webnovel

10

"... Kita hanya perlu memahami apa yang takdir suguhkan agar kita paham bagaimana Allah memberikan kita hal paling baik di bumi..."

.

.

****

Mataku mengedar menyelusuri setiap sudut rumah yang kini menjadi tempatku entah itu sementara ataukah selamanya. Rumah ini Indah, interior dan desainnya klasiknya entah dari mana. Ini seperti rumah impianku.

Warna perpaduannya sangat memikat mataku, menghipnotisnya selama sepersekian detik sangat Indah. Bahkan aku begitu kagum cara Kak Gilang memilih setiap alat-alatnya yang sangat apik dan cocok dengan bentuknya. Apalagi dia adalah laki-laki tapi bisa menandingi perempuan dalam mengurus rumah hingga sebagus ini.

"Kau menyukainya Aila?"perkataan itu membuyarkan lamunanku dan menatap Gilang yang sedang duduk santai di sofa seraya menatapku, matanya seakan menyiratkan sebuah pengharapan bahwa nantinya jawabanku membuatnya senang.

Sejenak aku memikirkan beberapa kata agar ia merasa puas akan perkataanku nantinya. Meskipun aku tidak menginginkan pernikahan ini setidaknya aku tidak melampiaskan semuanya pada laki-laki itu. Dia juga korban disini. Iya korban. Korban atas keserakahan kak Siska.

"Iya,interiornya Indah dan cukup menarik membuat seseorang yang menempatinya nanti bisa nyaman dan tenang. Dan sepertinya ini rumah impian dari sederet rumah impian yang ku impikan."dan benar, laki-laki itu tersenyum senang memperlihatkan lesung pipinya seakan jawabanku tadi adalah kebahagiaan tersendiri untuknya.

Sejenak aku berfikir apakah dia tidak merasa bahwa aku adalah sebuah pengganti kenapa matanya malah memperlihatkan bahwa inilah pernikahan yang ia tunggu selama ini. Pernikahan yang ia rancang sejak beberapa minggu lalu. Padahal nyatanya disini aku adalah pengganti seseorang yang seharusnya ia nikahi.

"Benarkah?, aku cukup senang jika kau menyukainya. Jadi aku tak perlu risau jika kau tak nyaman disini nantinya"ucapnya dengan suara yang benar-benar bahagia. Matanya memancarkan sebuah kebahagiaan.

Ada sedikit kebahagiaan terselip dalam hatiku. Sedang menyelusup masuk menerobos pertahanan yang kubangun saat senyum bahagia itu benar-benar terlihat sangat tulis. Sebernarnya ada apa dengan laki-laki ini bukannya kecewa karena bukan perempuan itu yang ia nikahi tetapi ia malah cukup .bukan cukup tetapi sangat menikmati perannya sebagai suamiku.

"Yaudah, kita kekamar menyusun pakaian"ajaknya

Jantungku berdetak kencang, apalagi kak Gilang telah berlalu membawa koperku yang berukuran sedang.

"Gilang..."panggilku setelah berhasil menyusulnya beberapa langkah. Ia berhenti melangkah dan berbalik menatapku

"Tdk bisakah aku mempunyai kamar sendiri?"tanyaku dengan pelan hampir tak terdengar akan tetapi sepertinya laki-laki yang beberapa jam lalu kini telah berstatus suamiku mendengarnya

Hatiku merasa bersalah telah melontarkan kata-kata itu, karena kini wajah yang tadinya cukup bahagia berubah menjadi muram. Matanya yang tadinya memancarkan kebahagiaan kini terlihat kosong. Menatapku dengan gamang.

Apa aku menyebutkan sesuatu yang salah disini? Aku hanyalah pengganti mempelai wanita dan aku adalah bukan pemeran utama yang sebenarnya disini. Aku hanyalah tokoh yang kebetulan lewat dan ditarik paksa berada di titik sekarang ini.

