Aku menggeliatkan badan. Suara telpon memecahkan tidur lelapku.
Aku melihat jam. Waktu menunjukan pukul tujuh pagi. bangun kesiangan. Sudah kuduga sebelumnnya karena semalaman aku tak bisa tidur karena terbayang-bayang Fahmi terus. Mungkin efek jatuh cinta.
Handphone itu tak lagi berdering. Aku bernafas lega. Melanjutkan kembali tidurku yang sempat tertunda.
Tapi baru saja memejamkan mata handphone itu kembali berdering. Aku melihat layar ponsel, di sana tertera nama nenek kesayanganku. Aku dengan semangat menerima panggilan video tersebut.
"Hallo nek." Seruku semangat.
"Hai sayang. Kamu baik-baik aja-kan?" nenek membalas sapaanku.
"Baik nek. Nenek baik-baik aja-kan sama kakek?" tanyaku
"Baik kok. Gimana kamu betah di sana? Masalahnya udah diselesaikan?" Aku mendengus kesal. Mengapa nenek menanyakan hal tersebut? Moodku tiba-tiba berubah karena pertanyaan nenek barusan.
Aku merengek tak jelas. "Nek aku rindu banget sama nenek." Ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Kamu ini ya, kamu kan udah besar masa masih merengek kaya anak kecil gitu sih. Hilangin tuh kebiasaan kaya gitu, gak baik." Nenek mulai menasehatiku.
"Iya nek iya." Aku menjawab dengan senyum lembut agar nenek tak menasehatiku lagi. Moodku sudah sangat buruk. Tidurku yang di ganggu. Nenek menelpon menanyakan masalah yang belum usai, bahkan aku belum mencoba untuk menyelesaikannya dan terakhir nenek pagi-pagi sudah menasehatiku lagi karena hal sepele.
Aku menghembuskan nafas kasar.
Tiga puluh menit berlalu. Aku telah siap dengan pakaianku. Setelah moodku hancur karena nenek, tiba-tiba aku mendapat sebuah notif pesan dari fahmi. Aku pun sempat menanyakan dari mana fahmi mendapat nomor ponselku dan jawaban fahmi adalah bahwa dia mendapat nomer ponselku dari bi Sum yang tak sengaja bertemu di depan minimarket.
Aku merasa tak enak hati. Penghuni rumah ini belum tahu nomorku kecuali bi Sum. Itu pun karena waktu itu aku sempat meminta nomor bi sum pada pak tono satpam rumah, aku menginginkan camilan kesukaanku dan sangat kebetulan bi sum sedang ke mini market. Akhirnya bi sum menyimpan nomorku dan begitu sebaliknya.
Tapi walaupun aku merasa tak enak hati, aku sedikit lebih tenang karena mereka belum mempunyai nomor ponselku karena mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing.
Setelah mendapat notifikasi yang membuatku hatiku menghangat tiba-tiba dan membuat moodku berubah menjadi ceria lagi. Aku segera beranjak dari kasurku untuk membersihkan diri. Pasalnya Fahmi mengajakku bertemu pagi ini di rumah pohon.
Aku tambah berteriak kegirangan kala pesan yang Fahmi kirimkan di akhir chatingan kami. "Dandan yang cantik ya princess Al, karena pangeran Ar akan semakin jatuh cinta jika melihat princessnya semakin cantik."
Apa itu tandanya Fahmi mencintaiku juga? Aku akan menjadi orang yang sangat bahagia jika tau bahwa fahmi pun mencintaiku juga.
Tapi harapanku mengenai Fahmi yang juga memiliki perasaan sama terhadapku kandas, kala setelah chatingan itu Fahmi membalas."jangan baper cuma bercanda:(". Ingin rasanya aku menenggelamkan Fahmi kerawa-rawa.
Aku mengambil tas coklat yang senada dengan bajuku sekarang. Tak lupa uang lima ribu untuk membayar hutangku pada Fahmi. Aku semakin bahagia kala mengingat hutangku ini. Ternyata dengan hutang inilah yang membuatku semakin dekat dengan fahmi. Hutang pembawa keberuntungan.
Aku berjalan melewati ruang tamu. Setiap sudut rumah terlihat sepi, pasti semuanya sibuk dengan pekerjaannnya masing-masing. Kadang aku sering berpikir. Apa kepulanganku ke indonesia tak berarti apa-apa?.
Tak mau ambil pusing dengan itu semua aku beranjak benar-benar meninggalkan rumah menuju rumah pohon.
Sudah satu jam sudah aku menunggu Fahmi. Fahmi tak kunjung datang. Aku menghela nafas kasar. Kenapa telat sekali sih Fahmi. Kalo misalnya sibuk ya harusnya tidak mengajakku bertemu. Padahal dia sendiri tahu kalau aku tak suka menunggu.
"Maaf yah lama." Suara tersebut membuatku bernafas lega. Fahmi menyodorkan setangkai bunga mawar kepadaku. Aku tersenyum hangat. Hilang sudah rasa kemarahanku padanya.
Aku menganggukan kepala tanda memaafkan keterlambatannya menemuiku.
"Ar" panggilku pada Fahmi
"Kenapa?"
"Aku berharga ga buat kamu?"
"Kenapa tanya kaya gitu? Kamu udah tau jawabannya Al" Jawabnya yang membuatku menganggukan kepala.
"Kalo aku berharga buat kamu, kamu mau ngelakuin apa aja ga buat aku?" Tanyaku penasaran.
