webnovel

A Story You Can Tell

PERINGATAN! Rate 18+ Mengandung kekerasan Fuguel, lelaki tanpa ekspresi itu telah kehilangan hampir semua hal dalam hidupnya. Kemudian Albert, penyihir muda yang juga pangeran dari Ririas, lari dari negerinya setelah mengetahui sebuah kenyataan yang menyakitkan. Keduanya kemudian bertemu di sebuah wilayah gersang dan melakukan perjalanan untuk mengembalikan tubuh Fuguel seperti semula. Selama perjalanan itu, mereka melalui banyak hal, bertemu dengan banyak orang, belajar mengenai arti cinta, dan belajar memaknai kehidupan. A Story You Can Tell sendiri merupakan kisah cinta. Cinta yang menjadi kekuatan atas segala tindakan, sekaligus rasa sakit terburuk yang pernah manusia rasakan.

aylenasensei · Fantasy
Not enough ratings
43 Chs

Kemarahan Aran

Aran tampak cemas ketika melihat Tuan Tyr muncul dari balik pintu. Sepanjang malam pemuda itu tidak tidur menunggu kepulangan ayahnya. Tuan Tyr belum pernah pulang begitu lama meski bertemu raja sekalipun.

"Apa kau baik-baik saja?" Aran memapah pria tua itu dan meminta pelayan untuk menyiapkan tempat istirahat.

"Aku baik-baik saja."

"Apa kau yakin?"

"Iya."

Tuan Tyr tak mengindahkan anaknya dan langsung menuju kamar. Ia memberi isyarat agar tak diganggu. Memahami sifat pria itu, Aran tidak lagi memaksa dan membiarkan ayahnya sendirian untuk sementara waktu. Meski begitu, kecemasan tak kunjung hilang dari diri Aran.

Di sisi lain, Albert masih berada di menara tempat lonceng besar bergelantung. Anak itu lagi-lagi terhanyut dalam pikirannya. Ada sesuatu yang benar-benar mengusiknya setelah percakapan panjang dengan Tuan Tyr. Sebelum pria itu pergi, Albert sempat menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak ia tanyakan. Sungguh sial anak muda itu karena berakhir mengetahui sisi gelap dari Tuan Tyr.

"Apa kau memberitahu Mithyst … atau setidaknya Aran mengenai rencanamu ini?"

Tuan Tyr diam sesaat. Wajahnya terlihat begitu dingin bak orang lain saja. Itu adalah sisi Tuan Tyr yang untuk pertama kalinya dilihat Albert.

"Anak-anak itu ingin mengembalikan Rurall tanpa menyadari kubangan lumpur yang mereka lewati. Bahkan jalan berlumpur sendiri masih lebih baik, karena setelahnya hanyalah pertumpahan darah …," raut wajah Tuan Tyr tiba-tiba berubah, bibirnya tersenyum tapi tidak dengan matanya. "Semangat muda memang luar biasa. Mereka berjuang seolah rintangan apapun dapat terlewati asal ada kemauan."

Albert tidak senang mendengarnya. Ucapan yang terdengar sangat dingin. "Bukankah kau sangat menyayangi muridmu itu. Kau bahkan tidak memberitahu Aran, purtramu sendiri. Kau kejam sekali Tuan Tyr."

"Mungkin. Tapi aku sadar bahwa hal yang ingin kuraih tidak bisa dicapai tanpa pengorbanan. Aku mungkin sangat arogan karena membahas soal kepercayaan sebelumnya. Padahal aku sendiri yang mengkhianati kepercayaan anak-anak muda itu. Tapi … mereka jelas belum siap, dan aku tidak ingin ketidaksiapan mereka menghalangi rencanaku."

Albert tersenyum pahit, "Apanya yang negeri para peri. Kau lebih mirip iblis---memanfaatkan mimpi orang lain untuk mencapai ambisimu." Tuan Tyr tertawa terbahak-bahak mendengar hal itu.

"Kau memang benar," ucapnya lirih.

"Apapun itu, itu bukan urusanku," balas Albert acuh tak acuh.

