Ayahku, walau harus melewati jalan yang sulit. Akan ku pastikan akan membuatnya membayar atas perbuatannya," jawab Adamma dengan mata yang penuh dengan kemarahan.
"Kamu harus menangkapnya! Aku akan selalu memberikan dukungan ku padamu," ucap Risa yang juga memendam amarah dalam hatinya.
Selesai makan Risa mengambil tasnya, lalu pamit untuk bekerja dan meninggalkan Adamma sendirian. Setelah Risa pergi Adamma bersiap untuk mandi dan berangkat bertugas.
Sesampainya di rumah sakit, Risa memarkirkan mobilnya dan turun. Seketika terkejut dengan kehadiran Vincent yang seketika muncul di belakangnya, saat dia sedang menutup pintu mobilnya. Vincent merupakan dokter ahli bedah yang bekerja di rumah sakit yang sama dengan Risa dan Gunnar, hanya berbeda bagian saja. Dia juga seorang duda yang memiliki anak perempuan berumur tujuh tahun.
"Astaga! Vincent lagi lagi kamu selalu saja membuat jantungku hampir copot," tegur Risa yang kesal dengan tingkah Vincent.
"Maafkan aku Risa," ucap Vincent berjalan di samping Risa menuju ke dalam gedung rumah sakit. "Bagaimana putri Gunnar? Pasti dia sangat terpukul kehilangan Ayahnya," tanya Vincent mengingat Adamma yang menangis di pemakaman.
"Untuk saat ini pasti, tapi aku yakin dia bisa melewati ujian ini. Dia anak yang kuat," jawab Risa tersenyum melihat Vincent.
"Kamu juga harus kuat ya, jangan terlalu banyak pikiran. Nanti kamu sakit lagi," ucap Vincent mencemaskan Risa yang menyukai Gunnar.
Vincent sangat mencemaskan Risa, wanita yang sudah lama dia sukai, tapi perasaannya bertepuk sebelah tangan. Risa lebih dulu menyukai Gunnar yang bekerja satu profesi sama dengannya.
Di ruangan unit kejahatan dan pembunuhan suasananya semakin panas, sudah seminggu belum juga ada bukti mengenai pelakunya. Sedangkan mereka sudah didesak oleh jaksa Ilyas yang ditugaskan untuk mengurus kasus pembunuhan Pak Gunnar.
"Kalian kerja lamban sekali, ini sudah seminggu masa belum juga menyerahkan bukti apapun pada saya," tegur Ilyas yang datang ke ruangan unit tim kejahatan dan pembunuhan.
"Tenanglah jangan meninggikan suaramu, kami juga sedang berusaha," jawab ketua tim mendekati Ilyas yang sedang marah.
Tanpa sepatah katapun Jaksa Ilyas meninggalkan ruangan unit kejahatan dan pembunuhan. Baru saja setelah Ilyas keluar, Adamma memasuki ruangan itu, dan membuat geger seluruh tim.
"Saya Adamma yang dipindah tugaskan untuk membantu tim unit kejahatan dan pembunuhan," ucap Adamma dengan membawa surat pindah tugasnya.
Ketua tim mendekati Adamma untuk mengambil surat tugas yang di bawa oleh Adamma, setelah membacanya dengan ragu dia memberikan pengumuman untuk semua anggota timnya yang tidak suka ada wanita yang masuk ke dalam tim unit kejahatan dan pembunuhan.
"Di katakan dalam surat ini seminggu yang lalu, sebelum terjadinya peristiwa mengenai Ayahnya. Memang benar bahwa Adamma telah di pindahkan untuk bergabung dengan tim kami, jadi saya akan perkenalkan kamu dengan 5 anggota saya yaitu Arya, Rio, Rangga, Angga, dan saya sendiri Saleh saya pemimpin disini," ucap Saleh memberikan pengumuman untuk semua anggota timnya.
Semua tim protes kesal dengan kehadiran Adamma yang seharusnya tidak boleh masuk dalam tim, selain Adamma itu wanita, dia juga merupakan keluarga korban pembunuhan yang sedang di selidiki oleh tim. Takut Adamma akan menjadi pengganggu dan akan menyusahkan mereka di dalam tim.
"Brakkkk," suara gebrakan meja oleh Arya yang sedang protes. "Tidak bisa dia keluarga korban dan juga wanita, bagaimana dia bisa bekerja sama bersama kami," protes Arya kepada ketua timnya.
"Kita semua disini juga gak setuju sama dengan Arya, disini gak boleh ada wanita!" sahut Rangga melirik Adamma dengan sinis.
Semua tim keluar meninggalkan ruangan, Saleh bingung dengan protes yang di lakukan terhadap anak buahnya. Dengan terpaksa dia harus mengejar anak buahnya dan meninggalkan Adamma sendirian di dalam ruangan.