"Kak, kakak gak apa-apa?" tanya Varrel. Ken langsung menoleh dan memasang wajah kesal, tapi dengan cepat ia tertawa kecil.
"Ah, Ahahaha gak kok gak. Gue gak apa-apa. Mungkin gue sedikit sakit kepala. Sorry ya bikin kalian kaget, gue emang kayak gini kalau lagi ngerasa sakit. Heheh sorry ya?" kata Ken. Kedua anak SMP itu mengangguk.
"Yaudah deh, kalau gitu thank you buat waktunya. Sorry kalau gue ganggu. Gue ke kelas dulu, oke? Sorry ya!" kata Ken dan pergi begitu saja meninggalkan Varrel dan Alvin. Kedua anak SMP itu hanya mengangkat kedua bahunya bingung.
"Loe yakin ngasih tau tentang diri loe sama orang yang belum loe kenal itu?" tanya Alvin. Varrel menoleh.
"Em, gak tau. Gue ngerasa fine-fine aja ngasih tau semuanya. Padahal gue baru kenal dia." jawab Varrel.
"Loe ngerasa dia mencurigakan banget gak sih?"
"Enggak tuh." kata Varrel. Alvin hanya menghela nafas.
Entah mengapa Varrel merasa bahwa ia tak merasa asing dengan Ken. Normalnya ia akan enggan untuk memberitau tentang dirinya ke orang lain, tapi ini? Dengan mudahnya dan tanpa pikir panjang ia melakukannya. Varrel pun tidak tau mengapa ia menjadi seperti ini kepada anak SMA itu.
*****
Ken melangkahkan kakinya dengan perasaan berkecamuk. Kesal, marah dan tidak percaya dengan jawaban anak SMP itu kepadanya. Ingin rasanya tadi dirinya memarahi anak itu, tapi ia mengurungkan niat tersebut karena tak adil juga jika dirinya marah sendiri. Ken masuk ke dalam kelas dan melihat teman-temannya yang sedang sibuk mengobrol didalam kelas. Ia menghampiri mereka.
"Kita ke markas sekarang!" kata Ken kepada teman-temannya itu. Mereka menoleh dan mengangguk mengerti. Segeralah mereka beranjak dari kelas.
Ken kembali membuka pintu itu. Pintu ruang bawah tanah milik mereka yang sudah lama tidak dibuka. Ini pertama kalinya mereka kembali menginjakkan kaki mereka disini setelah 4 tahun lamanya. Ken dan teman-teman lainnya berjalan menuruni tangga dan menelusuri lorong. Kenangan itu terukir kembali dibenak anak-anak SMA ini. Kenangan yang sama sekali tidak akan dilupakan. Kenangan dimana saat sahabat mereka meninggalkan mereka, saat mereka berjuang melawan geng-geng itu dan saat mereka bercanda didalam ruangan ini. Anak-anak SMA itu kini sudah berada didalam ruangan yang berisikan senjata-senjata tajam yang mereka kumpulkan sejak dulu. Mereka duduk dibangku yang sudah disiapkan sendiri untuk berdiskusi. Bahkan mereka sudah menyiapkan kasur lantai untuk 7 orang. Dan terkadang mereka pernah menginap disini tapi itu dulu.
"Gue udah tau dia siapa!" ucap Ken membuka suaranya. Teman-temannya tetap menunggu lanjutan ucapan Ken.
"Dia adalah orang yang dulu berarti dihidup kita, dia yang dulu sering main disini, dia yang dulu sering menjadi bahan kekesalan kita, dia yang dulu meninggalkan kita, dia yang dulu membuat kita bersalah selama ini. Dan orang itu yang bikin kita menangis saat kita ingat dia. Ya, Rivarrel Avandy Ryszard, Avan bocah sialan itu datang dikehidupan kita lagi. Sekarang dia berubah jadi Varrel, si anak SMP kelas 9-B itu" lanjut Ken panjang lebar membuat kelima temannya itu menganga tak percaya.
Mereka menatap Ken dan Ken membalas tatapan mereka dengan kesal. Apa yang diucapkannya adalah kenyataan. Avan yang ternyata kini mengubah namanya menjadi Varrel ternyata masih hidup. Dan tak seorang pun yang tau dirinya. Hanya kedua orang tuanyalah yang tau tentang keadaan Avan atau yang kini dipanggil Varrel
"Avan? Varrel? masih hidup?" tanya Kimi tak percaya.
"Iya. Avan yang kini menjadi Varrel."
"Darimana nama Varrelnya?" tanya Mike.
"Rivarrel Avandy Ryszard, Varrel itu nama depannya. Dia mengubah semua hidupnya menjadi culun seperti itu dan saat kita introgasi dia, mungkin dia pura-pura lupa sama kita. " jawab Ken sambil memukul meja pelan.
"Gabriel bener! Varrel itu Avan. Gue gak nyangka ternyata Avan masih hidup. Terus, maksud papa Avan bilang kalau Avan udah meninggal itu apa? dia mencoba bohong sama kita?" tanya Vernatha mulai menaikkan nada bicaranya.
