"Gue juga minta maaf buat semuanya." Mereka mengangguk. Akhirnya keluarga yang mereka cintai sejak SD berkumpul kembali. Avan yang mereka kira sudah tiada kini ada dihadapan mereka lagi. Betapa senangnya mereka, ya walaupun awalnya sedikit kecewa. Tapi semua itu tak bisa menghalangi rasa senang anak-anak ini. Mereka pun saling berpelukan melepaskan rindu mereka. 4 tahun lamanya mereka berpisah karena satu hal yang sama sekali tak mereka harapkan. Dan 4 tahun itu mereka menjalani hidup masing-masing. Walau disisi lain mereka sangat merindukan sosok adik kelas mereka. Adik kelas yang sudah mereka anggap seperti adik kandung mereka sendiri.
"Gue kangen banget sama loe Van" ucap Kimi setelah melepas pelukannya. Begitu juga dengan yang lain.
"Gue juga." jawab Varrel.
"Kenapa nama loe Varrel, Van?" tanya Vernatha.
"Dulu papa pengen nama gue jadi Varrel. Biar suatu saat nanti gue gak dikenal sama kalian." jawab lelaki itu seadanya. Mereka pun mengangguk.
"Terus? kenapa loe cupu kayak gini? segala baca-baca buku. Itu bukan loe banget, Van. Jelek loe." ledek Mike membuat Avan tersenyum.
"Gak tau, semua ini terjadi gitu aja. Gue ubah gaya gue pas di Jepang dulu. Dan gue mencoba tertarik membaca buku. Jadi, ya seperti ini jadinya." jawab Varrel.
"Ubahlah gaya loe kayak Avan si anak berandalan dulu. Kalau kayak gitu loe bukan Avan namanya." kata Mike membuat Avan tertawa kecil.
"Gue sekarang mau jadi Varrel dulu. Dan nanti SMA, gue bakalan jadi Avan yang sebenarnya." ucap Varrel yakin. Mereka pun mengangguk saja.
"Ah! gue kangen suasana ruangan ini." kata Varrel dan melihat-lihat rak yang berisikan beberapa senjata tajam. Ia pun mengambil sebuah revolver.
"Gue yakin loe udah lama gak latihan menembak. Sini gue ajarin lagi." kata Ken. Tentu saja dengan senang hati lelaki yang bernama Varrel atau Avan itu menerima tawaran Ken. Mereka pun berlatih menembak.
"Van, gue mau nanya dong. Tentang loe" ucap Ken ditengah latihan. Varrel menoleh dan mengangguk.
"Loe bilang tadi loe koma selama 3 bulan? Setau gue loe cuma koma 1 bulan dan seminggu setelah itu papa loe kabari kita. Berarti selama 3 bulan itu loe terbaring dikasur rumah sakit di Singapura dong?" tanya Ken tanpa menoleh.
"Ya, kata orang tua gue, gue koma selama 3 bulan disana. 1 bulannya gue masih di Indonesia. Dan disana gue dapat pengobatan lebih. Waktu pertama kali bangun dari koma, gue sama sekali gak ingat apa-apa dan jujur, waktu itu cuma inget suara tembakan dan ngebuat kepala gue sakit banget. Gak tau kenapa suara tembakan itu malah ngebuat kepala gue kayak mau pecah dan saat itu juga penglihatan gue langsung gelap. Menurut mama sih, gue waktu itu megang kepala sambil kesakitan dan tiba-tiba pingsan." jelas Varrel sambil menghadap ke arah Ken. Mendengar cerita Varrel yang cukup serius membuat lelaki berkulit putih itu menghentikan aktivitasnya dan menoleh.
"Apa itu juga terjadi waktu loe kesakitan tadi?" tanya Ken. Varrel terdiam. Bukannya menjawab ia malah memalingkan wajahnya dan kembali berlatih membidik revolver yang ia pegang itu. Helaan nafas yang dikeluarkannya cukup terdengar oleh Ken, pertanda bahwa Varrel benar-benar memikirkan sesuatu yang ingin ia ungkapkan.
"Tenang aja, gak berdampak buruk apa-apa kok. Lagian gue tadi cuma kecapean dan gak benar-benar memaksakan apa yang pengen gue inget. Gue cuma sakit kepala ringan. Tenang aja." jawabnya tanpa menoleh. Tentu dengan reaksi seperti itu dapat diketahui Ken. Varrel berbohong, nyatanya ia benar-benar kesakitan dibagian kepalanya kala ia mencoba mengingat-ingat sesuatu tadi. Sayangnya, Varrel tak ingin menceritakannya agar Ken tidak merasa khawatir dengan keadaan Varrel dan malah membuatnya menyalahkan dirinya sendiri. Maka dari itu Varrel mencoba untuk tidak membuat Ken cemas. Dan tentu Ken menyadari reaksi yang ditunjukkan adik kelasnya itu.
