Siang ini, tepatnya di kantor Danu. Ia terlihat gelisah dan tenang setelah berbicara dengan kekasihnya. Bagaimana tidak? Sekar tadi sempat memutuskan pembicaraannya dengan nada sangat kesal, seperti orang yang sedang dalam keadaan punya masalah besar. Ia coba memfokuskan diri dengan pekerjaannya, namun, tetap saja pikirannya merasa terganggu dengan sikap Sekar.
Danu menghela napas, ia sama sekali tidak bisa tenang bila terus menerus masalahnya berlarut-larut. Danu mengambil ponselnya, kemudian ia mengirimkan pesan pada Sekar.
'Baik, kalau itu mau kamu, kita ketemu siang ini jam 2 ya. Tapi setelah mas selesai ketemu klien.'
Pesan sudah terkirim ke Sekar, sekitar lima menit ia pun mendapatkan balasan pesan dari kekasihnya itu.
'oke, aku tunggu jam satu.'
"Apa? Kok, jam 1? Padahal aku memintanya jam 2." Danu mengirimkan pesan sekali lagi pada Sekar.
'Kok, jam 1, sayang? Aku kan bilang jam 2?'
'Aku mau jam 1 kita ketemu. Soalnya ini masalah yang sangat genting, Mas!' balasan Chat dari Sekar membuat Danu berusaha lebih sabar lagi.
'Tapi Mas mulai meeting jam 1, lho. Dan baru selesai sekitar jam 2-an, jadi, gak mungkin kan, Mas ninggalin meeting.'
'Terserah Mas aja, tapi Mas jangan menyesal,' balasan Sekar membuat Danu bertanya-tanya tentang isi pesan kekasihnya ini.
"Ada apa sih, sebenarnya?" Danu bergegas mencari tau apa yang terjadi pada kekasihnya itu.
'Sayang, kamu kenapa sih? Kayaknya hari ini kamu sensitif banget.' Ia langsung mengirimi pesan balasan.
Semenit..
Lima menit..
Bahkan sampai setengah jam, Sekar tidak kunjung membalas pesannya itu. Danu menghela napas, lalu menyendarkan tubuhnya sampai mengusap wajahnya. "Kamu kenapa sih, Sayang? Kenapa tiba-tiba kayak gini?" gumannya pelan.
Tok.
Tok.
Tok.
Suara ketukan pintu pun membuyarkan pikiran Danu tentang perubahan sikap Sekar.
"Masuk!"
"Permisi, Pak!" Seorang wanita mengenakan pakaian berwarna biru itu masuk dengan wajah sedikit tersenyum melihat Danu. "Maaf Pak, sudah waktunya meeting dengan klien."
"Lho, memangnya klien saya sudah pada datang?"
Wanita itu mengangguk.
"Tapi kan jadwal meetingnya jam 1?"
"Ada perubahan jadwal dari pihak klien, Pak!" sahut wanita itu.
"Kenapa kamu gak bilang ke saya?"
"Maaf Pak, ini sangat dadakan."
Danu berdehem, sedikit kesal. "Ya sudah, kamu balik temui kliennya, saya beres-beres dulu sebentar. Setelah itu, saya akan segera ke sana."
Wanita itu mengangguk dan meninggalkan ruangannya. Danu terlihat senang meeting dipercepat dari jadwal sebelumnya. Ia bergegas merapihkan file-file pentingnya dan juga flashdisk penyimpanan data. Dan keluar ruangannya yang sangat megah dengan interior yang terlihat mewah dan mahal.
Tak lama sampai di ruang rapat, ia bergegas menerangkan materi rapat di file presentasi dalam laptopnya. Klien cukup mengerti apa yang Danu terangkan, semua sangat sempurna. Rancangan atas pesanan perusahaan rekanan perusahaan tempat Danu bekerja sangat memuaskan, sesuai dengan permintaan mereka.
Bukan hanya itu saja, Danu juga menerangkan rencana biaya yang akan dibayarkan oleh kliennya atas jasa pembuatan di perusahaannya. Pembicaraan di ruang rapat itu lumayan alot, sesi tanya jawab membuat waktu terus bergulir dan mengubah hari menjadi semakin terik. Danu memberi jawaban yang membuat kliennya semakim yakin untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan Danu.
"Terima kasih Pak Danu! Kami sangat puas dengan rancangan dan juga rencana biaya yang bapak jabarkan atas semua pesanan kami nanti."
