webnovel

Bab 8

Rindi sedang termenung melihat kertas putih yang Stefano berikan tadi. Rindi bingung harus menuliskan apa-apa yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan. Sedangkan sekarang mereka sedang ada di rumah orang tua mereka. Bagaimana kalau ini akan menjadi pemicu konflik menantu dan mertua. Rindi merasa serba salah, dan kebingungan sekarang. Rindi kemudian meraih ponselnya dan menulis pesan singkat pada seseorang.

"Tulis saja, orang tua Stefano orang yang demokratis dan santai. Jadi tidak perlu terlalu Kau pikirkan bagaimana nantinya."

Rindi membaca pesan singkat dari Jay, barulah dia merasa tidak ragu-ragu lagi. Maklum saja dia baru mengenal keluarga Stefano, dan sekarang harus menjadi menantu lagi.

Rindi baru saja akan menulis saat pintu kamarnya di buka dari luar, dan Stefano masuk dengan membawa piring berisi potongan buah. Stefano mengerutkan keningnya melihat kertas yang dia berikan tadi masih bersih.

"Kau belum menulis apapun?" tanya Stefano heran.

Rindi mendongak memandang Fano yang berdiri di hadapannya lalu menganggukkan kepalanya mengiyakan. Stefano berdecak lalu meletakkan piring buah yang dia pegang di meja.

"Kau jangan terlalu overthinking, orang tuaku bukan seperti yang ada di pikiranmu. Nyatanya dia rela anaknya mengikuti keyakinan istrinya," ujar Stefano menjelaskan.

Rindi terdiam dan memandang Stefano dengan mata berkaca-kaca. Mendengar Fano menyebutnya istri sedikit membuat dirinya jadi melankolis.

"Kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku? Kenapa Kau jadi berkaca-kaca?" tanya Fano bingung dan ikut memandang Rindi sekarang.

Menyadari dirinya terlalu terbawa perasaan, Rindi menggelengkan kepalanya beberapa kali. Dia menyeka air mata yang memaksa turun.

"Tunggu di luar, Aku selesaikan ini dulu," ucap Rindi mengalihkan pandangannya lagi pada kertas kosong di hadapannya. Meskipun dengan perasaan yang bingung, Stefano menuruti perkataan Rindi dan keluar kamar.

***

"Eommonim, maaf tidak bisa lama disini. Besok Aku sudah harus kuliah lagi," ucap Rindi sambil menggenggam tangan -ibu mertuanya- itu.

Ibu Fano tersenyum dan mengusap surai Rindi pelan. Senyumnya sama persis dengan senyum Fano, dan Rindi menyukai itu.

"Tidak apa-apa, terima kasih sudah mau tinggal disini walaupun sebentar. Aku tahu Kau pasti kesulitan beradaptasi dengan kami Nak, tapi Kau jangan pernah menyerah. Allaseo!" sahut Ibu Fano kemudian.

Rindi menganggukkan kepalanya mengiyakan, apa yang sudah dia mulai tidak akan dia hentikan di tengah jalan tentunya. Rindi mencium tangan ibu mertuanya lalu tersenyum lagi.

"Eommonim, ini tradisiku di Indonesia. Maaf Aku menggunakan ini untuk menghormatimu dan juga Abeonim" -ayah mertua- ucap Rindi lagi dan kemudian memeluk Ibu mertuanya dengan hangat.

Setelah berpamitan dengan orang tua mereka. Akhirnya sekarang mereka berdua sedang berjalan menuju pelabuhan penyebrangan kapal feri. Rindi menikmati pemandangan yang tidak pernah di lihat sebelumnya. Sedangkan Stefano sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Meninggalkan Seoul 1minggu, cukup membuat dirinya menumpuk pekerjaan. Rindi melirik sekilas karena merasa Fano lebih diam dari biasanya. Rindi menghela napas pendek saat melihat suaminya itu masih saja sibuk dengan ponsel.

Tangan Rindi kemudian mengapit lengan Fano yang sontak membuat Fano menoleh cepat dan mengerutkan kening menatap Rindi.

"Aku takut Kamu jatuh tersandung, jadi biarkan Aku jadi matamu sebentar saja. Selama matamu masih fokus dengan ponsel," ucap Rindi menerangkan seakan-akan Fano sedang meminta penjelasan sekarang. Fano terdiam tidak mengeluarkan suara apapun, dan kembali sibuk dengan ponselnya lagi. Membiarkan Rindi menggandeng tangannya dan berjalan menuju pelabuhan.

***

Pagi-pagi sekali Rindi sudah bangun, dia masih tidur di asrama. Sedangkan Fano di studionya, mereka belum benar-benar tinggal bersama walaupun suami istri. Ini semua atas saran Fano, toh mereka hanya menikah hitam diatas putih. Meskipun begitu, Rindi tetap bangun pagi dan menyempatkan diri mengirim pesan singkat untuk Fano. Sekedar mengingatkan tanggung jawab Fano. Setelah itu Rindi pergi ke pentri untuk memasak. Ini kali pertama Rindi memasak untuk orang lain di Korea ini. Dengan menu makanan yang dia sendiri tidak tahu apa yang Fano suka. Berbekal video tutorial di youtube, Rindi membuat Gimbab dan juga telur gulung. Dia rasa Fano bisa sarapan dengan itu.

Selesai urusan dapur, Rindi bersiap untuk membersihkan diri. Dia harus berangkat kuliah, dan dia harus mampir ke studio dulu untuk memastikan Fano sudah sarapan. Setelah 15menit bersiap, sekarang Rindi sudah menggendong backpacknya dan membawa tas kecil berisi bekal untuk Fano.