Varrel mengeluarkan ponselnya saat ponselnya berdering dan terdapat pesan dari seseorang.
"Ah, gue pulang duluan deh." ucap Varrel dan menyimpan revolver ditangannya ke tempat semula. Ia mengambil tasnya.
"Buru-buru banget, Van" kata Vernatha.
"Ya, biasa. Ada urusan lain. Gue duluan ya? Bye." katanya dan keluar dari markas mereka. Lelaki SMP ini berjalan menuju ke parkiran sekolah. Varrel pun menjalankan motornya pelan. Kini ia tengah menuju ke sebuah taman perumahan yang cukup ramai. Bunga-bunga dan air mancur menambah indahnya taman ini. Varrel memarkirkan sepeda motornya diparkiran. Ia segera turun dan berjalan pelan mengarah ke sebuah bangku dan terdapat seorang gadis yang sedang duduk disana. Sepertinya ia tengah menunggu dirinya. Varrel menghampiri gadis itu dan duduk disana, gadis itu sedikit terkejut.
"Maaf kak lama."ujar Varrel. Gadis itu mengangguk. Ya, gadis itulah yang mengirimi pesan kepada Varrel untuk datang menemuinya ditaman ini.
"Ada apa kak?"
"Varrel ..." lirih gadis ini lalu menangis dipelukan Varrel. Tentu saja Varrel langsung terdiam mematung. Ia bingung harus bagaimana. Ini pertama kalinya bagi Varrel untuk menangani gadis yang menangis dipelukannya. Ia sedikit panik.
"Kak. Kenapa?" tanya Varrel mencoba membalas pelukan gadis ini.
"Gue putus sama pacar gue, Rel." jawab gadis itu sesengukan. Varrel mengernyitkan dahi.
"Kenapa putus kak? "
"Dia selingkuh dari gue. Gue harus gimana?" tanyanya sedih. Varrel melirik gadis didepannya ini. Gadis itu pun melepaskan pelukannya dan menatap Varrel.
"Ah! Gimana ya? Varrel juga gak tau kak, Varrel kan belum pernah ngerasain pacaran. Tapi kalau menurut Varrel, akan lebih baik kalau kakak jauhin dia." kata Varrel.
"Gue gak bisa, Rel. Gue cinta banget sama dia. Tapi kenapa dia bisa berpaling? Padahal dia bilang sama gue kalau dia cinta juga sama gue." ceritanya. Gadis itu semakin menangis kala mengingat perlakuan yang dilakukan sang kekasih kepadanya.
"Apa kakak udah dengar penjelasan kenapa dia selingkuh?" tanya Varrel.
"Belum"
"Nah, kakak dengerin dulu penjelasan dia. Siapa tau cewek itu bukan selingkuhannya atau malah saudaranya dan kakak mungkin salah paham. Kalau emang cewek itu pacarnya, terpaksa kakak harus melepas dia daripada kakak sakit hati kayak gini. Jujur aja ya kak, Varrel ngerasa sakit juga kalau kakak sedih kayak gini. Dan Varrel gak suka ngeliat kakak nangis karena lelaki brengsek itu."
"Iya, Rel. Gue juga belum sempat dengerin penjelasan dia. Gue keburu emosi waktu itu. Iya, gue akan suruh dia buat buktikan cinta dia terhadap gue." Varrel tersenyum mendengar jawaban gadis itu. Ia pun mengacak-acak rambutnya membuat gadis itu semakin menangis. Seperti anak kecil, gumamnya dalam hati.
"Kak, maaf sebelumnya. Apa gak ada kesempatan kedua buat Varrel? Buat jadi pacar kakak." kata Varrel. Ya, Gadis itu adalah gadis kuliahan yang pernah menolak perasaan Varrel di sebuah Cafe waktu itu.
"Sorry, Rel. Untuk saat ini hati gue cuma buat pacar gue. Maaf ya?" Jawab gadis itu. Varrel kembali menganggukkan kepalanya. Gadis itu berpamitan ke Varrel dan pergi meninggalkannya. Varrel hanya tersenyum miris. Ia pun beranjak dari taman ini dan menuju rumahnya yang tak jauh dari taman.
"Mungkin dia bukan jodohku. "lirihnya.
bersambung....