webnovel

Perempuan Bergaun Perak

Bramastyo berjalan mendekati Adelia palsu. Ia menatap tajam gadis itu, menembus manik matanya, menantang sosok asing yang kini tengah menguasai tubuh Audi.

"Jawab pertanyaanku! Siapa kau sebenarnya? Mengapa kau merasuki tubuh adikku?" Bramastyo menekankan pertanyaannya pada kata merasuki, membuat bola mata Audi bergerak ke kanan dan ke kiri, seperti sedang mencari cara untuk kabur dari situasi ini.

Mengapa jadi begini? Belum saatnya mereka mengetahui keberadaanku! Belum! Mereka harus merasakan dulu penderitaan yang dulu pernah mereka berikan pada keluargaku! Sosok asing itu mulai gusar, dan dalam hitungan detik, sosok itu meninggalkan tubuh Audi, menyebabkan Audi jatuh tergeletak di lantai.

Bram dengan cepat mendekat ke arah Audi dan menggendong gadis itu. Malang benar nasibmu. Bram menatap sendu gadis dalam gendongannya itu. Ia dengan perlahan membaringkan tubuh lemah Audi, memerintahkan Jack untuk membawakan teh panas yang sudah diberi beberapa tetes madu.

Satu jam berlalu, namun Audi belum juga sadar, membuat atasan dan bawahan yang duduk di seberang sofa panjang berwarna coklat itu, menjadi resah dan gelisah.

"Siapa gadis ini sebenarnya?" gumam Bramastyo mengejutkan Jack.

"Apa maksud Tuan Muda? Apakah dia bukan Nona Adelia? Apakah dia...." Jack tidak sanggup meneruskan kalimat tanyanya.

Bramastyo menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan cepat. "Entahlah, Jack. Aku bingung sendiri. Terkadang aku merasa dia Adelia, tapi di waktu yang lain, di saat tertentu Adelia mengatakan jika dia bukanlah Adelia. Suara-Suaranya pun tiba-tiba berubah."

Jack mendadak merasa bulu kuduknya berdiri. "Tuan, apakah Tuan sadar dengan yang baru saja Tuan katakan?"

"Aku tahu kau tidak akan percaya...."

"Saya percaya!" Jack dengan cepat memotong ucapan Bramastyo, membuat Bramastyo terkejut.

"Kau ini! Tidak usah berteriak seperti itu!! Kau membuatku merasa semakin gugup!" Bramastyo melempar majalah di depannya ke arah Jack.

"Maafkan saya, Tuan Muda, tapi jujur, sejak kita tiba di gubuk itu, saya sudah merasakan hawa lain dari tubuh Nona."

Bramastyo menatap Jack penuh selidik. "Kau sudah merasakannya sejak di Pulau Kecil itu?"

Jack mengangguk dengan cepat. "Cuaca gelap hari itu tidak seperti cuaca pada umumnya, dan angin yang datang pun terasa sangat dingin, dan itu hanya terjadi di sekitar kita saja."

Bramastyo menyimak dengan serius. Ia tidak begitu memperhatikan perubahan cuaca saat itu, meski sempat diakuinya, perubahan cuaca hari itu begitu mendadak dan sangat ekstrem.

"Akan tetapi saya tidak pernah berpikir jika perubahan cuaca saat itu ada kaitannya dengan keadaan Nona. Sama sekali tidak. Hanya merasa sedikit heran."

Jack lalu kembali diam. Ia sedang mengingat momen di mana dirinya mulai mencurigai keberadaan adik atasannya itu.

Sebuah pensil melayang dan menabrak kening Jack lalu terjatuh.

"Kau sengaja ingin membuatku mati penasaran?" hardik Bramastyo, melihat Jack yang terdiam cukup lama dan tidak kunjung melanjutkan ceritanya.

"Ooh. Saya kira Tuan tidak mendengarkan celotehan saya."

Pergerakan sedikit dari tubuh Audi, tertangkap sudut mata Bramastyo. Pria itu lalu berdiri dan mendekat ke arah sofa di mana Audi masih terbaring dengan mata yang masih terpejam.

"Berhenti kau!!!"

Bramastyo secara spontan menghentikan langkahnya. Jantungnya kembali dibuat berdetak cepat. Seruan dari bibir Audi membuat dirinya merinding, tidak terkecuali Jack, sang asisten.

"Siapa kau sebenarnya??"

