webnovel

8

" sepertinya aku harus tetap tegar meskipun dunia ingin menjatuhkan.."

-Aila-

Gilang Pov.

Entah kegilaan apa yang telah kulakukan, menerima Aila menjadi pengganti Siska yaitu perempuan pilihan orang tuaku yang pada kenyatannya dia lebih memilih karir modelingnya daripada pernikahan yang tinggal menghitung hari lagi.

Yaa ku akui, Aila adalah perempuan yang cantik selalu tegar dalam segala skenario yang ada, ayahnya mengatakan padaku sesuatu hal yang sulit kupercayai sekalipun.

"Saya meminta maaf nak Gilang, Siska pergi meninggalakan rumah tanpa jejak sama sekali mengingat pernikahan tinggal menghitung hari maukah nak Gilang menerima Aila sebagai pengganti, akan tetapi ia sudah kehilangan mahkotanya"

Tdk ada pilihan lain selain menyetujui semuanya, tetapi ada perasaan janggal dalam diriku. Hatiku tak bisa mempercayai sosok Aila menjadi perempuan serendah itu.

Awalnya diriku mengira Aila-lah yang akan menjadi istriku akan tetapi itu diluar rencana allah, semua diluar imajinasiku.

Tetapi sepertinya allah mendengar apa yang ku ingini,Aila kini yang menjadi calonku.

Aila.....

Perempuan yang telah memikat hatiku beberapa tahun lalu, entah diriku mengira itu hanyalah Cinta monyet dalam masa smp tetapi itu berlanjut hingga detik ini. Membayangkan wajah tenang perempuan itu membuat detak jantungku berpacu cukup cepat.

-Gilang Pov end-

.

.

.

Mataku tetap Setia menatap rembulan sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, fikiranku tetap berkelana pada pernikahan yang sangat kuyakini akan memberiku luka yang cukup besar nantinya.

Napasku tdk bisa tenang, jantung berpacu begitu cepat ketakutan ini takkan pernah bisa pudar sampai seribu tahun lamanya, firasatku mengatakan akan ada luka yang begitu besar menghampiriku.

Mengapa kak Siska harus melampiaskan semua beban ini padaku, kenapa harus aku?, tidakkah cukup luka yang kuterima semenjak kehadirannya bersama Ibu Miranda dirumah ini. Mengambil semua perhatian ayah dan sampai ayahku sendiri tdk bisa mengenali anak kandungnya sendiri.

Ingatanku kembali pada janji setiaku pada bunda, bahwa aku akan memakai cadar tepat sehari ijab kabul pernikahanku diucapkan oleh Imam yang allah kirimkan padaku.

"Non Aila belum tidur?"aku menoleh dan menemukan salah satu pembantu dirumah ini sedang berdiri di ambang pintu

"Belum bi, saya memikirkan mengapa takdir sangat menyukai memberiku permainan yang sangat besar seperti sekarang ini"jawabku dan mataku kembali menatap ribuan Bintang yang saling menyinari satu sama lain. Seakan bertanding siapa pemilik cahaya paling terang.

"Non Aila harus tetap tegar Seperti Bintang yang paling kecil itu, cahayanya redup posisinya seakan paling bawah tapi lihatlah ia tetap Setia berada disana bahkan tdk memilih mundur sama sekali. Bahkan lihat Bintang dekat bulan itu. Ia sangat kecil tetapi ia seakan tersenyum dan menunjukkan pada semua Bintang yang lebih besar darinya bahwa dia bisa berada didekat bulan. Paling dekat malah"perempuan yang berumur 48 tahun itu datang kesisiku menjelaskan sebuah makna kehidupan melalui objek yang sedang ku tatap diatas sana. Sesekali perempuan yang bernama Hani ini mengelus punggungku menyalurkan sebuah ketegaran menandakan bahwa saya tidak sendiri.

"Terimakasih bi, sekarang Aila akan berusaha setegar Bintang-bintang itu. Semenjak bunda pergi hanya bibi tetap Setia mendukung Aila"

Bi Hani hanya tersenyum dan tetap menunjukkan senyum menenangkan untukku, aku kira semenjak kepergian bunda semuanya ikut pergi tetapi nyatanya tidak. Ada paruh baya yang masih mendukungku, ia tetap memberikan sebuah hal yang sepatutnya ayah berikan padaku. Rasa kasih sayang yang sangat aku rindukan malah datang dari orang lain. Bukan dari ayah kandungku sendiri.

Jujur saja, ayah telah berubah dari waktu ke waktu bahkan aku semakin tidak mengenalinya. Sikapnya sekarang kini tak seperti sikapnya saat bunda masih berada di antara kami. Sempat terbesit dalam benakku untuk mengusir mereka dari rumah ini tapi itu bukan sifat yang bunda ajarkan.

Bunda..

Sosok malaikat yang selalu mengajarkan banyak hal padaku termasuk bersikap baik kepada setiap orang meskipun mereka orang paling jahat sekalipun, tetapi yang menjadi pertanyaanku saat ini adalah apakah aku harus tetap bersikap baik pada ayah yang tega mengatai Putrinya sendiri?

"Bi.. Apakah bibi juga berfikir bahwa aila adalah perempuan rendah seperti yang ayah tuduhkan?"tanyaku tanpa menatapnya sama sekali, berusaha menyiapkan hati jika bi Hani juga ikut mengataiku.

"Non,bibi ada dirumah ini sebelum non lahir dan bibi tetap ada disini sedang non sudah sebesar ini! Bibi hafal sikap nyonya dalam mendidik Putri semata wayangnya dan bibi sangatlah yakin bahwa itu tidaklah benar, tuan hanya sedang dibutakan oleh kenyataan serta bukti yang ibu miranda berikan. Tetap bersabar ya non. Allah pasti memberikan yang terbaik" aku tersenyum lega mendengarkan perkataan bi Hani, ada rasa yang tidak bisa kujelaskan mendengar kata demi kata yang ia ucapkan.

"Terimakasih bi" ucapku lirih sambari memeluknya erat, berusaha merasakan kehangatan yang begitu kurindukan. Dan dapat kurasakan bi Hani tersenyum dan mengelus pelan punggungku. Berusaha menguatkan perempuan rapuh sepertiku.