***
Ba'da Zuhur sesuai janjinya. Zaya mulai bekerja dan membantu Puspa di restoran miliknya. Gadis itu tampak memakai celemek berwarna biru muda, dengan tangannya yang sibuk membungkus pesanan nasi kotak pelanggan.
"Masih perlu 20 lagi..." tutur Puspa yang sedang menghitung jumlah nasi kotak mereka. "Siapa yang mengantar ini mbak?" tanya Zaya.
"Om Hardi nanti. Makasih loh kamu udah mau datang hari ini. kalau ngandelin si Lia sama mbak aja manalah sanggup nyiapin 200 nasi kotak."
Zaya tersenyem menanggapinya. Lia adalah teman kerja Zaya di restoran Puspa. Lia saat ini sedang mengambil ayam pangang di dapur. "Ayamnya datang..." teriak Lia dari arah dapur.
"Thanks." Kata Zaya, mengambil potongan ayam dan memasukannya ke dalam kotak. "Masama, cantik!" goda Lia.
Zaya menggeleng melihat tingkah Lia. Mereka seumuran, hanya saja Lia tidak melanjutkan kuliah dan memilih kerja di restoran Puspa dari pagi hingga malam. Sedang Zaya sendiri, hanya bekerja dari siang sampai sore.
1 jam kemudian mereka telah menyelesaikan pesanan. Om Hardi, ayahnya Puspa pun sudah mengantarkan nasih kotak itu bersama Puspa. Dan tinggalah Zaya dan Lia berdua menjaga restoran.
"Li, aku ke depan bentar ya, buang sampah!"
Lia yang sedang membungkus nasi, menoleh padanya. "Iya. Sekalian sama yang di luar ya! Udah numpuk banget itu."
"Sipp!"
Zaya membawa dua kantung sampah di tangannya. Gadis itu tampak melihat-lihat sejenak ke sebrang jalan. Restoran mereka sendiri berada di pinggir jalan tepat berada di depan sebuah supermarket.
Hal itu suatu keuntungan untuk Zaya. Karena dia tidak terlalu sulit jika ingin membeli sesuatu yang dia butuhkan karena tempatnya bekerja berdekatan dengan supermarket.
Saat Zaya sedang membuang sampah. Seseorang baru keluar dari Market yang ada di depannya. Orang itu tampak menenteng sebuah plastik di tangganya.
Kepala orang itu mendongak, menatap ke depan dan secara langsung mengenali sosok Zaya. "Dia? Kenapa dia ada di sini?" Zayn mengerutkan dahinya melihat Zaya yang sedang membuang sampah.
Mata pria itu menajam saat melihat seseorang dengan pakaian lusuh mendekati Zaya. Zayn melihat tubuh Zaya terperanjat, gadis itu tampak terkejut. Zayn masih diam memperhatikan.
Gadis itu tampak berbicara dengan orang lusuh, yang dia kira seorang pemulung karena membawa sebuah karung besar di pundaknya. Tak lama Zaya masuk ke sebuah restoran.
"Apa dia bekerja di sana?" Zayn bertanya pada dirinya sendiri. Sungguh, kakinya seolah tidak ingin bergerak sedikitpun dari sana. Banyak orang yang menatapnya dengan aneh.
Dia yang menyadari itupun, langsung berpindah tempat ke samping motornya. Zayn melihat Zaya keluar dengan bungkusan di tanganya. Itu seperti bungkusan nasi.
Pemulung itu tampak menunduk berulang kali. Begitupun Zaya yang tampak tersenyum sangat lebar pada pemulung kumuh itu. Zayn langsung memahami jika Zaya memberikan pemulung itu makanan.
Zaya juga mengeluarkan sesuatu dari saku celemeknya. "Jangan bilang kamu ingin memberikannya uang?" terka Zayn. Dan benar saja, pria itu bahkan bisa melihat jelas warna uang yang diberikan oleh Zaya. Jelas terlihat warna biru, yang pasti nominalnya 50rb.
Zayn terkekeh di buatnya. Namun pria itu juga mengulas sebuah senyum di antara kekehannya. "Kamu semakin membuatku pusing, dengan semua tingkahmu Zaya."
Setelah melihat pemulung itu pergi dan Zaya kembali masuk ke dalam restoran. Ntah pikiran dari mana, Zayn menaiki motornya dan mengendarainya bukan ke arah jalan pulang.
Tapi pria itu malah menyebarang jalan dan berhenti tepat di restoran Zaya. "Aku ingin melihat bagaimana reaksimu jika bertemu dengaku selain di kampus."
Pria itu terdiam sejenak dengan tingkahnya. "Kenapa aku bertingkah seolah aku sedang mengujimu? Padahal nyatanya aku yang sedang di uji olehmu, Zaya! Haizz... aku bisa gila!"
