webnovel

12 LAMPU MERAH AMOA

Kisah Amoa suteja, gadis 17 tahun yang belum pernah tinggal jauh dari keluarganya. Mo, panggilan Amoa, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya mendaftarkan diri ke salah satu universitas terbesar di kota New York, Amerika Serikat. Gadis Tionghoa-Jawa yang berada dalam didikan kental tradisi Jawa itu secara mengejutkan berhasil di terima di NYU. Kedua orang tuanya yang terlalu mengkhawatirkan putri semata wayangnya tersebut, membuatkan daftar 12 RED LIGHT ( Lampu Merah ) yang harus Mo jadikan panduan selama tinggal sendiri di New York. "Aku tidak bisa Noe ..." Mo Menatap wajah pria di hadapannya. Ia mendesah, kemudian beranjak dan berjalan ke dalam kamar. Tak berapa lama Mo kembali dengan sebuah buku di tangan. Ia kembali duduk di hadapan Noel, membuka buku yang ia bawa, lalu meletakkan buku itu ke hadapan Noel. "Ini daftar 12 lampu merah yang harus aku taati sebagai syarat bisa kuliah di sini. melanggarnya berarti kembali pulang ke Indonesia." Sejenak, hanya ada hening melingkupi mereka. Mata Noel menyorot tajam satu-persatu daftar lampu merah yang ditunjukkan Moa. Desah kasar Noel terdengar bersamaan dengan kepala yang perlahan terangkat. Menatap wajah gadis yang sudah menjerat hatinya. "Aku janji akan mengikuti semua daftar itu, kecuali lampu merah ke-tiga." ucap Noel dengan yakin. Apakah Noel akan benar-benar bisa mematuhi ke 11 lampu merah Amoa yang sudah dibuat oleh orang tuanya sebagai syarat gadis itu bisa belajar di luar negeri? Lalu apa saja ke 12 lampu merah yang dibuat oleh orang tua Amoa, dan apa yang akan terjadi saat Moa melanggar satu demi satu lampu merah tersebut.

NasaNasa · Teen
Not enough ratings
79 Chs

Satu Keberuntungan Setelah Seratus Kesialan

Noel masih menempelkan ponsel ke telinga kanan. Mendengarkan penjelasan seseorang di seberang telepon. Pria itu berdiri di dekat jendela besar yang memperlihatkan jalanan di samping apartemen. Sebelah tangan yang tidak sedang memegang ponsel--menyibak gorden putih yang menutupi jendela di saat petang hingga pagi. Sepasang matanya menyorot ke luar.

"Hmmm …" ia mengguman mendengar apa yang sedang disampaikan orang yang sedang tersambung dengannya.

"Tolong temani sampai taxi datang," pintanya sebelum kemudian memutus panggilan setelah mendengar kesanggupan dari pria di seberang telepon.

Moa masih duduk di sofa lobi sesuai dengan perintah sang security. Kedua tangan gadis itu sibuk dengan ponsel. Mulai membuka pesan yang belum sempat ia buka. Dari orang tua, juga Joan. Serta beberapa pesan yang ternyata Iqi kirim dari semalam. Menanyakan tentang tugas yang baru saja pria itu ingatkan melalui sambungan telepon—tentu saja setelah ponselnya kembali terisi daya.