Beberapa menit telah berlalu tetapi Gilang belum bersuara sama sekali ia masih menatapku dengan tatapan kosong seakan perkataanku tadi adalah hal yang membuatnya hancur seketika.

Tak ada yang salah bukan jika aku mengucapkan hal seperti itu, aku sudah terbiasa dengan kesendirian, hatiku menyukai kesepian, sunyi.

"Apakah sesulit itu memasuki duniamu Aila?" bukan jawaban atas pertanyaanku dilontarkan olehnya tetapi sebuah pertanyaan baru dan akupun tak tau apa jawabannya

Aku tersentak kaget saat tiba-tiba Gilang menarik lenganku menuju taman belakang rumah ini. Ia menuntunku duduk dan ia menyusul didekatku.

Iapun menatapku seakan menunggu jawaban atas pertanyaannya beberapa waktu lalu.

"Aku menyukai dunia gelap Gilang, sendiri. Sunyi. Sepi. Tenang. Itu adalah duniaku, itu telah melekat sempurna dalam kehidupanku, aku saja tak tau dimana diriku sebenernya berpijak, kau psikiater bukan? Kau bisa melihat sehancur bagaimana aku. Kau bisa melihat dari mataku semuanya hampa. Seberapa kalipun aku bangkit takdir takkan pernah memihak padaku"ucapku dengan teriakan di akhir.

Sedangkan gilang, ia hanya mengulas senyum sekilas lalu menarikku kedalam pelukannya.

"Aku senang kau memperlihatkan dirimu yang sebenarnya Aila, aku sangat tau selama ini kau hanya sedang berusaha membangun pribadi lain agar terlihat baik-baik saja didepan semua org, tapi tdk denganku Aila! Aku adalah suamimu. Labuhkan semuanya padaku, jangan perlihatkan sosok lain padaku"ucapan Gilang membuatku menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya. Meluapkan segala luka dalam hatiku.

Apakah sosok yang sedang memelukku adalah jawaban atas doaku ya allah, apakah ia akan mengembalikan jiwaku?

Apakah nantinya aku bisa menemukan sedikit pengharapan itu, hingga bisa menjadi nyata bukan hanya sebagai bunga tidurku saja. Sejenak aku bingung dengan keadaan tak mendasar ini. Sungguh sulit dipahami takdir apa yang sedang bermain teka teki disini.

"Bukankah aku adalah pengganti disini dan sebenarnya yang ingin kau nikahi adalah kakak tiriku itu. Kenapa kau begitu bahagia seakan inilah yang sebenarnya hatimu inginkan. Kenapa sikapmu tdk memperlihatkan kekecewaan sama sekali sedang aku adalah perempuan yang tidak seharusnya disini. Kenapa.... " ucapanku terhenti tatkala kak Gilang mengeratkan pelukannya padaku. Seakan tidak menyukai perkataanku barusan.

Tetapi benarkan?

"Kau tau Aila? Takdir tidak ada yang bisa ditebak. Bahkan Allah yang menentukan segala sesuatu mungkin para keluarga kita menginginkan aku bersama Siska tetapi sang pencipta mentakdirkan aku untukmu begitupun sebaliknya. Harusnya kamu menerima ini dengan ikhlas dan menikmati setiap proses yang Allah berikan pada kita." Aku tertegun mendengar perkataan Gilang. Apa Allah benar-benar ingin aku dengan Kak Gilang?

"Aku cukup mensyukuri apa yang terjadi sekarang. Aku begitu menikmati setiap proses yang Allah berikan padaku. Jika pada akhirnya usahaku mempersunting Siska berakhir dikamu itu berarti jodohku adalah Kamu bukan Siska. Kita hanya mampu mengimbangi takdir dengan bersyukur bukan menentangnya serta memberontak. Menurutku itu hanya membuang waktu saja."

Aku hanya terdiam. Mencoba mengerti setiap kata yang Kak Gilang lontarkan tadi. Takdir memang sebercanda ini.

****