Mengingat percakapan itu, Albert sedikit merasa bersalah karena ia hanya akan diam. Lagi pula pertemuan ini tidak diketahui oleh orang lain. Sangat tidak sopan jika ia membeberkan rahasia orang lain, sedangkan rahasiannya sendiri tidak boleh dibuka. Tuan Tyr bahkan melakukan sumpah untuk mendapat kepercayaannya.

"Aaaa sudahlah …," Albert meregangkan tubuhnya kemudian menguap sangat lebar. "Tidak ada gunanya bersimpati kepada mereka. Aku sendiri juga tidak bisa mengubah apapun. Ada hal lain yang harus kulakukan." Albert berceloteh kepada dirinya sendiri kemudian meninggalkan menara itu.

Sehari setelah pertemuan itu berlangsung, Albert kembali ke kediaman Vysteria. Di sana, ia disambut dengan tatapan tajam putra bungsu dari salah satu keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh besar terhadap Rurall.

"Apa sedang terjadi sesuatu?" Pikir Albert.

Sesaat, Aran terlihat menggerutu. Setelah itu, ia kembali diam dan mengantar Albert ke ruang kerja Tuan Tyr. Di ruangan tersebut terlihat Tuan Tyr sedang menulis sesuatu di meja kerjanya.

"Kau datang lebih awal rupanya," Tuan Tyr menghentikan aktivitasnya dan beranjak. Ia meminta Aran untuk keluar agar membiarkan Albert dan dirinya berbicara empat mata.

"Ada apa dengan Aran?" Tanya Albert setelah melihat Aran dengan wajah kesal sembari membanting pintu saat keluar. Sedangkan Tuan Tyr hanya mendengus.

"Anak itu bersikeras untuk mengetahui alasanku keluar rumah dua hari yang lalu. Tidak heran ia sampai sekesal itu. Selama ini, sebagai kepala keluarga aku selalu bertindak seenaknya dan menyerahkan segala urusan kepada Aran."

"Jadi apa kau memberitahunya?"

Tuan Tyr kemudian diam sesaat sebelum tertawa sangat keras. "Aku tidak mungkin memberitahunya." Albert bernapas lega.

"Tapi cepat atau lambat dia pasti akan mengetahuinya."

Albert menatap heran kemudian bertanya, "Mengapa demikian?"

"Tentu saja …," pria tua itu melepas sarung tangan putih di tangan kanannya. Simbol yang terpatri di punggung tangan Tuan Tyr terlihat berwarna keemasan. "Ini adalah bukti dari sumpah setia. Kepala keluarga terdahulu menggunakannya untuk menunjukkan kesetiaan kepada Raja yang mereka layani."

Albert terperanjat. "Kau menggunakan hal sepenting kepadaku? Anak yang baru bertemu denganmu selama sepekan?" Kau benar-benar gila." Anak itu menggeleng-gelengkan kepala karena masih tidak percaya.

Tuan Tyr hanya tersenyum jail seolah-olah hal yang ia lakukan bukan hal yang besar. Padahal bukti kesetiaan adalah sesuatu yang keramat dari sejarah keluarganya. Namun, menggunakan sumpah tersebut untuk mendapatkan kepercayaan seorang anak, bukankah terlalu berlebihan?

"Jika Aran tahu, dia akan membunuhku," Albert kesal. Anak itu menatap Tuan Tyr tajam. Meski begitu, pria tua itu terlihat tenang-tenang saja. Sikap santainya membuat Albert sedikit khawatir.

"Aku tidak yakin dia orang yang sama dengan orang yang bercerita waktu itu. Usia memang menakutkan. Perubahan sifatnya dari muda hingga saat ini benar-benar sulit dibayangkan," pikir Albert sembari mengacak-acak rambutnya. Setelah itu mereka yang usianya terpaut jauh tampak bercakap-cakap seperti teman lama.

Beberapa jam setelah dibicarakan, hal yang ditakutkan akhirnya benar-benar terjadi.

"Apa Ayah sudah gila?!"

Tuan Tyr hanya diam. Tidak berani membalas ucapan anaknya setelah bertindak sesuka hati.

"Kau tahu bahwa sumpah itu sakral, tapi bisa-bisanya kau mengucapkannya pada anak yang asal-usulnya tidak jelas." Ucapan pemuda itu sepertinya sudah berlebihan. Ia menununjuk-nunjuk Albert layaknya anak gelandangan di pinggir jalan. Tapi tidak ada salahnya juga, Albert saat ini tidak ada bedanya dengan anak-anak itu.