"Pasti" balasnya mantap. Aku tersenyum sendiri "Termasuk ngebuat aku bahagia?" Fahmi menganggukan kepala.
"Boleh aku minta satu permintaan di hari ulang tahun aku?"
"Tentu" Fahmi menjawab dengan mantap.
"Tiga hari lagi kan?" Aku menganggukan kepala sambil tersenyum.
"Aku juga mau ngasih kado yang spesial buat kamu Al. Aku yakin kamu pasti bahagia" Senyumku semakin terbuka lebar. Apa Fahmi akan menyatakan perasaannya padaku? Jika iya, aku akan sangat bahagia.
Fahmi melirikku sekilas. "Seneng banget kayanya, kenapa?"
"Ehm.. nggak kenapa-kenapa. Aku seneng aja kamu ternyata inget sama hari ulang tahun aku dan aku gak nyangka aja bakal terima kado istimewa dari kamu setelah delapan aku ga terima apa-apa dari teman tersayang aku" Ucapku seraya terkekeh merasa geli sendiri mengatakan Fahmi teman tersayangku.
"Oh iya Al. Aku ngajak kamu kesini karena aku mau pergi camp selama tiga hari sama temen-temen kampus. Aku ga bisa nemuin kamu selama aku camp. Kamu jaga diri baik-baik yah, tetep selalu jadi Al yang kuat. Jangan sedih selama aku pergi ya, aku gak bisa nenangin kamu soalnya" Aku menganggukan kepala. Sekarang aku mengerti seberapa berartinya aku dihidup Fahmi.
"Oke."
"Al" Aku Menaikkan alisku, tanda aku menyahuti panggilannya.
"Jangan rindu aku ya."
Aku terdiam sebentar. "Hah?"
"Jangan rindu aku." Aku menganggukan kepala dengan pelan-pelan.
"Emangnya kenapa kalo aku rindu kamu?"
"Emang kamu bakal rindu aku?" Fahmi bertanya balik. Aku memanyunkan bibirku, kesal dengan pertanyaanku yang dijawab dengan pertanyaan.
"Kalo iya, kenapa?" Aku menjawab dengan sewot.
"Berarti kamu suka sama aku" Fahmi menjawab dengan senyum lebar dibibirnya. Hal itu membuat pipiku bersemu merah dan aku hanya bisa menyembunyikan wajahku dengan kedua telapak tanganku.
Setelah insiden Fahmi menjebakku dengan pertanyaannya. Aku sekarang sudah duduk manis di ruang tamu rumah Fahmi. Fahmi sedang berganti pakaian dikamarnya dan tante Shopia sedang membuatkanku minuman. Tiba-tiba suara bell berbunyi. Aku berjalan menuju pintu utama untuk melihat siapa yang datang.
Aku buka pintu dengan cat putih tersebut dengan pelan. Aku terpaku melihat siapa yang datang berkunjung. Tante Rani ucapku dalam hati. Tante Rani juga memberikan respon yang sama sepertiku. Kemudian dengan terburu-buru tante rani meninggalkan rumah tante Shopia. Aku yang tersadar dari keterkejutanku, dengan cepat berlari mengejar tante Rani.
"Tante" panggilku dengan berteriak.
"Tante, Ale mohon berhenti tante. Please" Tante Rani menghentikan larinya.
"Mau apalagi Ale. Mau buat kehidupan tante semakin menderita. Mau buat tante masuk penjara lagi karena berurusan sama keluarga kamu padahal tante gak bersalah apa-apa" Tante Rani berteriak marah.
"Apa gak cukup penderitaan tante sama keluarga tante selama ini Ale. Apa gak cukup?" Intonasi suara tante Rani semakin meninggi.
"Tante, aku tahu semua kebenaran yang terjadi dari kejadian delapan tahun yang lalu" Tante Rani menggelengkan kepala.
"Tahu apa kamu Ale. Kamu hanya anak gadis sepuluh tahun yang gak ngerti apa-apa.Kamu-"
Aku memotong ucapan tante Rani. "Iya tante, delapan tahun yang lalu aku cuma gadis kecil yang gak ngerti apa-apa. Tapi sekarang aku ngerti semuanya. Aku tahu siapa yang benar dan siapa yang salah. Aku punya buktinya tante. Paman Yahya ngasih semua buktinya sebelum aku berangkat ke Jerman, aku awalnya emang gak ngerti tapi sekarang aku udah remaja tante dan ngerti sama semua permasalahnnya. Aku tahu siapa yang memang gila harta dan kekuasaan dan siapa yang membela kebenaran" Ucapku menggebu-gebu.
"Tante" Panggilku dengan suara yang lembut. Tante Rani hanya terdiam.
"Aku capek hidup dengan bayang-bayang masalalu. Kepulangan aku kesini karena aku mau nyelesain semuanya. Aku mohon sama tante, ikut Ale ke rumah ya. Kita selesain semuanya bareng-bareng. Biar paman Yahya tenang, aku dan tante gak terus-menerus benci sama mereka. Kita harus membela kebenaran tante, mereka sudah terlalu lama dibiarin tante udah saatnya mereka menerima hukuman dari apa yang mereka perbuat. Aku mohon tante"Tante Rani menganggukan kepala. Kemudian memelukku erat.
%%%%%
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca dengan memberikan komentar disetiap chapter. Author sangat mengapresiasi sobat strata jika mau memberikan review dan kritikan yang membangun atas karya author. Terakhir, masukkan cerita ini kedalam reading list sobat strata ya:)
Salam rindu,
StrataKata_