—Jika pria sepertimu dapat merasakan hangatnya cinta, bolehkah ku coba mendekat dalam indahnya asmara?—
***
Bel pulang sekolah berbunyi sekitar lima belas menit lalu, namun Alea masih saja bergulat dengan tumpukan buku mata pelajaran di perpustakaan. Entahlah, mengingat keadaan rumah yang selalu mengecewakan, membuatnya sulit percaya jika semuanya akan baik-baik saja.
Drttt... Drttt...
Pandangan Alea terfokus pada layar ponsel miliknya, terpampang jelas nomor ayahnya yang selalu memenuhi isi kepalanya. Perlahan ia mulai meraih benda pipih yang terus bergetar sedari tadi.
Pip!
Tanpa ada niat ingin menjawab, justru Alea memilih untuk memutuskan sambungannya. Dimasukannya seluruh buku catatan milik dirinya kedalam tas hitam, tak lupa meletakan kembali tumpukan buku mata pelajaran yang beberapa detik lalu ia gulati.
"Saatnya bertarung batin dengan semua orang yang berada di rumah Alea. Aku tau diriku hebat, mari berjuang," gumam Alea bermonolog.
***
Ditempat lain, Farel baru saja tiba di sebuah mansion mewah milik dirinya pribadi. Seluruh Bodyguard tampak membungkuk hormat padanya. Farel tampak berjalan dengan wibawa yang tinggi, wajah datar dan tatapan penuh arti membuat siapa saja yang melihatnya akan terbawa suasana akan ketegangan yang ada.
"Siapkan mobil dan kosongkan mansion ini, aku akan menjemput calon istriku," ucap Farel tanpa banyak bicara.
Lagi pula, menjadi pelajar hanyalah sebagai penyamaran, bahkan usianya sudah menginjak kepala tiga, hanya saja dirinya dikarunia wajah yang akan selalu muda dan berumur panjang.
"Baik, tuan."
Arles membantingkan tasnya secara asal, dibukanya seragam yang sedari tadi melekat ditubuh atletis miliknya. Tanpa menunggu lama, dua orang wanita cantik membawakan kemeja putih disertai dengan jas warna hitam. Salah seorang wanita itu memakaikan kemeja putih padanya kemudian satu wanitanya lagi memakaikan jas tersebut dengan hati-hati.
"Ini tuan," ucap Johan salah seorang kepercayaan Farel sembari menyerahkan card untuk mengendarai mobil miliknya.
Tak ada respon apapun dari Farel, ia meraih card itu dan segera pergi meninggalkan mereka.
***
"Alea," sapa David dari arah berlawanan.
Alea mengalihkan arah pandangannya pada David. Tak ada senyum sapa, tak ada rasa bahagia. Semuanya nihil, membuat Alea berkali-kali membuang nafasnya kasar.
"Cepat pergi ke kamarmu, gunakan pakaian yang telah saya sediakan," titahnya membuat Alea mengernyitkan dahinya bingung.
"Ada--
"Cepat! Saya tak ingin mendengar apa-apa lagi," tukasnya.
Alea hanya mampu pasrah dan pergi meninggalkan David sendiri.
Sesampainya di dalam kamar, ia mengernyitkan dahinya bingung, pasalnya ada dua wanita setengah paruh baya yang terlihat asing di matanya.
"Maaf, siapa ya?" tanya Alea bingung. Bagaimana bisa ada dua orang asing yang mampu masuk kedalam kamar miliknya tanpa persetujuan.
"Mereka make-up proposional yang akan membantumu berdandan," ucap Fricila yang entah datang dari mana.
***
Alea berjalan perlahan menuju ruang tamu, disana sudah ada David dan Elisa yang tengah menunggu kehadiran Alea. Bahkan ia tak tau mengapa dirinya harus menggunakan gaun semewah ini, make-up, rambut yang ditata sedemikian rupa serta sepatu hak tinggi dengan warna senada. Sungguh, sebenarnya ada apa ini?
"Duduk dan tunggu disini," ucap David acuh tak acuh.
Tak ingin menimbulkan masalah, akhirnya Alea duduk sembari memikirkan rencana apa yang sedang David dan Elisa lakukan untuknya.
Terlalu fokus memikirkan hal-hal yang tak masuk akal, tiba-tiba masuk seorang pria tampan rupawan dengan postur tubuh meyakinkan.
