webnovel

ABDUL

#ABDUL# cerita yang saya ciptakan ini hanyalah sebatas karangan saja, tidak memiliki peristiwa ataupun waktu yang bersangkutan dengan sejarah manapun. sekiranya jika ada sisi manfaatnya silakan di ambil hikmahnya, namun jika tidak semoga menginspirasikan hati para pembaca. terlebihnya semoga dari cerita ini selalu dalam pandangan positif tanpa menyinggung pihak manapun ataupun semacamnya. lanjut.... dikisahkan seorang pemuda di masa hidupnya hanya di penuhi dengan kelicikan diri, karena berbagai peristiwa dan kisah sedih yang di alaminya dahulu hingga menjadikannya seorang yang berhati licik. hingga suatu saat dia mendapatkan takdir yang tidak pernah di duganya. walau terus menolak dan terus menghindar tak membuat dirinya terlepas dari takdirnya sendiri. hingga pada akhirnya dia lelah dan pada akhirnya melakukan pengembaraan di berbagai-bagai tempat.

AK00035019 · Fantasy
Not enough ratings
23 Chs

PERTAUBATAN

Semua perbuatan buruk dirinya menghantui menembus pendengarannya. Merasa tak tahan mendengarkan semua suara-suara itu lantas dia pingsan tak kuasa menahan ketakutan yang di alaminya.

Saat terbangun kembali dia sudah berada di sekumpulan cermin yang melingkarinya, awalnya cermin-cermin itu terlihat biasa saja, namun secara tiba-tiba cermin itu memperlihatkan lagi kepadanya perbuatan buruknya hingga berbagai siksa yang akan dia terima nanti. Menjadi ketakutan yang sangat luar biasa kepada abdul, kini dia mulai merendah diri dan memohon-mohon ampun kepadanya, cucuran air mata tak bisa menghindar dari semua yang terjadi walau mata tertutup namun telinga masih dapat mendengar. Semuanya sirna dengan sekejap, sudah tak mampu untuk tegar berdiri lagi baju yang basah layaknya seperti mandi dan dia rapu seperti ranting yang tua.

Belumlah cermin-cermin itu menghilang kini menampilkan pula gambaran masa-masa indahnya bersama ibu dan ayahnya, dia menangis rindu seakan ingin menggapai dan memeluk mereka. Seketika semua cermin itu pecah, hilanglah semua gambaran dari masa kecilnya, dia menangis sangat rindu kedua orang tuanya. Sekejap wajahnya terkena sinaran cahaya pintu yang tepat di depan matanya, mendengar pula suara tertawa dirinya yang masih kecil bersama kedua orang tuanya. Dia berlari menuju pintu itu. Di tempat yang indah layaknya taman, terlihat abdul yang masih kecil bermain dan tertawa bahagia. Hussein mengucapkan kalimat yang telah di lupakan abdul selama ini.

"Nak jika kami tiada suatu saat nanti, janganlah kamu sampai berburuk sangka kepadanya, semua yang ada di dunia ini atas kekuasaan, perintah, dan kehendaknya, pasti akan musnah dan kembali kepadanya. Kami akan sedih jika kamu menjadi manusia yang buruk dan kami juga akan binasa jika kamu akan sesat dalam asutan terkutuk.

Gunakanlah apa yang kamu punya untuk kebaikan, apa yang ayah dan ibu tanamkan untukmu agar kelak kamu menjadi anak berbakti dan manusia yang baik." Ucap hussein menatap anaknya. Di dalam pelukan ibu dan ayahnya, abdul mengucapkan janji yang ternyata dia lupakannya juga. "sungguh aku lupa, semuanya aku lupa karna kemarahan dan kekecewaan selama ini. Ayah, ibu maafkanlah aku."

Setelah menyesali semua perbuatannya, suasana tempat dia berada semuanya kembali seperti sediakala, dia tersadar di bangunkan oleh usman di kala basah kuyup terkena siraman hujan. Terheran-heran melihat sekeliling adalah halaman belakang gubuknya barulah dia tahu selama yang terjadi dia hanya berjalan di tempat itu saja, namun gambaran itu sangat nyata yang terjadi. Tetapi kini dia akan kembali kepada yang baik dan yang benar, dia meminta agar usman mau mengajarinya mulai dari awal seperti ketika pertama kali tinggal bersama sang paman.

Sepuluh tahun kemudian.

"tiada penolong melainkan dari engkau sendiri, bimbinglah diriku selalu, aamiin." Hafsan menepuk pundaknya. "Salam abdul." Abdul melirik lalu membalas. "Salam hafsan."

"Jauh lebih baik?."

"Tiada yang baik melainkan adanya sahabat sepertimu hafsan."

Hafsan tertawa mendengar ucapan Abdul.

"Mengapa kamu tertawa?."

"aku tertawa karena seakan kau hanya memiliki satu sahabat."

Hafsan lantas murung setelah tertawa. "Hay hafsan mengapa dengan dirimu tiba-tiba murung seperti ini." Kemurungan hafsan di karenakan paman mereka yang semakin melemah tak mampu untuk bertahan lagi.

"Semakin hari paman usman semakin melemah, aku takut jika dia...." Abdul langsung memotong ucapan Abdul. "Tidak, paman usman akan baik-baik saja."

Mereka berdua segera pergi menemui Usman. Terlihat Usman yang telah rapuh kini hanya terbaring di rumah.

"Paman baik-baik saja?." Tanya Abdul. Tak dapat lagi menjawab dengan suara, Usman hanya mengerakkan kepala sebagai tanda dirinya baik-baik saja. "Amir jagalah dahulu paman, aku dan hafsan ada di luar jika kamu membutuhkan bantuan."

"aku sangat khawatir mengenai kondisi paman." Ungkap hafsan. Abdul mencoba menenangkan hafsan dari perasaan resahnya. "tidak hafsan itu semua hanyalah pemikiran buruk saja, paman itu baik-baik saja." Hafsan menyelah ucapan Abdul kepadanya. "aku tau paman tidak sedang baik-baik saja, dia hanya tidak ingin kita khawatir, maka itu dia mengangguk agar terlihat baik-baik saja." Abdul tidaklah mempercayai dengan apa yang di terangkan oleh hafsan. Tetapi hafsan menjelaskan semua yang terjadi saat dia tidak berada di samping usman.

"jangan mengatakan hal yang membuat mu sendiri kawatir hafsan."

Amir berlari menemui mereka berdua untuk mengabarkan bahwa Usman telah tiada. Kesedihan tentu datang melanda, hafsan yang kini di tinggalkan sang paman sangat sedih, satu-satunya orang yang masih ada di dalam hidupnya. Melihat yang di alami oleh hafsan benar-benar menjadi gambaran kesedihannya ketika tiadanya kedua orang tuanya.