Tuan Tyr menggunakan telunjuk untuk menutup sebelah telinganya. Kemarahan Aran memang tidak terhindarkan tetapi omelannya benar-benar memekakkan telinga.

"Dari awal aku memang kurang setuju dengan rencanamu mengajari anak ini berpedang. Ilmu pedang keluarga Vyteria bukan sesuatu yang bisa diajarkan kepada siapa saja. Tapi, aku sadar bahwa demi mencapai tujuan memang harus ada yang dikorbakan. Makanya aku tetap menuruti kemauanmu."

"Sudah … sudah …," Tuan Tyr mencoba menenangkan anaknya, tapi tidak berhasil. Pria tua itu kelihatan bersimpati, tapi sama sekali tidak menyesali perbuatannya. Sungguh malang nasib anak-anak Tuan Tyr harus memiliki ayah yang egois sepertinya.

"Lupakan saja! Kau memang selalu seperti itu." Aran meninggalkan tempat latihan dengan suasana suram. Albert dan Tuan Tyr saling menatap.

"Sebelum mewujudkan ambisimu, sepertinya kau harus mengurus anakmu terlebih dahulu," jelas Albert dengan senyum sarkas. Sedangkan Tuan Tyr mengembuskan napas perlahan kemudian menggeleng-gelengkan kepala. Ia kemudian mengisayaratkan pelayan merapikan ruangan dan menyudahi latihan kali ini.

Dua jam sebelum kejadian. Setelah Tuan Tyr dan Albert menghabiskan waktu berbincang, mereka memutuskan untuk bertarung.

"Sepertinya tubuhku agak kaku, anak muda simpan barangmu dan bertarung denganku!"

"Ehh? Apa kau tidak punya hal lain yang harus dikerjakan?"

"Hal itu bisa diurus nanti.

Keduanya mulai berlatih seperti biasa. Tetapi berbeda dengan sebelum-sebelumnya, Albert merasa lebih ringan. Saling terbuka nampaknya memberi pengaruh positif kepada kedua orang itu. Tanpa mereka sadari, mungkin kepercayaan benar-benar sedang terjalin di antara mereka.

Kemudian insiden itu terjadi …

"Syut!"

"Gerakanmu tidak buruk," Sarung tangan yang Tuan Tyr gunakan sobek akibat serangan Albert. Tetapi karena belum terbiasa, Tuan Tyr mengabaikan hal itu dan terus melanjutkan pertarungan. Di saat itulah Aran muncul di ruang latihan dan melihat sesuatu di punggung tangan Tuan Tyr.

"Ayahanda! Apa kau terluka?" Aran masih terlihat mengkhawatirkan Tuan Tyr.

"Aku baik-baik …," tiba-tiba Aran menarik lengan ayahnya dan melepas sarung tangan yang sobek itu.

"Ah!" Albert dan Tuan Tyr bersamaan menyadari kesalahan mereka. Kesalahan karena tidak menyembunyikan rahasia mereka dengan baik.

"Apa ini?"

"I—itu …," Tuan Tyr berkeringat dingin. Pria tua itu mencoba mengibuli anaknya sendiri. Sebuah usaha yang sia-sia.

"Ini hal yang kau sembunyikan dariku …," Aran tersenyum tipis. Senyuman itu menandakan kekecewaan. Ia menatap simbol yang terpatri di punggung tangan Tuan Tyr lekat. Simbol sakral, sebuah bukti kesetiaan yang memiliki bobot luar biasa bagi setiap kepala keluarga Vysteria yang pernah mengucapkannya.

"Jadi, kepada siapa kau menggunakannya?" Tatapan tajam Aran terlihat benar-benar manakutkan. "Aku tidak yakin ayah mengucapkan ini kepada Yang Mulia. Sekalipun ayah ingin melakukan sumpah setia, seharusnya ayah sudah melakukannya dari dulu."

Tuan Tyr menelan ludah sekali. Untuk pertama kalinya ia sadar bahwa tindakannya sudah kelewatan. Setelah itu, ia memberitahu Aran bahwa ia telah mengucapkan sumpahnya kepada penyihir yang akan membantu mereka menuju lembah terlarang.

~