David dan Elisa berdiri sembari membungkuk hormat pada pria itu, menyadari suasana menjadi lebih tegang, Alea mengernyitkan dahinya bingung sembari mengalihkan arah pandangnya pada pintu masuk.
"Farel," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.
Farel berjalan mendekati mereka dengan percaya diri yang tinggi. Tanpa mendengarkan perintah dari sang pemilik rumah, Farel duduk berdampingan dengan Alea diikuti David dan Elisa yang duduk berhadapan dengan keduanya.
"Ja-- jadi ini--
"Tidak perlu dijelaskan. Saya sudah merasa sangat cocok dengan barang yang anda tawarkan," tukas Farel.
Pandangan Alea tak terlepas dari si tampan Farel, bahkan Alea tak mendengar apa yang Farel katakan ulah terlalu fokus pada karya Tuhan yang sangat sempurna ini.
"Satu triliun?" tawar Farel.
"Deal!!" ucap David semangat. Bagaimana tidak, nominal yang Farel tawarkan sangatlah diluar dugaan.
Farel memberikan cek satu triliun kepada David, setelah itu melirik Alea yang tengah gelagapan karena tertangkap basah telah memandangnya dengan pandangan memuja.
"Sekarang kau milikku," kata Farel membuat Alea semakin tak mengerti.
"Ap-- apa?" tanya Alea bingung.
Saat David ingin angkat bicara, Farel sudah terlebih dulu mengangkat telapak tangannya guna membuat David diam.
"Tuan David menjualmu dan aku membelinya," jawab Farel.
Air mata Alea lolos begitu saja, antara sadar atau tidak. Ini rasanya memang berat, meyakinkan diri jika memang David melakukan hal sekejam itu padanya.
***
Sedari tadi, Alea tak henti-hentinya menangis meratapi dirinya sendiri. Ibunya yang pergi untuk selamanya, ayahnya yang tega menjualnya dan kakak dan ibu tiri yang ikut serta dalam ini. Terkadang, dunia sengaja melukai hati agar dapat belajar untuk bangkit kembali.
Berbeda dengan Farel, seolah tak terjadi apapun dia tetap fokus menyetir tanpa respon apapun. Namun, isakan Alea semakin menjadi-jadi membuat Farel mau tak mau mulai memberhentikan mobilnya.
Farel menarik Alea kedalam pelukannya, seketika itu Alea menangis sejadi-jadinya. Inilah yang memang Alea butuhkan sedari tadi, pelukan hangat yang tak pernah ia dapatkan semenjak kematian sang ibu.
"Aku akan membawamu ketempat paling indah dengan satu syarat," ucap Farel membuat Alea penasaran.
"Ap-- apa?" tanya Alea terbata-bata.
Farel tersenyum singkat, senyum yang tak pernah ia tunjukan pada siapapun, terlukis indah dihadapan Alea. Oh, ayolah rasanya Alea tengah melihat seorang pangeran sungguhan.
"Berhentilah menangis," ucap Farel.
Tanpa berfikir panjang, Alea mengagguk setuju sembari mengusap kasar air matanya.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai disebuah mansion pribadi milik Farel. Alea menyapu setiap sudut ruangan dengan berlapis emas sungguhan.
"Apa ini tempat indah yang kau magsud?" tanya Alea.
"Bukan," jawab Farel ketus.
Alea hanya mampu mengerucutkan bibirnya, ia pikir mansion ini sudah lebih dari indah, apa yang dimaksud tempat indah lainnya?
Grep!
Alea tersontak kala telapak tangannya sudah berada digenggaman Farel. Ada apa dengannya? Mengapa Farel begitu manis sekali dimata Alea kini? Apa ini pun sebagian dari mimpi?
"Apa kau siap?" tanya Farel setelah sampai disebuah ruangan yang amat begitu gelap.
Alea yang tak mengerti kemana arah pembicaraan Farel hanya mengaggukan kepalanya saja.
Farel mulai mendekatkan diri pada Alea, semakin dekat dan tak ada perlawanan apapun. Seolah terhipnotis Alea hanya mampu mematung ditempat dan--
Cup!
Alea tak mampu melihat apapun setelah Farel menciumnya, bahkan pikirannya merasa damai tanpa beban.
"Buka matamu," pinta Farel setelah beberapa saat kemudian.