Jack menelan air liurnya. Astaga. Apakah kantor ini perlu diruwat? Pria itu memandang sekelilingnya dengan mengelus leher belakangnya, mencoba mengusir angin dingin yang tiba-tiba berhembus di belakangnya.

Bramastyo menatap intens Audi yang kedua matanya masih terpejam. Bulir-bulir keringat terlihat mulai bermunculan di kening gadis itu. Apa yang sedang dimimpikan gadis itu?

Bramastyo, dengan berbagai perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya, kembali mengayunkan langkahnya mendekati sofa panjang itu. Deru nafas tidak teratur tertangkap indera dengarnya, membuat Bramastyo merasa sangat yakin, jika gadis yang masih terpejam kedua matanya itu, sedang berlari mengejar sesuatu.

"Kembali kau! Aku tidak akan membiarkanmu kembali merasuki tubuhku!!" Kali ini teriakan Audi disertai dengan isak tangis yang begitu pilu.

Bramastyo membeku di tempatnya. Dirinya merasa otot dan tulangnya sudah tidak lagi saling melekat satu dengan yang lain. Pandangannya tiba-tiba kabur. Ada perasaan sedih luar biasa yang membuncah di dalam dadanya. Apakah semua ini benar? Haruskah dirinya mulai belajar menerima kenyataan pahit ini?

Jack dengan cepat berjalan ke arah sofa tempat Audi berada. Ia menepuk pipi gadis itu beberapa kali.

"Nona! Nona! Sadarlah! Cepat kembali kemari!!" Tepukan Jack semakin cepat, menyebabkan pipi putih Audi memerah.

"Jack!! Hentikan! Kau sudah menyakitinya!" Bramastyo menarik tangan Jack menjauh dari wajah Audi.

Suara Bramastyo tanpa sengaja membuat Audi terbangun dari mimpi buruknya. Nafasnya tersengal-sengal. "Di mana- Di mana dia?" Kedua mata Audi menyapu ruangan Bramastyo, berusaha menemukan sosok yang tadi sudah mendatangi dirinya.

"Siapa yang kau maksud? Dari tadi hanya ada kau, aku dan asistenku." Bramastyo menatap lekat Audi. Gadis ini pasti sedang bermimpi buruk.

"Kau tidak melihat dia?"

Heh?? Bramastyo menatap Audi keheranan. "Dia siapa?" Apakah gadis ini sedang berhalusinasi?

"Perempuan dengan rambut panjang sepinggang, dengan gaun perak panjang melambai?"

Bramastyo menggelengkan kepalanya. "Aku tidak melihat siapa pun. Kau terlelap dan baru saja bangun, tapi sudah melantur ke mana-mana." Bramastyo mengomel panjang mengabaikan tatapan kosong Audi.

Gadis itu kembali diam, seperti ada obyek lain di ruangan itu yang menarik perhatiannya, alih-alih mendengarkan omelan Bramastyo yang panjang.

"Dia datang lagi..." Audi kembali terlihat tegang. Kedua tangannya mengepal kuat seakan sedang mempersiapkan tenaga untuk menangkap target yang sudah lama diincarnya.

"Ayo, cepat kemari kau perempuan jahat!" desis Audi sambil membuka dan menutup kedua telapak tangannya. Matanya menatap nyalang satu titik di sudut ruangan Bramastyo.

Jack langsung mencolek lengan Bramastyo. "Tuan, Siapa yang sedang Tuan ajak bicara?" bisik Jack.

Bramastyo tergagap dan menjadi salah tingkah sendiri, mencari gadis yang tadi ia omeli. Tampak gadis itu sedang menatap ke satu arah sambil terus menggumamkan kata-kata yang tidak dimengerti oleh Bramastyo dan juga Jack.

"Ssst..." Audi meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibirnya, menyuruh Jack dan Bramastyo untuk diam. "Dia akan kemari, dan aku akan menarik rambut panjangnya hingga ia meminta ampun padaku."

Bram dan Jack saling melempar pandangan, tidak mengerti dengan ucapan gadis di depan mereka. "Kau ini bicara apa? Aku sama sekali tidak mengerti maksudmu? Perempuan rambut panjang yang mana? Aku tidak melihat siapa pun selain dirimu."

Audi mendelik ke arah Bramastyo. "Berapa kali harus kukatakan padamu agar tidak berisik? Jangan sampai dia mengetahui jika aku sedang bersiap-siap untuk menangkapnya dan membuat perhitungan dengannya!"

Bram dibuat melongo mendengar ucapan Audi. Gadis ini sebenarnya waras atau setengah gila?