"Sama-sama, Pak! Kami juga senang akhirnya bapak bisa bekerja sama dengan kami dan juga puas dengan rancangan awal dari barang pesanan perusahaan bapak."
Mereka berdua pun berjabat tangan dan kliennya itu pamit pulang. "Oiya, Riana. Sekarang kamu siapkan semua file rancangan ke bagian produksi. Dan saya harus keluar karena urusan mendadak." Danu memberikan semua barang-barang yang ia bawa dan pergi dari hadapan Riana, sekretaris Danu itu.
Laki-laki bertubuh tinggi dan berotot itu berlari menuju parkiran setelah keluar dari lift di lantai dasar, sambil menggulung lengan bajunya hingga ke lengan atas.
Mobilpun mulai melaju saat gas di injak dan perseneling berganti, keluar dari parkiran kantornya. Laju mobil dikecepatan sedang, jalan raya cukup ramai dipenuhi mobil-mobil yang berlalu lalang. Tak seberapa jauh, jalanan pun mulai macet. Danu tidak bisa mengejar waktu yang ditentukan Sekar untuk bertemu dengannya.
Jam di pergelangan tangannya terlihat hampir menghabisi waktunya di jalanan yang sangat macet tanpa bisa maju sedikitpun. Danu tak menduga mobilnya harus terkena macet. Mulai melonggarkan dasinya, lalu membuka kancing bajunya hingga terlihat bongkahan dada bidang. Ia kepanasan, keringat tetap sangat mengucur walau ac mobil menyala dengan sangat kencang.
"Aduh, ada macet apa ya? Kenapa gak jalan-jalan?" keluh Danu mulai tak tenang. Ia membuka pintu mobilnya, melongok keluar sebentar. Antrian panjang membuat semua mobil tak bisa bergerak, baik maju maupun mundur. Ia melihat sekali lagi jam di pergelangan tangannya, "Bisa telat kalau macetnya seperti ini!" Ia seolah sudah putus asa. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan macet.
Danu hanya bisa menghela napas, dan menyadari apa yang akan dilakukan Sekar nanti bila ia sudah sampai di cafe. Ia mengucap wajahnya, lalu mengambil airbuds di dashboard mobilnya. Ia mulai menelepon Sekar agar kekasihnya lebih paham apa yang ia alami saat ini. Namun, Sekar tak menjawab. Bahkan Sekar memutuskan panggilan.
Laki-laki itu sudah kehilangan akal agar bisa bertemu kekasihnya itu. "Kacau, macetnya sudah parah. Mana gak ada jalan lain buat keluar dari macet!" keluh Danu, waktunya hampir habis, dan dia masih saja terduduk di kursi dalam mobil yang tidak bisa melakukan apapun juga.
"Rully!" pikir Danu. Ia bergegas memanggil asistennya itu. Percakapan pun terdengar lama antara Danu dan asistennya itu. "Ya sudah, kamu cepat ke sini, Rul, jangan lama-lama!" pinta Danu mengakhiri percakapannya.
Danu sudah mulai kepanasan, hari yang terik ditambah kemacetan yang sangat luar biasa itu mrmbuat ia harus melepaskan dasinya dan membuka dua kancing bagian atas bajunya. Ia juga cemas dengan jarum jam di pergelangan tangannya, hampir jam 1. Dan rasanya ia tidak bisa mengejar waktu untuk menepati janji pada Sekar. Rully juga belum sampai ke tempat dia berada, sudah lima belas menit ia menunggu asistennya itu di mobil.
Dari balik kaca spion, ia melihat Rully sedang berjalan di pinggiran trotoar dengan motornya. I melihat satu persatu mobil yang berjejer ke belakang itu. Danu bergegas turun, "Rully ... saya di sini!" teriak Danu memanggil asistennya itu. Pemuda berusia dua puluh tiga tahun itu berlari menghampiri Danu.
"Mana kunci motornya, biar saya naik motor kamu dan kamu bawa mobil saya balik ke kantor."
"Baik, Pak!"
Mereka berdua bertukar kendaraan. Danu menaiki motor Rully, begitu juga sebaliknya.
Danu bergegas pergi ke tempat Sekar berada, sudah tidak ada waktu lagi untuk tetap berada di jalanan yang macet itu.
****
Bersambung.