1 1. Kabar Berita.

"Apa? Menikah?" Siang ini gadis bernama Sekar dikejutkan oleh kabar berita yang menurutnya kurang masuk akal. Hari yang begitu panas setelah seharian kuliah dengan tugas yang menumpuk dan menunggu angkutan umum, ia harus mendengar kabar yang tidak mengenakan. Kabar yang membuat ia semakin senewen saat bibir Abinya mengatakan kata menikah.

Ia duduk setelah rasa panas di hatinya kian membuat dirinya itu semakin kesal. Duduk di hadapan kedua orang tua. Laki-laki berpeci dan berbaju koko menatap serius, namun wanita setengah baya duduk dengan santai sambil tersenyum. Dua ekspresi wajah yang saling berlawanan antara Abi dan Uminya.

"Iya, kamu harus menikah dengan laki-laki jodoh pilihan Abi, Sekar!" Abinya menegaskan sekali lagi perkataannya.

"Gak bisa gitu dong, Abi!" protes Sekar mengajukan banding akan perjodohan yang Abinya sebutkan. Bagaimanapun caranya, Sekar ingin Abi dan Uminya membatalkan perjodohan ini yang menurutnya sebuah tradisi kuno yang harus dihapuskan dari rumah itu.

"Kan Abi tau aku udah punya calon. Lagian, aku juga belum lulus kuliah, baru juga semester lima. Dan aku gak mau diberatkan urusan rumah tangga sebelum sidang skripsi," katanya beralasan. Ia enggan menyetujui prosesi perjodohan yang menurutnya tidak lagi pantas dilakukan pada jaman semodern ini. Ia juga berpikir, saat ini bukan lagi jaman Siti Nurbaya. Bukan hanya itu saja, Sekar berpikir tentang laki-laki calon pilihan Abinya itu, bisa saja laki-laki itu seseorang yang tua kayak Datuk Maringgih.

"Alasan!" kata Abinya sama keras wataknya dengan Sekar, sama-sama tidak mau mengalah. Bila sudah katanya, katanya juga ia dan Tania harus menuruti perintah. "Kamu bisa menikah sambil kuliah! Buktinya kamu bisa pacaran sama pacar kamu itu sambil kuliah 'kan?!" ungkap Abi tak mau kalah.

Sekar mendengus kesal. Melirik Uminya di samping Abinya yang sedari tadi hanya terdiam tanpa membantu Sekar sedikitpun. Uminya hanya bisa tersenyum menjengkelkan. "Tapi, emangnya harus jaman sekarang pakai perjodohan? Gak kan?" tanya Sekar melirik Abinya yang masih memasang wajah serius.

"Ya harus! Sekarang sudah waktunya kamu bantuin Abi buat membangun usaha yang sudah hampir bangkrut." Jelas Abi. Tanpa harus ada bantahan lagi dari anak gadisnya itu.

Lagi, Sekar mendengus. Kali ini ia sengaja, sebab, ia sangat kesal perjodohan ini lagi-lagi masalah usaha Abinya. "Apakah anak-anaknya menikah dengan alasan seperti ini?" tanya batin Sekar kesal.

"Abi mau jodohin aku, demi kebahagiaan aku atau demi kebahagiaan Abi?"

"Maksud kamu apa, Sekar?!"

"Perjodohan ini hanya demi kepentingan usaha Abi kan? Abi juga menjodohkan Kak Tania demi usaha Abi, sekarang aku ... Apa itu bukan demi kepentingan Abi?"

"Jaga mulut kamu, Sekar!" bentak Abi membuat keberaniannya menciut. Baru kali ini ia melihat Abinya begitu marah. Biasanya laki-laki itu tak pernah marah pada Sekar, hanya saja, kemauan Abinya harus selalu dituruti. "Abi menyekolahkan kamu tinggi-tinggi biar kamu bisa berpikir, bukan buat bicara gak sopan sama Abi!"

"Tapi Abi ... Sekar cuma--" Belum juga kalimat Sekar selesai diucapkan, Abinya sudah memotongnya.

"Sudah, Abi gak mau dengar alasan kamu lagi. Pokoknya, kamu harus terima perjodohan ini, titik!!" Kata titik di kalimat Abinya terakhir, membuat gadis itu tidak bisa lagi memberi sanggahan. Abinya berdiri dan masuk kamar.

Uminya duduk seakan mengabaikan pertengkaran anaknya dengan laki-laki yang sudah menjadi suaminya selama 28 tahun itu. Cuma seulas senyum yang seakan penuh tanda tanya di berikan pada anak gadisnya itu. "Ada apa ini?" ucap batin Sekar penasaran. Tidak biasanya wanita paruh baya itu hanya diam dan tersenyum.

"Umi, tolongin Sekar. Sekar gak mau dijodohin kayak kak Tania. Tolong bujuk Abi ya, Mi, biar perjodohan ini dibatalkan!" katanya merajuk.

Wanita berkerudung itu melipat koran yang ia baca. Lalu diletakan di atas meja. "Gak ada salahnya kamu mencoba perjodohan ini, siapa tau cocok dan kamu makin suka sama calon suami yang Abi pilihkan."

"Apaan sih, Umi?! Di mana-mana tuh ya, yang namanya perjodohan gak bisa bikin kita bahagia. Yang ada kita menyesal, apa lagi dia bukan laki-laki yang kita cintai."

Lagi, Uminya tersenyum mendengar pernyataan gadis itu.

"Siapa bilang? contohnya Umi sama Abi, walau dijodohkan kami bisa bahagia sampai sekarang. Bahkan Umi makin sayang sama Abi."

