webnovel

"When You Love Someone"

Arin wanita polos dan pendiam yang selalu gagal dalam percintaan, bertemu dengan Brian cowok dingin dan kaya raya. Dua karakter yang berbeda membuat mereka sulit menyatu seperti air dan minyak. Seiring berjalannya waktu mereka akhirnya menjadi dekat sebagi seorang teman. Hubungan mereka mejadi tidak jelas dan terjebak dalam hubungan 'Friend Zone'. Mereka harus berpisah dengan cara yang tidak baik dan kemudian dipertemukan lagi setelah 10 tahun lamanya. Apakah Kana dan Brian bisa kembali membangun hubungan pertemanan setelah 10 tahun berpisah? Apakah mereka akan memilih keluar dari hubungan 'Friend Zone' dan saling jujur terhadapn perasaan mereka masing-masing?

purplesnow_ · Urban
Not enough ratings
156 Chs

" I Missing You "

***

Laut biru ombak kencang berderu menyerbu bibir pantai. Biasan jingga di ujung cakrawala terukir indah dalam remang berwarna Orange, langit terlihat begitu seperti sebuah lukisan yang terlingat sangat indah, menata warna di garis lurus sang surya senja. Konon katanya langit orange menggambarkan sebuah pulau pasir dimana tempat orang yang sudah tiada berada.

Brian yang duduk diatas pasir putih tanpa alas, matanya memadang matahari yang mulai terbenam. Sorot mata tampa begitu menanggung semua beban, kesedihan dan kerinduan. Beburan ombak yang terdengar berseru dan hembusan angin seperti sebuah harmoni. Angin yang mengibas setiap helai rambut hitamnya.

Saat menatap matahari tersebut, satu hal yang mengingatkan tetang sosok seorang Ibu-nya yang sangat menyukai matahari terbenam.

Sudah tepat 15 tahun dihari kepergian ibunya. Itulah alasan kenapa Brian memutuskan untuk pergi kepulau Bali. Hari ini adalah hari ulang tahun mendiang ibu. Dan Bali adalah salah satu tempat terakhir yang di datangai bersama dengan Ibunya.

Sebuah harapan kecilnya yang selalu berharap dapat bertemu dengan ibu walau itu hanya beberapa detik saja. Betapa besar kerinduan Brian yang terpedam jauh dilubuk hatinya. Kata-kata tidak menggambarkan isi hatinya saat ini. Hembusan nafas yang penuh kesediahan, matanya yang mulai berkaca-kaca akan mengingat gambaran wajah Ibu-nya yang sangat ia rindukan.

Memandang laut dihadapanya dan aroma sore hari bercampur dengan aroma garam dari air laut membuat dirinya mulai merasa tenang. Hingga tatapannya teralihkan pada burung-burung yang sedang mencari makan dipinggir pantai

Memandangi matahari yang sudah tidak terlihat, hanya sisa warna orange disekitarnya. Brian berfikir sudah saat ia harus segara pergi, sebelum langit semaikin gelap. Sambil memberisihkan celannya, ia pun menoleh kearah kanan.

Seketika ia terdiam dengan bola matanya bergetar, melihat seseorang wanita yang mengenakan switter berwarna cokelat muda, postur tubuh yang mungil, berdiri dihadapannya.

" Arin ..".

Brian yang hanya mampu menyebut nama tersebut dalam pikiriannya. Melihat wajah yang selama ini ia simpan dengan tenang, tiba-tiba muncul secara tiba-tiba dihadapannya membuatnya tidak percaya, seperti sebuah mimpi. Melihat wajah Arin yang tidak berhenti menatapnya membuat Brian secara tidak sadar terus menatap Arin. Tapi disatu sisi tiba-tiba perasaan senang rindu muncul bersama dengan rasa bersalah itu muncul kembali.

Ini sudah 10 tahun lamanya untuk pertama kalinya dirinya bertemu dengan wanita yang selama ini ia rindukan, hal itu membuatnya canggung dan binggung. Ia sungguh tidak tahu apa yang harus ia katakan. Permintaan maafkan, atau hanya salam sapa saja yang harus ia katakan.

Brian tersadar saat Arin terlihat berjalan mendekat kearahnya dan terlihat senyuman kecil diwajah Arin.

" ternyata kamu Brian yaa .." saut Arin yang mencoba unutk tenang dan tersenyum sambil perlahan berjalan mendekati Brian

Brian masih terdiam memandangi Arin. Ia benar-benar tak tahu apa yang harus ia lakukan. Brian merasa sepertinya Arin sudah melupakan tentang hal yang selama ini membuatnya penuh dengan perasaan bersalah. Tapi perasaan bersalahnya yang semakin membesar hingga tiba-tiba semua menjadi kosong diotaknya, perasaan asing dan aneh ini mengelilinginya. Tapi matanya yang tak ingin berhenti menatap Arin yang masih berdiri dihadapannya dan perlahan semakin mendekat.

" Aku ingin memeluknya .."