"Mungkin kedua orang tua Avan terpaksa berbohong karena mereka gak mau anaknya terluka untuk kedua kalinya gara-gara kita. Ya gue akui memang kita yang salah. " ucap Gabriel.
"Terus? sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Raveena yang sudah sembuh dari sakitnya. Kini ia menatap Ken.
"Ya, mau gak mau besok kita harus seret Avan kesini. " jawab Ken kembali. Mereka pun menganggukkan kepala mereka.
Ya, semuanya sudah terungkap. Rasa penasaran mereka kini sudah terbayarkan. Apa yang mereka ingin tau sudah mereka ketahui. Lelaki cupu yang mereka tau berada di gedung SMP yang bernama Varrel itu ternyata adalah Avan yang mereka kenal dulu. Avan yang kini berubah nama menjadi Varrel. Avan yang dulu dikenal berandalan kini menjadi seorang kutu buku dan sama sekali tidak terlihat seperti seorang Avan. Ken, Kimi, Gabriel, Mike, Raveena dan Vernatha sangat terkejut akan hal itu. Tentu saja, mereka tau bahwa lelaki yang bernama Avan itu sudah meninggalkan mereka dari dunia ini, tapi, kini mereka mengetahui bahwa lelaki itu masih hidup. Entah apa yang akan mereka lakukan saat ini. Hanya mereka yang tau apa yang akan mereka lakukan.
"Ternyata loe masih hidup, Avan"
*****
"Rel, kasih tau gue dong siapa TG8 itu?" tanya Alvin yang sangat penasaran dengan kehidupan temannya itu. Dari kemarin, ia terus menerus bertanya kepada Varrel tentang hidupnya. Sayangnya, Varrel sangat tidak ingin memberitau Alvin. Lelaki cupu itu hanya menghela nafas tanpa menjawab pertanyaan Alvin.
"Ck, aneh loe, Rel. Masa loe kasih tau tentang diri loe ke orang asing, sedangkan temen sendiri enggak." marah Alvin membuat Varrel menoleh.
"Ayolah, Vin. Jangan kekanak-kanakan. Nanti juga gue kasih tau ke loe kok." kata Varrel. Terlihat wajah lelaki sipit itu ditekuk dengan kesal.
"Kalau gue tanya berkali-kali loe gak pernah jawab, giliran orang lain sekali ditanya loe langsung jawab dan kayaknya pengen banget gitu ngasih tau diri loe ke orang itu daripada gue. Kita sebenarnya temen bukan sih? kok loe kayak gitu, Rel?" kesal Alvin. Varrel menaikkan kedua alisnya.
"Loe kayak cewek, Vin. Cuma digituin aja langsung marah. Denger ya, kemarin itu kak Ken cuma pengen memastikan gue ini temennya yang dulu atau bukan. Makanya gue jawab sebisa gue dan gue gak ada unsur buat ngasih tau dia tentang gue. Gue juga jawab pertanyaan dia aja. Just it! Kenapa loe semarah ini?" jelas Varrel sambil menatap lelaki yang ada dihadapannya itu yang kini sedang menatapnya sambil cemberut.
"Ya seenggaknya loe harus jawab pertanyaan gue. Dari kemarin mulut gue capek tau nanyain siapa TG8 itu. Gue penasaran, Rel."
"Oke, gue jelasin sekali lagi. TG8 itu adalah The Grazon 8, nama geng gue waktu di SD ini dulu. Gue waktu itu gabung sama TG8 pas kelas 5. Anggotanya gak banyak sih, cuma gue, Jeffrey, G.B, Naira, Stev, Alva dan Zee. Gue udah anggap mereka kayak keluarga gue sendiri. Gue paling dekat sama Jeffrey, Naira sama Stev. Mereka bertiga udah kayak separuh nyawa gue sendiri. "ujar Varrel panjang lebar. Alvin mengangguk-anggukan kepalanya mengerti.
"Terus? sekarang TG8 dimana?"
"Gue gak tau. Dulu sebelumnya TG8 pernah ikut pertempuran gitu sama geng-geng lain dan kita melawan 5 geng sekaligus dalam sehari."
"Gila? Maksud loe tawuran? melawan 5 geng dalam sehari? Keren!" kaget Alvin
"Ya kenyataannya kayak gitu Vin. Kita udah mengalahkan 4 geng. Dan geng ke 5..." Ucapan Varrel terhenti begitu saja.
"Geng ke 5 kenapa? pasti menang dong?"
"Entah. Gue gak inget sama sekali sama kejadian setelah itu. Ah, tau ah. Kepala gue pusing." jawab Varrel dan memijat kepalanya pelan. Sepertinya ia mencoba mengingat-ingat kejadian saat itu. Sayangnya, karena ia amnesia ia jadi merasa sangat pusing kala pikirannya mencoba mengingat masa lalunya.
Bersambung ...