Ya, itu benar. Umi dan Abinya itu juga dijodohkan oleh orang tuanya. Perjodohan seakan menjadi momok yang mendarah daging di keluarga Sekar semenjak dulu. Buktinya, Kakak satu-satunya bernama Tania saja juga dijodohkan dengan laki-laki yang belum pernah ia temui. Padahal Abi sama Uminya sangat tau Tania sudah punya calon. Bahkan, Tania sudah dilamar oleh laki-laki itu.

Sayangnya, Abi dan Uminya mematahkan cinta Tania terhadap laki-laki yang amat dicintainya. Mungkin Tania bisa untuk diatur semuanya oleh Abinya, tapi Sekar tidak. Ia begitu keras kepala. 'Sampai kapanpun aku tidak akan mau dijodohkan.'

Umi berdiri, lalu menepuk-nepuk pundak Sekar sambil berkata ... "Udah, ikuti saja apa kata Abi mu! Insya Allah kamu pasti suka laki-laki pilihan Abi."

Sekar mendelik. Suka?? dalam pikirannya ia merasa jijik dan amit-amit membayangkan bahkan tidak bermimpi hidup dengan laki-laki tak ia cintai. "Maksud Umi?" selidik Sekar penasaran. Ucapan Umi kayak sebuah teka-teki yang susah buat mencari jawabannya.

"Pasti nanti kamu tau siapa laki-laki itu."

Sekar cuma bisa berdehem sambil memalingkan wajah kesalnya.

"Sudah, gak usah dipikirin. Jalani aja semua ritual perjodohan ini." Ucap Uminya, kemudian berlalu begitu saja dengan membiarkan rasa penasaran hati Sekar. Sambil menepuk-nepuk pundaknya.

Sekar menggerutu. Rasanya ia belum mengeluarkan semua pendapat maupun sanggahan yang ingin ia utarakan pada Abinya. Ia juga kesal sama sikap Uminya yang mendukung penuh Abinya atas perjodohan ini. I bingung, tidak tahu apa yang harus ia katakan pada pacarnya yang bernama Danu tentang perjodohan ini?

"Apa aku harus ... Ah ... iya, aku suruh saja mas Danu buat ngelamarku. Biar semua ritual perjodohan gak berguna ini bisa putus di aku..!" Pikirnya, lalu beranjak bangun dari tempat duduknya. Pergi ke kamar.

Ia raih ponsel dari atas meja, mencari nama mas Danu di dalam phone book di ponsel. Dan..

Tut. Jarinya menekan tombol hijau bergambar telepon, mendengarkan nada sambungnya. Tak ada yang mengangkat, panggilan teleponnya di abaikan.

sekali..

Dua kali..

tiga kali..

bahkan sampai enam kali Danu mengabaikan panggilan telepon gadis itu.

"Ck ... !" Sekar bedecak kesal.

"Kemana sih, mas Danu? Lagi genting gini malah gak diangkat?!" Keluhnya kian bertambah kesal.

'Mas.., angkat dong telepon aku.'

kirimnya ke chat.

ia berjalan mondar-mandir di dalam kamar menunggu tak sabar. Gelisah. Dikit-dikit ia melihat layar ponsel. Berharap Danu membaca pesannya dan menelepon balik.

drrt.. drrtt.. getar ponsel Sekar membuat ia sigap. Bergegas gadis itu melihat layar ponsel. Orang yang ia harapkan akhirnya membalas pesannya. Dibuka.

'Maaf sayang, mas tadi lagi di ruang meeting. Kenapa?'

Kata Danu di pesannya.

'Aku mau ketemu mas, PENTING!!' Balas Sekar.

'Jangan hari ini ya, mas mau ketemu klien. Mau bicara masalah produk baru perusahaan mas.'

Balasnya membuat bibir Sekar manyun. Ia telepon setelah membaca pesan itu. Dan kali ini langsung diangkat Danu.

"Ya sayang!" suara khas Danu terdengar dari balik telepon.

"Mas, pokoknya aku mau ketemu Mas hari ini. Titik!!" katanya menekan.

"Gak bisa gitu dong sayang, nanti mas dipecat." Danu tetap pada pendiriannya, tangannya sibuk memberaskan file, ponselnya ia jepit di lehernya. "Memangnya ada apa, sih?" Selidik Danu penasaran.

"Gak bisa diceritain di telepon, mas! Kalau memang mas Danu gak mau ketemu, mas akan menyesal nantinya."

"Lho ... lho, ada apa ini? Kenapa kamu ngomongnya kayak gitu?!" tanya Mas Danu, suara kertas yang sedari tadi terdengar berhenti. Danu menghentikan kegiatannya sebentar. Ia tidak bisa konsentrasi bekerja.

"Gak bisa dijelasin di telepon mas, kalau mas mau ketemu, mas bisa temui aku di kafe pertama kali kita ketemu," kataku mengultimatum Danu. Ia tak peduli mau dibilang egois atau tidak, yang jelas ia hanya mau perjodohan itu batal dan Danu menikahinya.

"Sayang ... sa ..."

Tut.. aku mematikan sambungannya. "Kenapa dimatiin sih?" keluh Danu penuh tanda tanya. Hatinya benar-benar tidak tenang setelah mendapati perkataan dan sikap kekasihnya itu berubah dan terdengar aneh. Ia duduk sambil berpikir.

Sedangkan Sekar, ia menghempaskan bokongnya di kursi.Duduk dengan wajah menekuk kesal.

'Baik, kalau itu mau kamu, kita ketemu siang ini jam 2 ya. Tapi setelah mas selesai ketemu klien.'

Satu pesan masuk yang bikin wajah Sekar sedikit ceria. Hatinya pun terasa adem membaca pesan dari Danu.

'oke, aku tunggu jam satu.' balas Sekar.

****

Bersambung.

avataravatar
Next chapter