Baru saja keluar dari pagar asrama, sebuah mobil Hyundai Palisad hitam yang sangat dia kenal membunyikan klakson. Dengan reflek Rindi tersenyum dan berjalan menuju mobil Fano itu. Rindi langsung membuka pintu mobil dan masuk.

"Kenapa kesini?" tanya Rindi sembari memasang sabuk pengaman.

"Sengaja menjemputmu untuk pergi ke kampus, sudah duduk dengan nyaman? Aku jalan sekarang," sahut Fano kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Karena jarak yang tidak begitu jauh, hanya perlu 15menit sekarang mobil Fano sudah berhenti di depan kampus Rindi. Sebelum benar-benar keluar dari mobil, Rindi menyodorkan kotak bekal yang dia buat untuk Fano.

"Jangan lupa sarapan, Aku bangun pagi untuk menyiapkan ini."

Fano menerima kotak itu dengan kening mengkerut, ini kali pertama dia makan makanan buatan orang lain dan itu istrinya.

"Aku turun dulu, terima kasih," sambung Rindi lagi kemudian keluar dari mobil dan meninggalkan Fano yang masih tertegun memandang Rindi masuk kedalam area kampus.

***

Rindi menghela napas berat melihat kotak bekal yang dia siapkan untuk Stefano utuh tidak sedikit pun di sentuh. Rindi mengambil kotak bekal itu dari dalam mobil Fano, lalu membawanya masuk bersama dirinya yang tiba-tiba dirundung duka.

Fano yang diam saja dan sedang sibuk membalas pesan dari pimpinannya tidak melihat ekspresi sedih wajah Rindi.

"Aku masuk dulu, selamat malam. Jangan lupa makan dan sholat," ucap Rindi kemudian keluar mobil dan menutup pintu mobil pelan.

Stefano baru menyadari kalau istrinya sudah keluar dari mobil miliknya. Fano akan mengejar keluar tapi tangannya berhenti membuka pintu mobil. Dia kemudian mengurungkan niatnya dan justru pergi dari area asrama Rindi.

Rindi meletakkan kotak makanan itu diatas meja, kemudian dia membukanya pelan. Mata Rindi berkaca-kaca sekarang, tangannya lalu terulur mengambil sepotong gimbab yang dia buat. Rindi kemudian memakannya.

"Seharusnya Kamu sadar diri, Rin! Dia hanya suami di atas kertas bukan suami sungguhan. Kamu melakukan ini untuk permintaan maaf, jangan terlalu berharap."

Rindi berbicara sendiri di dalam hati sambil sibuk memakan gimbab dan telur gulung yang bahkan sudah sangat dingin itu.

Pagi hari berikutnya, tidak seperti kemarin. Rindi tidak memasak lagi, dia juga tidak pergi ke kampus karena hari ini dia tidak ada kelas. Selesai merapikan kamarnya, Rindi duduk di depan laptop dan akan melanjutkan pekerjaannya. Ponselnya sengaja Rindi matikan, ini supaya tidak ada yang mengganggunya hari ini. Jadi Rindi bisa menerjemahkan pekerjaannya lebih cepat.

Sudah lebih dari 3x Stefano menghubungi Rindi. Tapi ponselnya tetap saja mati, Stefano mulai kehabisan kesabaran dan melempar ponselnya kasar. Tepat pada saat itu Jay masuk dan mengerutkan keningnya melihat Stefano terlihat sangat kesal.

"Kau kenapa?" tanya Jay lalu duduk di sofa samping Stefano bekerja.

Stefano menoleh keasal suara lalu mendengus pelan. Dia terlihat kacau, Stefano kemudian bediri dan duduk di samping Jay. Fano memandang Jay seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Jay paham sekali dengan Fano, karena mereka berteman bukan setahun atau 2 tahun.

"Ada apa? Ada masalah dengan produksi musik?" tanya Jay menebak.

Stefano masih diam saja, hanya helaan napas yang terdengar dari mulut Stefano. Laki-laki suami Rindi itu kemudian menundukkan kepalanya dalam.

"Hyung, Rindi tidak bisa di hubungi. Aku sudah melakukan kesalahan padanya," tutur Fano pelan.

Jay mengerutkan keningnya bingung, dia kemudian bertanya banyak hal pada Stefano. Dengan lancar dan suara penuh penyesalan Stefano menceritakan semuanya pada Jay sekarang.

***

Rindi membuka pintu gerbang asrama pelan, perutnya sedari kemaren siang sudah tidak nyaman. Hari ini semakin parah saja, bahkan sampai membuatnya keringat dingin. Rindi sebenarnya ingin mengambil libur kuliah, tapi hari ini ada uts dan Rindi tidak mau kalau sampai tidak ikut.

"Ayo! Kamu pasti kuat, Rin."

Rindi berbicara sendiri menguatkan dirinya sendiri. Rindi menyeka keringat yang keluar dan memaksakan diri untuk berjalan. Baru sampai di luar pagar, lagi-lagi mobil Fano sudah ada di situ. Bahkan Stefano sudah berdiri di depan mobil sambil memainkan ponselnya. Menyadari Rindi sudah keluar, Fano memasukkan ponselnya ke dalam saku dan tersenyum pada Rindi.

"Ayo Aku antar kuliah," ucap Fano kemudian membuka pintu mobil untuk Rindi.

Rindi mematung di tempatnya, Rindi kesulitan membedakan apa perasaan Stefano sebenarnya. Stefano bisa sangat perhatian, tapi juga tetap dingin.

***