Kata itu terus berpuat dipikiran Brian, tapi ia menahan dirinya karena sepertinya ia merasa ada sebuah dinding yang tak terlihat yang menghalangi untuk melakukkan hal itu. Tentu saja itu menjadi sebuah dinding yang berdiri kokoh yang disebut jarak, sudah 10 tahun ia menghilang tanpa berkabar dengan Arin yang membuatnya tak memiliki hak untuk melakukan hal itu, dan ia benar-benar menahan dirinya hingga ia mengepalkan tangannya.

Arin semakain mendekat dengan wajah yang mulai tersenyum menatap dirinya.

Tapi tiba-tiba terdengar suara ponsel milik Brian berdering.

Membuat langkah Arin berhenti.

Tanpa berfikir Brian menjawab panggilan tersebut. " iya .. kenapa ..? oh itu .. okke .." ucap Brian yang kemudian berjalan melewati Arin begitu saja dan masih sibuk berbicara dengan seseorang di telepon.

Arin terdiam saat Brian melewatinya begitu saja bagaikan angin yang berhembus, tatapan wajah yang begitu asing dan dingin sentak membuat Arin merasakan perasaan yang membuat dadanya sakit. Arin hanya bisa melihat punggung Brian dari belakang.

Bagaikan sebuah De Javu, kejadian ini terlihat sama persis dengan kejadian 10 tahun yang lalu. Arin rasa binggung dan hancur bersatu dalam dirinya. Matanya yang mulai berkaca-kaca tapi Arin berusaha untuk menahannya dan mencoba berfikir mungkin Brian punya alasan sendiri mengapa ia bersikap seperti itu.

Arin membalikkan badannya dan melanjutkan langkahnya.

Brian yang seketika menyesali perbuataanya. Ia terus berjalan dengan penyesalan. Kenapa dirinya melakukan hal yang bodoh dengan mengabaikan Arin hanya karena ini menekankan perasaannya.

Sambil menghentikan langkahnya dan menjatuhkan tangannya yang masih mengenggam ponselnya. Brian terdiam didalam penyesalan, padahal mungkin ini bisa menjadi kesempatan terakhirnya bertemu dengan Arin tapi ia malah menyia-nyiakan kesempatan itu. Perasaan bersalah dan menyesal terus mengelilinginya.

Sama persis ...

Hari itu ...

Perasaan ini .. sama seperti waktu itu ...

Aku sekali lagi mengabaikannya ...

***

Juni 2010 ~

Hari dimana aku menyatakan perasaanku tapi ...

" Brian .. aku .. sebenarnya .. aku .. aku menyukaimu ..".

Tidak aku sangka ia yang menyatakan perasaannya duluan.

Apakah ini sebuah keajaiban ..

Perasaanku sama dengan apa yang ia rasakan ... tapi tatapannya yang benar-benar tulus membuatku tak bisa menahannya ..

Aku ingin memeluknya ..

saat ini juga ...

tapi ..

Karena suara nada dering dari ponselku itu membuat semuanya berubah ..

" Briannn .. cepetan kamu dateng ..!! nenek dan kakek mengalami kecelakaan kamu harus segera ke Kanada sekarang ...!!".

Saat itu pikiranku benar-benar tidak bisa dikendalikan. Bagaikan dunia ini runtuh. Kedua orang yang aku sayangin dan satu-satu keluarga yang aku memiliki seperti akan meninggalkanku sekali lagi. Pikriannya benar-benar tidak bisa aku kendalikan, aku hanya ingin cepat bertemu dengan Kakek dan Nenek saat ini.

Aku terus berlari berharap mereka salamat, berlari sekencang mungkin dan tidak perduli siapa yang ada dihadapanku aku tabrak begitu saja. Tubuhku sungguh lemas, air matanya yang terus mengalir tanpa suara. Aku hanya terus berlari dan berdoa.

Didalam pesawat, aku terduduk dengan pikiran yang penuh kekhawatiran. Seorang pramugari menghampiri bangkuku dan menyuruhku untuk mematikan ponselku yang terus aku genggam sejak tadi tanpa aku sadari.

Saat aku ingin mematikan ponselku, sebuah pesan masuk setak membuatku tersadar.

" Lu udah kehilangan kesempatan lu ! sekarang giliran gua yang menenangkan hatinya " - Fathan-

Saat itu juga aku merasa seakan ada yang memuku kepalaku dengan kencang hingga aku tersadar dengan apa yang yang sudah dilakukan sama aku.

Aku meninggalkan ..

Sendirian dibawah hujan turun deras ..

Apa yang sudah aku lakukan padanya ?

Tanpa pikri panjang aku ingin segera keluar dari pesawat ini, tapi sebuah pengumuman bahwa pesawat akan segera berangkat. Seorang pramugari menghampiriku dan menyuruhku untuk duduk. Sepertinya kau sudah tidak memiliki daya untuk melawan lagi hingga ku dengan pasrah kembali duduk dibangku dan mengenakan sabuk mengapan dengan bodoh.

Aku benar-benar menghilang ..

Sejak saat itu aku tak pernah lagi kembali ke Jakarta ..

Tapi aku ..

Aku merindukannya ...

Hanya bisa memandangi fotonya setiap kali aku rindu padanya.

Tapi aku sadar bahwa aku tak pantas ..

***