Zayn memasuki restoran itu dengan wajah cool-nya. Matanya berkeling melihat seisi restoran namun sosok yang dicarinya malah tidak kelihatan. "Kemana dia?" pikir Zayn.
"Selamat datang, kak. Mau makan apa?" Lia datang menghampirinya. Karena Zaya sedang ke dapur untuk mencuci tangan.
Zayn menatap Lia sekilas. "Apapun. Berikan aku makanan favorite restoran ini!" ujarnya dingin. Entah kenapa dia merasa kecewa karena tidak menemukan gadis yang dicarinya.
"Baiklah kak. Silahkan duduk, pesanan kakak akan saya antarakan."
Zayn mendengus pelan. Pria itu melangkah malas dan memilih tempat duduk yang berada di pojok. Setelah duduk matanyapun masih mencari-cari sosok itu dan tidak menemukannya.
"Sudahlah!" dia mendengus kecewa. Dan mengambil ponselnya untuk menghalau rasa kecewanya.
Zaya baru kembali dari dapur, dan menghampiri Lia yang sedang membawa nampan. "Biar aku saja yang antar. Meja nomor berapa?"
Lia menatap sosok tadi. "Itu, di ujung. Nomor 10, tolong ya!"
"Oke!"
Zaya mengantarkan pesanan dengan hati-hati. Dia tidak bisa melihat orang itu yang sedang sibuk menunduk menatap ponselnya. "Pesanan anda, Kak."
Tepat saat itu Zayn mengangkat wajahnya. "Zaya!"
"Zayn?!" keduanya tampak tekejut dengan perasaan hati yang berbeda. Jika Zaya benar-benar terkejut. Zayn tentu sangat bahagia karena gadis itu benar-benar ada di sana.
"Ehmmm..., pesanan kamu." Zaya berusaha mengontrol keterkejutannya. Dia meletakan makanan Zayn di meja. Pria itu terus saja memandanginya. "Kamu bekerja di sini?"
"Iya."
balas Zaya terus terang.
Zayn tidak tahu harus mengatakan apa. Dia benar-benar gugup sekarang, dia terlalu senang bertemu dengan Zaya dengan penampilan gadis itu yang malah terkesan sangat manis di matanya.
"Silahkan dinikmati. Aku permisi dulu..."
"Tunggu! Tolong temani aku makan." Zaya berhenti dan menatap ke arahnya. "Maaf? Kamu bilang apa tadi?"
"Ya, eumm. " Zayn mengaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa dingin. "Aku ingin kamu menemaniku makan. Sebentar saja, boleh?"
Zaya menatap pria di depannya membuat Zayn semakin berdebar melihat tatapan Zaya yang membuat hatinya rasanya ingin meledak. Zaya melihat sekeliling, restoran tampak tak terlalu ramai saat ini.
"Baiklah. Hanya sebentar, oke?"
"Oke!"
Zaya menarik kursi di depan Zayn. Kini mereka duduk berhadapan, Zaya memperhatikan Zayn yang masih belum menyentuh makanannya. "Makanlah. Kamu tidak akan kenyang hanya dengan menatapku!"
Zayn tersadar dari lamunannya. Dia bergerak gelisah karena salah tingkah. Malu sekali rasanya karena Zaya menyadari bahwa sedari tadi dia memperhatikan gadis itu.
Zayn mulai menyantap makananya dalam diam. Gadis itu hanya diam memperhatikan, sesekali pandangan mereka bertemu, membuat Zayn salah tingkah dan memakan makananya dengan cepat.
"Kamu tidak kesal padaku, Zayn?"
Pertanyaan Zaya membuat Zayn berhenti dan menatap gadis itu. "Maksudmu?"
"Ya, aku pikir kamu tidak ingin bertemu denganku setelah saat itu aku... ya, eumm—"
"Saat kamu menolakku?" tebak Pria itu. Zaya mengangguk, Zayn terkekeh pelan. Pria itu sudah menyelesaikan makanannya. "Jika boleh jujur, aku sangat kesal. Bahkan sangat kesal, karena kamu yang pertama kali berani menolakku!"
"Maaf." Cicit Zaya.
Zayn menarik lembaran tisu dan mengelap tangannya. "Tapi kamu tahu apa yang aneh?" Zayn menatap Zaya dalam. "kekesalanku tidak membuatku berhenti untuk menemuimu."
Zaya terdiam mendengarnya. Zayn mengeluarkan selembar uang 100 ribu dari sakunya. Pria itu mengenggam tangan Zaya, membuat gadis itu tersentak kaget.
Gadis itu berusaha melepaskan gengaman tangan Zayn, ketika menaruh uang ke telapak tangannya. Zayn tersenyum dengan sangat manis. Dia berkata dengan nada berbisik. "Penolakanmu, tidak akan membuatku melepaskanmu. Aku tidak akan melepaskanmu, Zaya!"
***
#Bersambung...
Like it ? Add to library!
Thank you and love you all
My instagram : marjani1209